Negeri "Republik Atur Sendiri" dan Pasal 16 yang Tak Punya Rumah.
Jakarta 03 Februari 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
Di negeri Republik Atur Sendiri, awalnya hukum berjalan tertib dan teratur. Polisi bekerja menegakkan hukum sesuai KUHAP, hakim mengadili dengan adil, dan rakyat bisa ngopi santai di warung tanpa khawatir tiba-tiba dijadikan tersangka karena ngobrolin harga tempe.
Namun, pada suatu hari terjadilah KEKACAUAN BESAR!
📢 "PASAL 16 DITEMUKAN TANPA RUMAH! DIA MAU MASUK KE RUU KUHAP, TAPI JUGA DIPEREBUTKAN OLEH UU POLRI DAN UU SEKTORAL!"
Masalahnya bukan sekadar soal teknis hukum, tetapi juga soal filosofi hukum yang mendasar:
"UU seharusnya membatasi kekuasaan, bukan memperluasnya secara berlebihan!"
I. FILOSOFI HUKUM: UU ADALAH ALAT UNTUK MEMBATASI KEKUASAAN, BUKAN UNTUK MEMBERI KEKUASAAN
Dalam filsafat hukum, hukum diciptakan bukan untuk memberikan kekuasaan mutlak kepada penguasa, melainkan untuk membatasi dan mengendalikannya, agar rakyat tidak menjadi korban dari kekuasaan yang sewenang-wenang.
📖 Montesquieu (1748) dalam "The Spirit of Laws" menegaskan teori pemisahan kekuasaan, bahwa kekuasaan negara harus dibagi dan dikontrol untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dari pemerintah.
📖 John Locke (1690) dalam "Two Treatises of Government" menekankan bahwa hukum bukan alat penguasa untuk bertindak semaunya, tetapi untuk melindungi hak individu dari penyalahgunaan kekuasaan.
📖 Dicey (1885) dalam "Introduction to the Study of the Law of the Constitution" menyebut konsep Rule of Law, yang berarti tidak boleh ada lembaga yang memiliki kewenangan tanpa batas, dan semua tindakan negara harus tunduk pada hukum yang adil dan transparan.
📌 Apa artinya bagi Pasal 16 RUU Polri?
➡ Jika Pasal 16 masuk ke dalam UU Polri tanpa batasan yang jelas, maka Polri bisa memiliki kewenangan yang terlalu luas, tanpa kontrol hukum yang memadai.
➡ Seharusnya, hukum dibuat untuk membatasi kewenangan Polri agar tetap dalam koridor penegakan hukum yang adil, bukan untuk memperluas kekuasaan yang berpotensi melanggar hak-hak warga negara.
➡ Dengan demikian, kewenangan Polri harus dikategorikan secara ketat: mana yang administratif (masuk UU Polri), mana yang masuk ke dalam hukum acara pidana (RUU KUHAP), dan mana yang harus diatur dalam UU sektoral tertentu.
II. TEORI HUKUM: BATASAN DAN PEMISAHAN KEWENANGAN
Dalam teori hukum, pemisahan kewenangan adalah prinsip dasar dalam negara hukum (Rechtsstaat).
📖 Hans Kelsen (1945) dalam "General Theory of Law and State" menjelaskan prinsip hierarki norma hukum, di mana hukum harus mengatur dengan jelas batas-batas kewenangan setiap institusi agar tidak terjadi tumpang tindih dan penyalahgunaan kekuasaan.
📖 Lon L. Fuller (1964) dalam "The Morality of Law" menekankan bahwa hukum harus memiliki kepastian, tidak boleh bersifat ambigu atau memberikan celah penyalahgunaan.
📖 Jeremy Bentham (1748-1832) dengan teori "Utilitarianism" menyatakan bahwa hukum harus dibuat untuk kepentingan publik, bukan untuk memberi keuntungan atau kekuasaan berlebihan kepada penguasa.
📌 Bagaimana teori ini berlaku dalam Pasal 16 RUU Polri?
➡ Jika Pasal 16 tidak dipisahkan dengan jelas, akan terjadi ambiguitas hukum yang melanggar prinsip kepastian hukum (legal certainty).
➡ Jika semua kewenangan diberikan kepada Polri tanpa pemisahan yang jelas, maka terjadi "legal overreach" (kelebihan wewenang) yang bisa merusak prinsip pemisahan kekuasaan.
➡ Seharusnya, pembagian kewenangan ini disesuaikan dengan prinsip hierarki hukum dan batasan institusi yang jelas.
III. REKOMENDASI PEMISAHAN PASAL 16 KE TEMPAT YANG TEPAT
📢 Akhirnya, para ahli hukum di Republik Atur Sendiri sepakat bahwa Pasal 16 HARUS DIPISAH sesuai fungsinya!
✅ Masuk ke UU Administrasi Polri (Urusan Internal Kepolisian)
- Pengelolaan tahanan dan barang bukti (e)
- Penerbitan dan pencabutan daftar pencarian orang (DPO) (r)
✅ Masuk ke RUU KUHAP (Hukum Acara Pidana, Supaya Hukum Tetap Tertib!)
- Penangkapan, penyitaan, penggeledahan (a)
- Memanggil tersangka/saksi (h)
- Penghentian penyidikan (j)
- Diversi dalam peradilan pidana anak (k)
- Penerimaan hasil penyelidikan dari PPNS (p)
- Keadilan restoratif (s)
✅ Masuk ke UU Sektoral (Agar Polisi Tidak Mengurus Semua Hal!)
- Pemblokiran akses ruang siber (q) → Seharusnya ada di UU ITE atau UU Siber, bukan UU Polri!
- Koordinasi penyidikan dengan PPNS (o) → Harus ada dalam UU sektoral masing-masing!
- Rekomendasi pengangkatan PPNS (n) → Tidak boleh diatur oleh Polri!
📌 PPNS harus diangkat berdasarkan UU sektoral masing-masing, seperti: - PPNS Lingkungan Hidup diatur dalam UU No. 32/2009.
- PPNS Perikanan diatur dalam UU No. 45/2009.
- PPNS Pajak diatur dalam UU Perpajakan.
IV. KESIMPULAN: KEMBALIKAN UU KE FUNGSI ASLINYA!
📢 "Hukum bukan untuk memberikan kekuasaan mutlak, tetapi untuk mengendalikan kekuasaan agar tidak sewenang-wenang!"
🔴 Jika Pasal 16 tidak dipisahkan dengan jelas, maka:
❌ Polisi bisa bertindak tanpa batasan hukum.
❌ KUHAP bisa kehilangan perannya sebagai kontrol hukum acara pidana.
❌ Hak asasi warga negara bisa dilanggar dengan alasan keamanan.
🟢 Dengan pemisahan yang benar, maka:
✅ Polisi tetap bisa bekerja dengan baik tanpa bertindak di luar batas hukum.
✅ KUHAP tetap menjadi instrumen hukum acara pidana yang menjamin keadilan.
✅ UU sektoral tetap relevan dalam penyidikan khusus tanpa intervensi berlebihan.
📢 Jangan biarkan Indonesia jadi Republik Atur Sendiri! Pasal 16 harus dipisah agar hukum tetap berjalan sesuai prinsip negara hukum! 🚨🔥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar