13 Februari 2025

Pernyataan Aan Kurnia dan Dr. Adrianus T. Luhukay sebagai Pembohongan Publik: Evaluasi Hukum dan Implikasinya

Pernyataan Aan Kurnia dan Dr. Adrianus T. Luhukay sebagai Pembohongan Publik: Evaluasi Hukum dan Implikasinya


Jakarta 13 Februari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)


Berdasarkan berita yang dipublikasikan di situs resmi Bakamla Salatigahttps://bakamlasalatiga.id/2025/02/peran-bakamla-dalam-meningkatkan-keamanan-maritim-indonesia/Pernyataan Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Aan Kurnia, dan pakar keamanan maritim, Dr. Adrianus T. Luhukay, yang menyebutkan bahwa Bakamla memiliki peran utama dalam menjaga keamanan maritim, menangani pencurian ikan, penyelundupan barang, bahkan hingga menghadapi ancaman terorisme di laut, tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan dapat dikategorikan sebagai pembohongan publik (misleading information). Lebih jauh lagi, pernyataan ini berpotensi menyesatkan masyarakat, pengambil kebijakan, serta menyebabkan kebijakan yang tidak tepat dalam pengelolaan keamanan maritim di Indonesia.

Sebagai pejabat publik dan akademisi, Aan Kurnia dan Dr. Adrianus T. Luhukay memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menyampaikan informasi yang benar kepada publik. Oleh karena itu, mereka sebaiknya meminta maaf secara terbuka atas kesalahan tersebut sebelum ada pihak yang membawa permasalahan ini ke ranah hukum.


1. Dasar Hukum Pembohongan Publik dan Informasi Menyesatkan

Ada beberapa dasar hukum yang dapat digunakan untuk mengkategorikan pernyataan tersebut sebagai pembohongan publik atau penyebaran informasi yang menyesatkan, antara lain:

A. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana."

  • Dalam konteks ini, jika informasi yang diberikan oleh Aan Kurnia dan Luhukay mengarah pada kebijakan yang salah dalam pengelolaan keamanan maritim, maka dapat dikategorikan sebagai penyebaran berita bohong yang merugikan negara dan masyarakat.


B. Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

  • Pasal 14 Ayat (1):

“Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”

  • Pasal 15:

"Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun."

Dalam kasus ini, pernyataan bahwa Bakamla memiliki peran utama dalam keamanan maritim dan menegakkan hukum di laut merupakan informasi yang berlebihan, tidak lengkap, dan bertentangan dengan hukum yang berlaku. Jika informasi ini diterima oleh masyarakat sebagai kebenaran, maka bisa menimbulkan kebingungan dalam kebijakan keamanan maritim serta mengancam stabilitas penegakan hukum di laut.


C. Pasal 55 dan 56 KUHP: Penyertaan dalam Tindak Pidana

Jika akibat dari pernyataan ini menyebabkan kebijakan yang salah atau penyalahgunaan kewenangan dalam instansi pemerintah, maka peran mereka dalam menyebarkan informasi yang salah bisa dikategorikan sebagai penyertaan dalam tindak pidana penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran hukum lainnya.


2. Mengapa Pernyataan Mereka Termasuk Pembohongan Publik?

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang KelautanBakamla hanya bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan, bukan sebagai penegak hukum utama di laut. Pernyataan yang menempatkan Bakamla seolah-olah sebagai lembaga utama dalam penegakan hukum di laut bertentangan dengan UU yang berlaku dan dapat dianggap sebagai upaya untuk mendistorsi fakta hukum.

Fakta hukum yang bertentangan dengan pernyataan mereka adalah sebagai berikut:

  1. Bakamla bukan lembaga penyidik dan tidak memiliki kewenangan penindakan hukum, sebagaimana diatur dalam:
    • Pasal 61 UU 32/2014, yang hanya memberikan wewenang kepada Bakamla untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan.
    • Pasal 62 huruf c UU 32/2014, yang menyebutkan Bakamla dapat melakukan penindakan hukum, tetapi karena Bakamla bukan penyidik, maka ia tidak berwenang menangkap, menyita, atau memproses hukum pelanggaran yang ditemukan di laut.
  2. Seluruh aspek keamanan laut sudah memiliki instansi yang lebih berwenang, termasuk:
    • Bea Cukai untuk penyelundupan barang (UU No. 17 Tahun 2006).
    • Imigrasi dan Polairud untuk penyelundupan manusia (UU No. 6 Tahun 2011 dan UU No. 2 Tahun 2002).
    • TNI AL, Polri, KKP, dan KPLP untuk keamanan maritim secara umum (UU No. 34 Tahun 2004, UU No. 2 Tahun 2002, UU No. 45 Tahun 2009, dan UU No. 17 Tahun 2008).

Karena semua tugas keamanan maritim sudah terbagi dengan jelas kepada instansi lainklaim bahwa Bakamla memiliki peran utama adalah tidak benar dan menyesatkan.


3. Solusi: Sebaiknya Aan Kurnia dan Luhukay Segera Meminta Maaf

Daripada mempertahankan klaim yang salah, Laksamana Madya Aan Kurnia dan Dr. Adrianus T. Luhukay sebaiknya meminta maaf secara terbuka atas pernyataan yang mereka buat di situs Bakamla Salatiga. Hal ini penting dilakukan untuk:

  1. Mencegah kesalahpahaman di masyarakat dan di kalangan pembuat kebijakan.
  2. Menghindari potensi gugatan hukum atau tuntutan pidana akibat penyebaran informasi yang tidak benar.
  3. Menjaga kredibilitas mereka sebagai pejabat publik dan akademisi.

Jika mereka tetap mempertahankan klaim yang bertentangan dengan UU 32/2014, maka ada kemungkinan pihak lain akan membawa kasus ini ke pengadilan dengan dasar hukum penyebaran berita bohong atau informasi yang menyesatkan.


4. Kesimpulan: Pembohongan Publik Harus Dihindari

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan beberapa dasar hukum lainnya, pernyataan yang disampaikan oleh Aan Kurnia dan Dr. Adrianus T. Luhukay dalam berita di situs Bakamla Salatiga dapat dikategorikan sebagai pembohongan publik.

Jika tidak segera diluruskan, pernyataan ini bisa menyesatkan masyarakat, menyebabkan kebijakan yang salah dalam keamanan maritim, dan bahkan bisa berujung pada konsekuensi hukum bagi mereka yang menyebarkan informasi ini.

Oleh karena itu:

  • Laksamana Madya Aan Kurnia dan Dr. Adrianus T. Luhukay sebaiknya meminta maaf dan mengoreksi pernyataan mereka secara terbuka.
  • Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan keamanan maritim tetap didasarkan pada UU yang berlaku, bukan pada opini yang salah dari pejabat atau akademisi.
  • Jika tidak ada klarifikasi, pihak yang merasa dirugikan oleh informasi ini dapat membawa kasus ini ke ranah hukum atas dasar penyebaran berita bohong dan menyesatkan.

Masyarakat dan pemangku kebijakan harus mengacu pada regulasi yang sah dalam memahami peran Bakamla, agar tidak terjebak dalam narasi yang bertentangan dengan hukum.

*)KABAIS TNI 2011-2013

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar