16 Februari 2025

Revisi UU Advokat: Menjaga Independensi Advokat dari Penyalahgunaan Wewenang Pengadilan

Revisi UU Advokat: Menjaga Independensi Advokat dari Penyalahgunaan Wewenang Pengadilan

Jakarta 16 Februari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB


Kasus Razman Arif Nasution telah menunjukkan bahwa saat ini ada kekosongan hukum dalam UU Advokat yang memungkinkan pengadilan bertindak di luar kewenangannya dengan mencabut atau membekukan Berita Acara Sumpah (BAS) advokat tanpa mekanisme yang jelas. Ini menciptakan ancaman serius bagi independensi advokatdan harus segera diperbaiki melalui revisi Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.


1. Kekosongan Hukum yang Membahayakan Advokat

Dalam UU Advokat yang berlaku saat ini, pengadilan hanya berwenang mengambil sumpah advokat, tetapi tidak ada satu pun ketentuan yang mengatur kewenangan pengadilan untuk mencabut, membekukan, atau membatalkan BAS advokat. Namun, dalam kasus Razman, Pengadilan Tinggi Ambon menggunakan asas contrarius actus untuk membenarkan pembekuan BAS tanpa dasar hukum eksplisit.

Dampak dari kekosongan hukum ini adalah:

  • Pengadilan bisa bertindak secara sepihak terhadap advokat, mencabut atau membekukan BAS tanpa ada mekanisme yang jelas.
  • Advokat menjadi tidak independen, karena setiap saat BAS mereka bisa dicabut hanya karena dianggap "mengganggu" atau "membuat gaduh" di persidangan.
  • Organisasi advokat kehilangan otoritasnya, padahal merekalah yang memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi dan menegakkan kode etik advokat.

Jika ini terus dibiarkan, advokat di Indonesia tidak lagi memiliki jaminan kepastian hukum dalam menjalankan profesinya. Setiap advokat yang dianggap terlalu kritis bisa menjadi target pembekuan BAS tanpa proses yang transparan.


2. Pengadilan Tidak Boleh Mencabut atau Membekukan BAS Tanpa Permintaan Organisasi Advokat

Sebagaimana advokat disumpah atas permintaan organisasi advokat, maka pencabutan, pembekuan, atau penghilangan BAS oleh pengadilan hanya dapat dilakukan atas permintaan organisasi advokat.


Ini adalah prinsip yang harus ada tertulis dalam UU Advokat untuk menjaga independensi advokat dan menghindari penyalahgunaan kewenangan oleh pengadilan. Jika tidak diatur, pengadilan akan memiliki kekuasaan penuh untuk "menghapus" advokat dari profesinya tanpa batasan yang jelas.


Revisi UU Advokat harus memastikan bahwa:

  • Pengadilan tidak memiliki kewenangan mencabut atau membekukan BAS secara sepihak.
  • Pengadilan hanya dapat mencabut atau membekukan BAS atas permintaan secara tertulis dari organisasi Advokat. Pengadilan tidak dapat bertindak secara sepihak.
  • Hanya organisasi advokat yang berwenang menilai apakah seorang advokat masih layak menjalankan profesinya atau tidak.
  • Jika seorang advokat terbukti melanggar kode etik, maka organisasi advokat yang harus memprosesnya dan jika perlu meminta pengadilan untuk mencabut BAS.
  • Advokat harus diberikan hak untuk membela diri sebelum ada keputusan pencabutan atau pembekuan BAS.


Dengan aturan ini, hak advokat untuk menjalankan profesinya tetap terjamin, dan tidak ada lagi penyalahgunaan kewenangan oleh pengadilan yang dapat mencabut BAS tanpa mekanisme yang jelas.


3. Jika Tidak Direvisi, Advokat Akan Selalu dalam Ancaman

Tanpa revisi UU Advokat, maka kasus seperti Razman bisa terus terjadi. Akibatnya:

  • Advokat akan takut membela kliennya secara kritis, karena bisa kehilangan BAS kapan saja.
  • Organisasi advokat kehilangan peran dan otoritasnya sebagai pengawas profesi advokat.
  • Pengadilan bisa menggunakan alasan yang subjektif untuk mencabut atau membekukan BAS tanpa kontrol yang jelas.

Jika hal ini terus terjadi, independensi advokat akan hancur, dan keadilan di Indonesia tidak lagi memiliki penegak hukum yang bebas dari tekanan penguasa.


4. Kesimpulan: Revisi UU Advokat adalah Solusi

Kasus Razman Arif Nasution menunjukkan bahwa UU Advokat harus segera direvisi untuk mengatur bahwa pencabutan, pembekuan, atau penghilangan BAS advokat hanya boleh dilakukan oleh pengadilan atas permintaan organisasi advokat.

Tanpa revisi ini:

  1. Advokat akan terus berada dalam ancaman kehilangan BAS tanpa prosedur yang jelas.
  2. Pengadilan bisa bertindak sewenang-wenang tanpa batasan hukum yang ketat.
  3. Organisasi advokat tidak lagi memiliki kendali atas anggotanya sendiri.


Oleh karena itu, organisasi Advokad harus segera mengusulkan kepada pemerintah dan DPR agar melakukan revisi UU Advokat untuk menjamin independensi advokat dan melindungi profesi ini dari intervensi yang dapat merusak sistem hukum di Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar