30 Maret 2022

SUDAH SAATNYA OPERASI MILITER OLEH TNI DIWILAYAH TERTENTU DI PAPUA DIPERTIMBANGKAN PELAKSANAANNYA OLEH PEMERINTAH RI

 Jakarta 29 Maret 2022

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH

Sabtu 26 Maret 2022 Indonesia khususny TNI AL berduka. Dua prajurit Marinir tewas diujung peluru KKB, alias Kelompok Kriminal Bersenjata. Lalu sampai kapan korban-korban ini akan terus berjatuhan ? Selama pemerintah hanya memberi status sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata atau Kelompok teroris bersenjata kepada para pelaku penembakan itu, maka Korban dari pihak TNI akan terus berjatuhan.

 TNI dibentuk untuk menghadapi ancaman atau musuh yang ada secara nyata didepan mereka. Musuh yang sudah jelas menguasai wilayah tertentu, mereka memiliki pemimpin dan anggota yang jelas, serta dapat melakukan serangan secara terencana dengan baik. Itulah ciri-ciri musuh yang harus dilawan oleh TNI. Mereka dilatih udan dididik utk menghadapi musuh yang seperti itu. 

 

Tapi yang terjadi di Papua saat ini sangat jauh berbeda. Musah yang harus mereka hadapi adalah Kelompok Kriminal Bersenjata, yang wilaya kekuasaannya tidak jelas berada dimana, pemimpin dan anggtanya juga tidak jelas, serangan mereka juga hanya sporadis. Status para anggota TNI ini pun judulnya : "membantu Polri melakukan penegakan hukum".

 

Padahal dalam pendidikan,  TNI tidak dilatih  dan didik untuk melakukan tindakan penegakan hukum untuk membantu Polri. Mereka hanya dilatih dan didik untuk "membunuh atau terbunuh" bahasa kerennya "killed or to be killed". Yah itulah tentara. 

 

Sekarang, mereka ditugaskan untuk berindak diluar budaya, serta keahlian mereka. Al hasil, timbullah keragua-raguan. Mereka seakan-akan menjadi linglung tidak tahu harus berbuat apa, karena harus mencerna pesan bahwa tugas mereka adalah "membantu polri melakukan penegakan hukum".  Ditengah keraguan itulah mereka diserang. 

 

Apakah keadaan ini akan terus dipertahankan ?Apakah kita akan terus bereksperimen bahwa TNI bisa membantu Polri dalam melakukan penegakan hukum ?Apakah kita rela para prajurit terbaik kita jadi korban sia sia ?

 

Pilihan ada ditangan pemerintah. Tapi sebagai rakyat Indonesia yang mencintai TNI izinkanlah saya menyarankan hal-hal sebagai berikut :

 

1.         Pemerintah harus segera berhenti bereksperimen bahwa TNI dapat membantu Polri untuk melakuakn penegakan hukum.

 

2.         Bila pemerintah masih menilai bahwa perbuatan para penyerang di Papua itu hanya sekelas Kelompok Kriminal Bersenjata, maka TNI tidak perlu ditugaskan di Papua. Biarkan Polri yang melakukan tugasnya sebagai penegak hukum disana. 

 

3.         Bila pemerintah menilai bahwa perbuatan perbuatan para penyerang itu sudah merongrong kedaulatan Indonesia, maka tugaskanlah TNI untuk menghadap mereka. Namun dengan syarat bawha harus menetapkan bahwa mereka adalah para pemberontak bersenjata yang sudah menguasai wilayah tertentu dan dapat melakukan serangan sewaktu waktu. diwilayah tertentu itulah kemudian pemerintah memberlakukan Darurat Militer untuk jangka waktu tertentu.

Dari sisi hukum humaniter hal ini tidak akan salah, karena pertempuran antara Government armed forces (TNI) dan Dissident armed forces (kelompok pembangkang atau pemberontak bersenjata) itu dibentarkan dan tergolong kepada Konflik Bersenjata Internal.

Dari sisi Undang-undang 34/2004 tentang TNI hal ini juga dibenarkan bahwa TNI dapar melakukan Operasi militer untuk mengatasi para pemberontak bersenjata.

 

4. Silahkan pemerintah yang menentukan sendiri wilayah-wilayah mana saja yang akan ditetapkan berstatus darurat militer. Diwilayah itulah kemudian TNI ditugaskan untuk melakukan Operasi Milter.

 

Demikianlah yang dapat saya sarankan dengan harapan korban sia-sia dari anggota TNI dimasa yang akan datang tidak terjadi lagi. 

23 Maret 2022

PASAL SELUNDUPAN MEMBANJIRI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PENYELENGGARAAN KEAMANAN, KESELAMATAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DAN WILAYAH YURISDIKSI INDONESIA DUNIA PELAYARAN INDONESIA SEMAKIN TERPURUK, INVESTASI TERANCAM GAGAL, HARGA BARANG MELAMBUNG TINGGI RAKYAT MENJERIT

Jakarta 23 Maret 2022

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH

Pada tanggal 11 Maret 2022 telah terbit Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia (PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI), yang mengatur tentang Tugas Bakamla dan kewenangan Bakamla.

 

Pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).

Pembentukan (PP) ini tidak bisa dilakukan sesuka hati, tapi ada aturan yang harus dipatuhi yaitu Pasal 12 UU 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. 

Pasal 12 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan selengkapnya berbunyi :

 “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”.

Pada Penjelasan Pasal 12 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah dirobah dengn             UU 15 tahun 2019 dijelaskan bahwa yang     dimaksud dengan     “menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah UNTUK MELAKSANAKAN PERINTAH UNDANG-UNDANG atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang  yang bersangkutan. 

Sangat jelas diatur bahwa PP adalah untuk menjalankan undang-undang dan tidak boleh menyimpang dari materi pasal yang  ada pada Undang-undang yang menjadi rujukannya. 

Pada kolom "mengingat" dan "menimbang" PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI tertulis pasal 13 ayat (2) huruf c, pasal 62 haruf a, huruf b dan huruf c dan pasal 63 ayat (1) huruf c UU 32/2014  ttg kelautan. Artinya PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI adalah aturan turunan dari UU 32/2014 ttg Kelautan atau UU 32/2014 ttg Kelautan adalah rujukan dari PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI sehingga semua materi pasal yang ada dalam PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI harus berasal dari materi pasal UU 32/2014 ttg Kelautan.

Lalu bagaimana kalau ada materi pasal pada PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI yang tidak berasal dari UU 32/2014 ttg Kelautan ? Materi pasal yang tidak berasal dari UU 32/2014 ttg Kelautan itulah yang  disebut sebagai Pasal Selundupan.

Sebagai pasal yang diselundupkan tentunya arti yang sangat besar bagi orang yang menyelundupkannya. Dengan menggunakan pasal selundupan itu sang penyelundup akan mendapat keuntungan yang besar, sebaliknya orang lain akan menderita kerugian besar. 

Banyaknya pasal selundupan itu mengakibatkan penegakan hukum dilaut yang dilakukan berdasarkan PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI akan terganggu. Akibatnya asuransi angkutan barang akan melambung tinggi. Perusahaan Pelayaran akan semakin menderita, Investasi yang dilaksanakan oleh Kemenkomarinves  pasti akan terjerembab, karena harga jual hasil investasi akan menjadi mahal, tak ketinggalan pula, rakyat jelatapun akan menjerit karena harga barang-barang yang diangkut lewat laut akan melambung tinggi. Misalnya minyak goreng yang diangkut lewat laut pasti akan menjadi mahal.

Sebaliknya para konseptor PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI yang dengan sengaja memasukan pasal-pasal selundupan itu menari-nari kegirangan membayangkan keuntungan yang akan didapat. Bahkan dengan tidak malu malu datang ke DPR melaporkan terbitnya PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI yang ASPAL itu dengan harapan mendapat anggaran tambahan (Ketahuan ada maunya ). 

PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI disebut Asli karena ditandatangani oleh presiden, tapi juga disebut Palsu karena banyak pasal selundupan.

Pasal-pasal selundupan.

PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  memiliki 38 pasal. Dari ke 38 pasal itu, sedikitnya ada 15 pasal yang tidak berasal dari UU 32/2014 ttg Kelautan. Artinya ada 15 pasal selundupan.

Materi pasal-pasal selundupan.

1.         Pasal 1 angka 8, PKK&PHWPWYI  bahwa  Menteri adalah menteri yang
koordinasi, sisinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. (Menkopolhukam)

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Hal ini disebabkan karena pada Pasal 1 angka 14 UU 32/2014 ttg Kelautan mengatur bahwa Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Kelautan. (Menteri Kelautan dan Perikanan)

2.         Pasal 4 ayat 2 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

 

 "Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berperan sebagai koordinator kementerian/lembaga pada forum internasional di bidang keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang hubungan luar negeri,"                                           

 

Nah artinya Bakamla bermimpi untuk kembali menjadi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) sebagaiman yang diatur oleh Perpres 81 tahun 2005 tentang Bakorkamla.

Materi pasal 4 ayat 2 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI tidak ada sama sekali dalam materi pasal-pasal yang ada dalam UU 32/2014 tentang Kelautan. Sehingga keberadaannya merupakan hasil selundupan.

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa Bakamla adalah koordinator penegakan hukum dilaut. 

Koordinator institusi terkait pelanggaran hukum diperairan Indonesia adalah Kepolisian RI (POLAIR). Hal tersebut diatur oleh pasal 7 ayat  2 KUHAP yang selengkapnya berbunyi :

            "(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar   hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dalam         koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a".

Pasal 6 ayat (1) KUHAP selengkapnya berbunyi :

            a. Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia

b. Pejabat Pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh           undang-undang. 

Mengalir dari pasal 6 dan 7 KUHAP sangat jelas mengatur bahwa Polisi Negara Indonesia yang menjadi koordinator institusi yang terkait dengan penegakan hukum.

3.         Pada penjelasan pasal 4 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan "forum internasional" adalah forum kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dibidang keamanan, keselamatan dan penegakan hukum dilaut termasuk Asian Coast Guard Agencies Meeting (HACGAM) dan Coast Guard Summit.

 

Apa yang diatur pada penjelasan pasal 4 ayat (2) ini sama sekali tidak diatur pada UU 32/2014 ttg Kelautan. Bagaimana mungkin Bakamla yang bukan penegak hukum dan juga bukan Indonesia Coast Guard akan mewakili para Penegak Hukum Indonesia dan mengangkat diri sebagai Coast Guard Indonesia di forum Internasional ?? Akan sangat memalukan Indonesia bila Bakamla yang BUKAN PENEGAK HUKUM tapi akan mewakili para penegak hukum Indonesia. 

 

4.         Pasal 1O ayat (1) dan ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

 

(1) Patroli bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diselenggarakan oleh Badan dengan melibatkan Instansi Terkait dan Instansi  Teknis secara bersama-sama, terpadu, dan terintegrasi. 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa Bakamla dapat melibatkan instansi terkait dan instansi teknis secara terpadu dan terintegrasi. Bakamla yang bukan aparat penegak hukum hanya bisa berpatroli sendirian saja. Instansi teknis dan instansi terkait yang merupakan para penegak hukum ketika dilaut mereka tidak hanya berpatroli saja tapi juga melaksanakan kegiatan penegakan hukum sebagaimana yang diatur oleh KUHAP. Bakamla yang bukan penegak hukum akan aneh bin ajain bia akan memimpin para penegak hukum dilaut. 

5.         Pasal 1O ayat (2) dan ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :    

(2) Instansi Terkait dan Instansi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  menunjuk         personel beserta aset Patroli untuk melakukan Patroli bersama.

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa instansi terkait dan instansi teknis harus menunjuk personel beserta aset Patroli untuk melakukan Patroli bersama.            

6.         Pasal 11 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

"Segala pendanaan personel beserta aset Patroli Instansi Terkait dan Instansi     Teknis yang ditunjuk dalam melaksanakan Patroli bersama dialokasikan   pada anggaran Badan"

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa segala pendanaan personel beserta aset Patroli Instansi Terkait dan Instansi Teknis yang ditunjuk dalam melaksanakan Patroli bersama dialokasikan pada anggaran Bakamla. Hal ini pun bertentangan dengan sistim keuangan negara.  Pasal ini sangat berpotensi dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan korupsi uang negara. Dapat dibayangkan berapa besar jumlah bahan bakar, minyak pelumas dan pengeluaran lain lain yang akan dilaporkan Bakamla untuk membiayai instansi terkait dan instansi lainnya. perlu diingat, Bakamla pernah terkait kasus Korupsi satelit yang mengorbankan anggota DPR dan pati TNI AL lumasBakam lada dapat dengan

7.        Materi Pasal 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI semuanya tidak diatur dalam UU 32/2014 tyg Kelautan, sehingga otomatis menjadi pasal selundupan yng tidak memikili kekuatan hukum yang mengikat.

8.         Pasal 2O ayat (1) dan ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

            (1) Dalam rangka meningkatkan interoperabilitas dan kemampuan          personel pelaksana     Patroli, Badan melaksanakan latihan bersama dengan            Instansi Terkait dan Instsnsi Teknis paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6    (enam) bulan. 

 (2) Latihan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan instansi penegak hukum negara lain sesuai dengan perjanjian kerja sama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa Bakamla dapat melaksanakan latihan bersama dengan instansi terkait dan instansi teknis lainnya. Hal itu disebabkan karena Bakamla yang bukan penegak hukumnya pola operasinya pasti sangat berbeda dengan pola operasi para penegak hukum dilaut. 

Akan Sangat memalukan Indonesia bila Bakamla melakukan latihan bersama dengan para penegak hukum negara lain, karena Bakamla BUKAN PENEGAK HUKUM. Untuk latihan bersama dgn para instansi terkait dan instansi teknis di Indonesia saja Bakamla sudah tidak pantas (bukan level kalau istilah mileneal).

9.         Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 22 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

"(2) Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Badan sebagaimana       dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pengumpulan data dan informasi; b.   penindakan; dan
c. penyerahan hasil penindakan". 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa bakamla adalah Penegak Hukum. Bahkan materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP, karena pada KUHAP para penegak hukum tidak disebut dengan nama institusi, tapi dengan sebutan  Pejabat Pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. sebagaimana yang diatur pada pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP. 

10.         Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 23 ayat (1) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

 "(1) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22    ayat (2) huruf a     dilaksanakan untuk mencari, mengumpulkan, menemukan,   dan mengolah data dan informasi terhadap suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran peraturan perundang- undangan dan/ atau tindak pidana". 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa bakamla adalah Pengumpul data dan infrmasi untuk penegakan hukum. Pengumpuak data untuk penegakan hukum itu disebut Penyelidikan yang diatur oleh KUHAP. Dengan demikian materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP. 

11.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 23 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

 "(2) Dalam rangka pelaksanaan pencarian, pengumpulan, penemuan, dan  pengolahan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan  dapat melibatkan Instansi Terkait dan/ atau Instansi tehnis." 

12.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat  (5) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

 (l) Penindalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b    dilakukan dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup atau tertangkap      tangan. 

 l2l Badan menyerahkan hasil penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat        (1) kepada instansi yang memiliki kewenangan penyidikan untuk   pelaksanaan proses hukum lebih lanjut.

 (3) Penyerahan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi        dengan hasil pemeriksaan, paling sedikit memuat: 

 a. laporan kejadian; b, gambar situasi pengejaran dan penindakan/peta oleat;      c. pernyataan tentang posisi kapal; d. surat perintah dan berita acara   pemeriksaan kapal, orang, dan muatan; e. berita acara penangkapan; f. surat       perintah dan berita acara membawa kapal dan orang; g. dokumentasi; dan
h.   berita acara serah terima kapa.l, perlengkapan kapal, orang, dan dokumen. 

(4) Penyerahan hasil sebasaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam        waktu segera kepada instansi yang memiliki kewenangan sesuar dengan ketentuan peratur€ur perundang-undangan. 

(5) Penyerahan hasil penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus      diserahkan                 secara lengkap dengan berita acara serah terima hasil    

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa bakamla memiliki kewenangan untuk melakukan proses penegakan hukum sebagaimana yang diatur pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat  (5) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. Selain itu, materi pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat  (5) PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI  adalah bagian dari proses penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP. Dengan demikian materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP. 

13.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, asal 25 ayat (1) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :  

 "(1) Instansi yang memiliki kewenangan penyidikan wajib menerima dan             menindaklanjuti hasil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c          sesuai dengan ketentuan peraturang undangan".

 Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur materi seperti yang tertulis pada pasal 25 ayat (1) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. Selain itu, materi pada Pasal 25 ayat (1) PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI  adalah bagian dari proses penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP. Dengan demikian materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP. 

14.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, asal 25 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :  

"(1) Jika instansi yang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana      dimaksud pada ayat (1) menolak penyerahan dan/ atau tidak             menindaklanjuti hasil penindakan yang dilakukan Badan maka instansi    tersebut dalam waktu paling lambat 7 (tqjuh) hari sejak tanggal penyerahan     wajib melapor kepada Menteri disertai alasan hukum". 

Pada materi pasal ini sangat terlihat bahwa materi pasal ini diselundupkan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan.  Alasan pertama, yang dimaksud Menteri pada pasal ini adalah Menkopolhukam, padahal menurut Pasal 1 angka 14 UU 32/2014 ttg Kelautan mengatur bahwa Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Kelautan. (Menteri Kelautan dan Perikanan)

15.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, pasal 26 ayat 2 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :  

  "(2) Instansi yang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud        dalam Pasal 25 wajib memberitahukan secara tertulis perkembangan            penyelidikan dan/atau penyidikan kepada Badan". 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur materi seperti yang tertulis pada pasal 26 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. Disamping itu adalah hal yang sangat aneh bin ajaib bila para penyidik harus melaporkan proses hukum yang sedang berjalan kepada kepada Ka Bakamla yang bukan institusi penegak hukum dan para personilnya bukan penyidik. 

16.       Pasal 32 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

 

  "Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi keamanan, keselamatan, dan       penegakan hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurusdiksi       Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan dan Instansi terkait".

Menteri yang dimasksud pada Pasal 32 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI adalah Menkopolhukam sebagaimana yang diatur pada Pasal 1 angka 8,  PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  bahwa  Menteri adalah menteri yang
koordinasi, sisinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. (Menkopolhukam)

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Hal ini disebabkan karena pada Pasal 1 angka 14 UU 32/2014 ttg Kelautan mengatur bahwa Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Kelautan. (Menteri Kelautan dan Perikanan)

Kesimpulan.

Dengan membajirnya pasal selundupan atau pasal yang berasal dari luar UU 32/2014 tag Kelautan, masuk  ke dalam PP 13 PKK&PHWPWYI maka dari perpektif hukum PP ini tidak punya kekuatan hukum yang mengikat. Akibatnya dapt dipastikan bahwa dalam pelaksanaannya akan banyak menimbulkan masalah hukum, sehingga penegakan hukum dilaut menjadi semakin tidak pasti. Bila selama ini yang melakukan penegakan hukum hanya terbatas kepada instansi terkait yang memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum, sekarang ini ditambah lagi dengan Bakamla yang "hanya sebagai koordinator" tapi ikut-ikutan melaksanakan penegakan hukum. Hal ini tentunya mengakibatkan naiknya biaya asuransi muatan kapal laut, yang kemudian akan disusul denan naiknya harga barang yang diangkut oleh kapal. Naiknya harga minyak goreng juga  dapat disebabkan karena naiknya biaya asuransi pengangkutan barang lewat laut. Para pengusaha Pelayaran akan semakin terpuruk akibat adanya ketidak pastian dalam penegakan hukum. Investasi yang dilakukan oleh Kemenkomarinves pun akan ikut terjerembab. karena hasil investasi tidak akan bisa dijual dengan harga murah. Rakyat akan menjerit-jerit .....

Lalu apakah hal ini dapat dibenarkan ???? 

 

MAKSUD HATI BAKAMLA INGIN JADI COAST GUARD APADAYA BALIK LAGI JADI "BAKORKAMLA"

                                                                 Jakarta 23 Maret 2022

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH

Pada hari Jumat tanggal 18 Maret 2022 Menkomarinves bpk Luhut Pajaitan menyatakan bahwa  :

"PP sudah keluar dan intinya sekarang kita laksanakan dan amankan amanat dari Presiden RI. Bakamla akan menjadi koordinator institusi terkait pelanggaran hukum yang terjadi di perairan Indonesia,” ujar Luhut dalam keterangannya, Jumat petang, 18 Maret 2022.[1]

 

Tidak ketinggalan pula, pada hari yang sama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengimbauh kepada, seluruh lembaga yang memang memiliki isu penegakan hukum di perairan Indonesia akan berkoordinasi dengan Bakamla.[2]

 

Kepala Bakamla Aan Kurnia pun berujar lembaganya tidak akan mengambil alih kewenangan penyidikan dan penindakan. Sebagai koordinator, Bakamla akan melaksanakan penyusunan kebijakan keamanan laut, penyusunan rencana patroli nasional, dan pembentukan tim kerja pemantauan keamanan dan keselamatan laut[3].

 

Pernyataan ketiga pejabat ini sangat jelas yang menjadi dasarnya adalah Pasal 4 ayat 2 PP 13/2022 ttg Penyelenggaraan Keamanan keselamatan dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia (PKK&PHWPWYI) 

Pasal 4 ayat 2 PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI  yang selengkapnya berbunyi :

 

 "Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berperan sebagai   koordinator kementerian/lembaga pada forum internasional di bidang    keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut sesuai dengan       ketentuan peraturan di bidang hubungan luar negeri," 

 

Jadi sangat jelas bahwa PP 13 PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI menegaskan bahwa Bakamla bukan Indonesia Coast Guard, tapi balik lagi menjadi "Bakorkamla". Sama seperti bunyi  pepatah  kuno yaitu : "tidak ada rotan akarpun jadi", maka bagi Bakamla berlaku pepatah "Tidak Jadi Coast Guard tidak mengapa, balik jadi "Bakorkamla" itu yang om suka".

 

Dengan demikian Bakamla harus menghapus semua tulisan Indonesia Coast Guard yang ada diseluruh kapal-kapal Bakamla. Kalau tulisan itu tidak dihapus, maka Bakamla akan menjadi Coast Guard Palsu. 

 



[1] https://bisnis.tempo.co/read/1572571/jokowi-teken-pp-penyelenggaraan-keamanan-laut-luhut-bakamla-jadi-koordinator

 

 

[2] https://bisnis.tempo.co/read/1572571/jokowi-teken-pp-penyelenggaraan-keamanan-laut-luhut-bakamla-jadi-koordinator

 

 

[3] https://bisnis.tempo.co/read/1572571/jokowi-teken-pp-penyelenggaraan-keamanan-laut-luhut-bakamla-jadi-koordinator?page_num=2

20 Maret 2022

PELANGGARAN KONSTITUSI CQ PASAL 5 AYAT 2 UUD 45 OLEH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PENYELENGGARAAN KEAMANAN, KESELAMATAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA APAKAH DAPAT DIBENARKAN ???

Jakarta 19 Maret 2022

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST MH

Pada tanggal 11 Maret 2022 telah terbit Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia (PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI), yang mengatur tentang Tugas Bakamla serta ancaman yang ada dilaut.

Terbitnya PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI ini bukannya menyelesaikan masalah yang selama ini ada dilaut, tapi justru dapat menyeret Presiden menjadi tertuduh sebagai pelanggar Konstitusi, cq pasal 5 ayat 2 UUD 45, yang berpotensi menimbulkan kegaduhan politik.

Untuk mendapatkan kejelasannya mari kita telusuri satu persatu.

1.         Landasan hukum pembuatan Peraturan Pemerintah.

Pembuatan Peraturan Pemerintah diatur oleh :

1.1.     Pasal 5 ayat (2) UUD 45, yang selengkapnya berbunyi :

"Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk mejalankan Undang-undang sebagaimana mestinya"                                                             

1.2       Pasal 12 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan   Perundang – undangan selengkapnya berbunyi :

“Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”.

Dari kedua landasan Undang-undang itu sangat jelas mengatur bahwa Peraturan Pemerintah adalah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.      

Lalu apa yang dimaksud dengan “Menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya”?

Pada Penjelasan Pasal 12 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah dirobah dengan UU 15 tahun 2019 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan     “MENJALANKAN UNDANG-UNDANG SEBAGAIMANA MESTINYA”   adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang  yang bersangkutan.

Jadi yang dimaksud dgn MENJALANKAN UNDANG-UNDANG   SEBAGAIMANA MESTINYA” adalah untuk :

            a.         Melaksanakan perintah undang-undang.

            b.         Tidak menyimpang dari dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan

2.         Pengujian PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. 

            Sekarang mari kita uji PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI apakah memenuhi persyaratan “MENJALANKAN UNDANG-UNDANG SEBAGAIMANA MESTINYA”

           a.         Melaksanakan perintah undang-undang.

              Untuk mengetahui perintah UU dapat dilihat pada materi pasal UU    yang tertulis pada          kolom  Menimbang dan Mengingat PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI.

