Tanggapan untuk Profesor Maria: HGB untuk Laut? Awas Jangan Sampai Ombak Bayar Pajak!
Pesisir Pantai Bekasi, 8 februari 2025
Kepada Yth. Profesor Maria Suwardjono,
Saya membaca dengan penuh semangat pernyataan Profesor dalam diskusi publik:
"Jadi kalau sekarang kita mempertanyakan hak atas tanah di wilayah perairan pesisir, itu sebetulnya sudah lama sekali. Dalam Pasal 1 UUPA sudah membuka peluang itu."
Saya harus mengaku, ini benar-benar pemikiran inovatif dan berani! Bahkan saking inovatifnya, saya mulai berpikir, kenapa kita tidak sekalian bikin Hak Milik untuk awan di langit? Atau mungkin kita bisa berikan Hak Guna Bangunan (HGB) untuk lumba-lumba yang setia tinggal di satu tempat?
Tapi sebelum kita lanjutkan diskusi ini, saya harus memastikan satu hal, Profesor…
Apakah Profesor sadar bahwa air laut itu basah?
Karena dari pernyataan ini, saya mulai curiga bahwa ada akademisi yang sudah terlalu lama di darat sampai lupa bahwa hukum agraria tidak bisa berenang!
🏠 Daratan vs. Laut: Profesor, Kita Bukan di Planet Air!
Dalam hukum agraria, Hak Guna Bangunan (HGB) diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 40 Tahun 1996.
- HGB hanya bisa diberikan untuk tanah.
- Laut bukan tanah.
- Jadi HGB tidak bisa diberikan di laut.
Selesai. Sesimpel itu.
Tapi kalau kita paksakan teori Profesor Maria, maka kita akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan akademis yang sangat ilmiah seperti:
- "Jika rumah Bajo kena pasang surut, apakah sertifikat tanahnya juga ikut bergeser?"
- "Kalau nelayan menancapkan jaring di laut, apakah dia berhak menuntut Hak Milik?"
- "Jika ada ombak besar yang menghapus tanah reklamasi, apakah ombak itu bisa dituntut pidana karena penggusuran ilegal?"
Saya juga khawatir, kalau ini diteruskan, besok ada orang yang mengklaim Hak Milik atas Laut Jawa dan mulai menagih retribusi setiap kapal yang lewat.
🔍 Rumah Suku Bajo: Rumah atau Kapal yang Tidak Bisa Jalan?
Mari kita luruskan lagi:
- Rumah di darat → langsung berdiri di atas tanah, jelas bisa masuk hukum agraria.
- Rumah Suku Bajo → ada dua jenis:
- Rumah terapung (floating house) → Jelas tidak bisa dapat HGB, karena tidak menempel ke tanah!
- Rumah panggung di laut → Berdiri di atas tiang pancang yang ditancapkan ke dasar laut.
Nah, Profesor Maria dan kolega tampaknya berpikir bahwa karena tiangnya menyentuh dasar laut, maka rumahnya bisa dapat HGB.
Logika ini hampir benar… sampai kita ingat bahwa di antara dasar laut dan rumah, ada air laut!
Jadi, apakah air laut itu dianggap sebagai bagian dari tanah?
Kalau iya, berarti kita harus siap mengeluarkan aturan baru:
- Ombak harus membayar pajak properti karena menempati ruang di atas tanah dasar laut.
- Ikan hiu harus lapor ke kantor pertanahan sebelum menggigit sesuatu, karena itu bisa dianggap merusak properti.
- Setiap nelayan yang melempar jangkar harus minta izin lingkungan, karena bisa dianggap mendirikan bangunan di tanah negara.
Ini bukan hukum, Profesor. Ini game SimCity versi laut!
🏛️ Laut Itu Hukum Kelautan, Bukan Hukum Agraria!
Saya sangat menghormati dedikasi Profesor Maria dalam bidang hukum agraria, tapi sepertinya Profesor lupa bahwa laut itu bukan darat yang kebanjiran!
Dalam UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, sudah jelas disebutkan bahwa:
✅ Laut tidak bisa dimiliki oleh individu.
✅ Yang bisa diberikan adalah izin pemanfaatan perairan, bukan HGB.
✅ Laut tunduk pada hukum laut dan tata ruang laut, bukan sistem pertanahan.
Jadi, kalau kita tetap memaksakan sertifikat tanah untuk rumah di laut, maka kita harus siap juga untuk:
- Hak Milik untuk ombak (biar kalau ada tsunami, bisa dituntut).
- Surat warisan untuk terumbu karang (karena mereka juga menempel di dasar laut).
- Sertifikat Hak Pakai untuk ikan pari (karena mereka suka diam di satu tempat).
Profesor, apakah ini benar-benar arah hukum yang ingin kita tempuh?
📢 Kesimpulan: Jangan Paksa HGB untuk Laut!
- HGB hanya berlaku untuk tanah di darat, bukan air laut.
Kalau kita tetap paksakan, besok sungai juga bisa dapat sertifikat tanah, dan burung bisa ajukan HGB untuk sarangnya di udara. - Rumah Suku Bajo tidak bisa masuk hukum agraria.
- Mereka tinggal di rumah terapung (floating house) → jelas tidak bisa disertifikasi.
- Rumah mereka di atas tiang pancang di laut → tetap tidak bisa masuk agraria karena berdiri di atas air!
- Laut diatur oleh hukum kelautan, bukan hukum pertanahan.
Kalau kita mau mengakui hak-hak Suku Bajo, maka yang bisa dilakukan adalah izin pemanfaatan laut, bukan menyulap laut menjadi tanah pertanian!
Profesor Maria dan kolega, saya sangat menyarankan sebelum kita lanjut ke perdebatan berikutnya, mungkin ada baiknya para akademisi agraria ini turun langsung ke laut dan lihat sendiri bagaimana ombak bekerja.
Saya takut kalau terlalu lama di darat, nanti ada yang mengajukan HGB untuk awan mendung, Hak Pakai untuk bayangan pohon, atau Hak Milik untuk angin laut.
Salam hormat,
Soleman B. Ponto
Mahasiswa Hukum Kelautan yang Masih Waras 🚢😂
Tidak ada komentar:
Posting Komentar