            Pada kolom "Menimbang" huruf c tertulis pasal 13 ayat (2) huruf c, Pasal     62 huruf a, huruf c dan huruf  dan pasal 63 ayat 1 huruf c UU 32/2014 ttg Kelautan. Sedangkan pada kolom Menimbang angka 2 tertulis UU       32/2014 ttg Kelautan.

            Artinya  PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. akan melaksanakan materi dari pasal 13 ayat (2) huruf c, Pasal 62 huruf a, huruf c dan huruf  dan pasal 63 ayat 1 huruf c UU 32/2014 ttg             Kelautan.

.                         Setelah diteliti ternyata Pasal 13 ayat 2 huruf c UU 32/2014 ttg Kelautan yang berbunyi : pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut; berada dalam Bab V yang mengatur tentang Pembangunan Kelautan. Dan sangat jelas materi Pasal ini  tidak berbunyi untuk pembuatan Peraturan Pemerintah.

.                         Materi Pasal yang memerintahkan untuk membuat Peraturan Pemerintah adalah pasal 13 ayat 4 yang selengkapnya berbunyi "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan Pembangunan Kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah". 

.                         Mengalir dari pasal 13 ayat 4 ini sangat jelas bahwa pasal 13 ayat 2 itu adalah salah satu materi yang akan diatur pada Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Pembangunan Kelautan bukan Pada Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan hukum di wilayah perairan indonesia dan wilayah yurisdiksi.

.                         Selanjutnya mari kita perhatikan materi pasal 62 huruf a yang selengkapnya berbunyi "menyusun kebijakan nasional dibidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia". Sedangkan huruf c selengkapnya berbunyi "melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia"     

         Lalu materi pasal 63 ayat 1 huruf c selengkapnya berbunyi   mengintegrasikan sistem informasi      keamanan dan keselamatan   di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. 


            Mengalir dari materi pasal 62 hurf a dan c serta pasal 63 ayat 1 huruf c, mangat terlihat bahwa tidak     ada satupun yang memerintahkan untuk pembuatan Peraturan Pemerintah.

                Bahkan ternyata bahwa pasal 62 dan pasal 63 ini adalah bagian dari Bab     IX Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum dan keselamatan di laut yang    mengatur tentang Bakamla dimana pada pasal 67 diatur bahwa  Ketentuan Lebih lanjut mengenai struktur organisasi, tata kerja dan     personal Badan keamanan Laut diatur dengan Peraturan Presiden.    Berasarkan perintah pasal 67 inilah kemudian lahirlah  Peraturan   Presiden nomor 178 tahun  2014 tentang Bakamla.

              Jadi sangat jelas terbukti bahwa TIDAK ADA PERINTAH UU 32/2014 TTG KELAUTANAN UNTUK MEMBUAT PP 13/2022 ttg  PKK&PHWPWYI.

b.         Tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang- undang yang bersangkutan.

         Materi Pasal 11 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI berbunyi :

 "Segala Pendanaan Personel beserta aset patroli instansi terkait dan instansi teknis     yang ditunjuk dalam melaksanakan Patroli bersama dialokasikan pada anggaran badan (Bakamla)"

Materi Pasal 11 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI ini sama sekali tidak ditemukan dalam UU yang bersangkutan yaitu UU 32/2004 tentang Kelautan.

Dengan demikian PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI ini menyimpang dari UU yang bersangkutan. (UU 32/2014 ttg Kelautan)

3.        Kesimpulan.

           Dari uraian diatas terbukti bahwa PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI TIDAK MENJALANKAN UU  UU 32/2004 TTG KELAUTAN SEBAGAIMANA MESTINYA, karena :

a.   UU 32/2014 ttg Kelautan tidak memerintahkan untuk membuat PP 13/2022 ttg         PKK&PHWPWYI.

          b.         PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI menyimpang dari UU 32/2014 ttg Kelautan.

         Mengingat menurut Konstitusi, pasal 5 ayat 2 UUD 45, bahwa Peraturan   Pemerintah itu dibuat oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana  mestinya, aka tetapi yang terjadi adalah Presiden membuat Peraturan Pemerintah tidak untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. Apakah hal ini dapat dibenarkan ??? 

 

16 Maret 2022

LAUT SEMAKIN MEMBARA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PENYELENGGARAAN KEAMANAN, KESELAMATAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DAN WILAYAH YURISDIKSI INDONESIA MELAHIRKAN PREDATOR BARU DI LAUT

Jakarta 16 Maret 2022

Oleh Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto ST, MH

Pada tanggal 11 Maret 2022 telah terbit Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia (PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI), yang mengatur tentang Tugas Bakamla serta ancaman yang ada dilaut.

Terbitnya PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI ini bukannya meyelesaikan masalah selama ini ada dilaut, tapi justru menghasilakan masalah baru yang menghantui para pengusahan dilaut. PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI telah membuat Bakamla sebagai ancaman bagi para pengusaha dilaut. Mari kita telusuri bersama.

 

1.         Tugas dan Penegakan Hukum Bakamla.

            Pada pasal 1 angka 5 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI mengatur bahwa Bakamla adalah lembaga non Kementrian yang bertugas melaksanakan patroli keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia.

Lalu pada pasal 22 ayat 2 mengatur bahwa Penegakan hukum Yang dilaksanakan oleh Bakamla meliputi a. Pengumpulan data dan Informasi, b. Penindakan dan c. Penyerahan hasil penindakan.

Jadi sangat jelas bahwa " Ruang lingkup penegakan hukum oleh Bakamla" HANYA dalam lingkup Pengumpulan InformasiPenindakan dan Penyerahan hasil penindakan.

 

Pertanyaan pertama adalah Informasi apa yang akan dikumpulkan ? Dalam PP ini tidak dijelaskan informasi apa yang harus dikumpulkan. Artinya informasi sesuka hati Bakamla. 

Pertanyaan kedua, apa yang dimaskud dengan penindakan ? Apakah penangkapan atau penembakan ? Tidak jelas juga. Artinya Bakamla dapat melakukan Penindakan sesuka hati mereka misalnya melaukan penembakan. Ini sangat berbahaya.

Pertanyaan ketiga, apa yang dimaksud dengan Penyerahan hasil penindakan ? Untuk pertanyaan ketiga ini di jawab oleh  pasal 24 ayat 2 mengatur bahwa Badan (Bakamla) menyerahkan hasil penindakan ayat 1 kepada instansi yang memiliki kewenangan penyidikan untuk proses hukum lebih lanjut.

Hal ini membuktikan bahwa BAKAMLA BUKAN PENYIDIK serta BUKAN APARAT PENEGAK HUKUM sehingga harus menyerahkan segala hasil tindakannya (yang tidak jelas)  itu kepada instansi yang memiliki kewenangan paenyidikan untuk proses hukum lebih lanjut.

 

Mengingat Bakamla BUKAN PENYIDIK maka sudah pasti Pasal 4 ayat 2 itu TIDAK AKAN TERLAKSANA. 

 

Pasal 4 ayat 2 selengkapnya berbunyi :

 "Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berperan sebagai koordinator kementerian/lembaga pada forum internasional di bidang      keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut sesuai dengan         ketentuan peraturan di bidang hubungan luar negeri,"

 

Hal itu tidak akan terlaksana karena hal-hal sebagai berikut :

Pertama, tidak mungkin Bakamla yang bukan Penyidik lalu akan menjadi KOORDINATOR para PENYIDIK. Sudah pasti para penyidik akan mengabaikannya.

Kedua, tidak mungkin Bakamla yang HARUS MENYERAHKAN PENINDAKANNYA kepada para penyidik akan menjadi KOORDINATOR para penyidik. Ini logika berpikir yang aneh bin ajaib, karena Bakamla yang bukan penyidik tapi mau jadi koordinator para penyidik. Aneh kan ? 

Ketiga, Bakamla BUKAN PENEGAK HUKUM tentunya TIDAK PANTAS UNTUK MEWAKILI PARA PENEGAK HUKUM DI FORA INTERNASIONAL 

Keempat. Materi Pasal 4 ayat 2 ini bertentangan dengan materi Pasal 1 angka 3 dan angka 5 yang membatasi bahwa TUGAS BAKAMLA hanya melaksanakan Pengumpulan Informasi, Penindakan dan Penyerahan hasil tindakan.

Kelima, pada kolom Mengingat dan menimbang hanya tertulis UU 32/2014 tag Kelautan. Artinya yang diatur oleh PP ini hanya Bakamla saja, instansi lain yang tidak diatur oleh UU 32/2014 ttg Kelautan jelas tidak tunduk pada PP ini, sehingga PP ini dapat diabaikan oleh instansi  lainnya.

 

Demikian juga pasal 25 ayat 1 juga TIDAK MUNGKIN TERLAKSANA karena bertentangan dengan KUHAP. Para penyidik dalam melaksanakan proses hukum hanya akan melaksanakan apa yang diatur oleh KUHAP. Dalam KUHAP tidak diatur bahwa bila penyidik tidak menindak lanjuti hasil penindakan oleh Bakamla harus melapoekan kepada Menteri. 

 

Selengkapnya pasal 25 ayat 1 berbunyi :

            "Jika instansi yang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana         dimaksud pada ayat (1) menolak penyerahan dan/ atau tidak   menindaklanjuti hasil penindakan yang dilakukan Badan maka instansi tersebut dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal          penyerahan wajib melapor kepada Menteri disertai alasan hukum," .

 

3.         Pelanggaran Ham oleh Bakamla.

            Korban dari tindakan Bakamla yang tidak jelas itu "dikhawatirkan" tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”. Hal ini disebabkan karena Bakamla yang bukan Penyidik sudah pasti tidak memiliki kompetensi dalam pelaksanaan penegakan hukum. Sehingga Penindakan oleh Bakamla ini merupakan Pelanggaran HAM sebagaimana yang diatur pada angka 6 Pasal 1 UU 39/1999 tentang Pelanggaran HAM. Selengkapnya  angka 6 pasal 1 UU 39/19999 menyatakan bahwa : 

 

 Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja   maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,   menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang        atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak  mendapatkan atau DIKHAWATIRKAN tidak akan memperoleh penyelesaian   hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang   berlaku”.

 

4.         Ancaman yang dihadapi oleh Bakamla.

 

Pasal 8 ayat 4 huruf b mengatur tentang perkiraan ancaman. Pada penjelasannya diatur  bahwa yang dimaksud dengan "ancaman" antara lain adalah pelanggaran wilayah, penangkapan ikan secara ilegal, kejahatan lintas negara yang terorganisir, perompakan bersenjata dan pembajakan, kecelakaan dilaut, terorisme dilaut, kejahatan siber dilaut, pencemaran dilaut dan bencana alam di laut.

 

Ancaman ini perlu didalami lebih jauh lagi yaitu :

 

4.1.      Pelanggaran Wilayah. 

            Undang-udnang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia mengatur bahwa Wilayah Perairan Indonesia terdiri dari Wilayah Laut Teritorial dan Wilayah laut Yurisdiksi.

Dengan demikian yang dimaksud dengan pelanggaran Wilayah adalah Pelanggaran hukum diwilayah laut Teritorial yang penyidiknya adalah Polair sebagaimana yang diatur oleh pasal 6 ayat 1 UU 2/2002 tentang Kepolisian. Selamjutnya Pelanggaran hukum diwilayah laut yurisdiksi yang penyidiknya adalah TNI AL sebagaimana yang diatur oleh pasal 9 huruf b UU 34/2004 ttg TNI.

 

4.2.      Penangkapan ikan secara ilegal.

            Penangkapan ikan secara ilegal pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap UU 45/2009 tentang Perubahan atas UU 31/2004 tentang Perikanan yang penyidiknya adalah PPNS Kementrian Kelautan dan Perikanan, serta TNI AL.

 

4.3.      Kejahatan lintas negara yang terorganisir.

            Kejahatan lintas negara yang terorganisir, pada dasarnya pelanggaran terhadap UU 6/2011 tentang Keimigrasian yang penyidiknya adalah PPNS pada Dirjen Imigrasi.

 

4.4.      Perompakan bersenjata dan pembajakan.

            Perompakan bersenjata dan pembajakan pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap UU 34/2004 tentang TNI yang penyidiknya adalah TNI AL.

 

4.5.      Kecelakaan dilaut.

            Kecelakaan dilaut merupakan bagian dari Keselamatan dan Keamaman Pelayaran sebagaimana yang diatur pada pasal 116 UU 17/2008 ttg Pelayaran dimana penyidiknya adalah TNI AL dan PPNS Dirjen Hubla dhi KPLP.

 

4.6.      Terorisme dilaut.

            Terorisme dilaut merupakan pelanggaran UU 34/2004 tentang TNI dan UU 5/2008 ttg TErorisme dimana penyidiknya adalah TNI AL dan Polair.

 

4.7.      Pencemaran dilaut.

            Pencemaran dilaut merupakan pelanggaran pasal 123 UU 17/2008 ttg Pelayaran dimana penyidiknya adalah TNI AL dan PPNS Dirjen Hubla dhi KPLP.

 

4.8.      Bencana alam dilaut.

            Bencana alam dilaut ini menyangkut keselamatan dan keamanan Pelayaran yang diatur pada pasal 116 UU 17/2008 ttg Pelayaran dimana penyidiknya adalah TNI AL dan PPNS Dirjen Hubla dhi KPLP.

 

Dengan demikian terbukti bahwa ancaman yang ada sekarang SUDAH ADA PENYDIDIKNYA MASING-MASING. Sehingga apa yang akan dilakukan oleh Bakamla sudah tidak dibutuhkan lagi.

 

5.         Kesimpulan.

            Mengalir dari analisa tersebut diatas maka dapat disimpulkan hal-hla sebagai berikut :

 

Pertama, bahwa PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI merupakan penegasan bahwa BAKAMLA BUKAN PENYIDIK.

Kedua, bahwa PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI merupakan penegasan bahwa ancaman pelanggaran hukum dilaut semuanya sudah ada penyidiknya, sehingga sebetulnya BAKAMLA SUDAH TIDAK DIPERLUKAN LAGI. Keberadaan Bakamla hanya merupakan pemborosan keuangan negara.

Ketiga bahwa PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI merupakan penegasan bahwa Bakamla merupakan ancaman nyata para pengusaha kapal dilaut karena dapat melakukan penindakan sesuka hati, walaupun tidankan itu bertentangan dengan KUHAP.

Keempat bahwa PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI sama sekali tidak mengatur Bakamla menjadi Indonesia Coast Guard, sehingga identitas Indonesia Coast Guard yang tertulis pada Kapal-kapal Bakamla adalah Identitas palsu.

Kelima bahwa PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI akan menyebabkan harga barang menjadi  semakin mahal, karena asuransi muatan kapal akan meningkat, akibat dari kemungkinan adanya tindakan sesuka hati yang dapat dilakukan oleh Bakamla. Akibatnya seluruh rakyat Indonesia menjadi semakin menderita karena harus membeli barang dengan harga yang lebih mahal.

Keenam bahwa pelaksanaan PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI dapat mengakibatkan pelanggaran HAM oleh Bakamla. 

Ketujuh, PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI membuktikan bahwa status Bakamla, tidak jelas militer bukan, penegak hukum pun bukan.