Laporan IOJI: Berbahaya Karena Hanya Berdasarkan Asumsi, Bisa Menyesatkan Kebijakan Pemerintah
Jakarta 20 Februari 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
Laporan yang diterbitkan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) untuk periode Juni hingga Oktober 2024 mengenai keamanan maritim Indonesia tampaknya lebih didasarkan pada asumsi daripada fakta hukum yang jelas. Laporan ini menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kapal asing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, tetapi gagal membedakan antara hak-hak yang diberikan oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dan dugaan pelanggaran yang benar-benar terbukti. Jika laporan ini dijadikan dasar bagi kebijakan pemerintah, maka keputusan yang diambil berpotensi salah arah dan dapat merugikan kepentingan nasional Indonesia.
Kelemahan Utama Laporan IOJI
1. Berasumsi bahwa Kehadiran Kapal Asing di ZEE Adalah Ilegal
Laporan IOJI menyebutkan kehadiran kapal ikan asing (KIA) dari Vietnam dan Tiongkok sebagai ancaman terhadap keamanan maritim Indonesia. Namun, laporan ini tidak menyajikan bukti konkret bahwa kapal-kapal tersebut benar-benar melakukan pelanggaran hukum.
Menurut Pasal 58 UNCLOS, ZEE adalah kawasan di mana negara pantai memiliki hak berdaulat atas eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga harus menghormati kebebasan navigasi bagi kapal asing. Artinya, keberadaan kapal asing di ZEE tidak otomatis ilegal, kecuali terbukti bahwa mereka menangkap ikan secara ilegal atau melakukan eksploitasi sumber daya tanpa izin.
Dalam laporan IOJI, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kapal-kapal yang disebutkan memang melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal. Tanpa bukti konkret, pernyataan bahwa kapal-kapal ini melanggar hukum hanyalah asumsi belaka dan tidak dapat dijadikan dasar untuk tindakan hukum atau kebijakan negara.
2. Tidak Ada Fakta Pelanggaran Hukum atau Putusan Pengadilan
Ancaman-ancaman yang disebutkan dalam laporan IOJI, seperti dugaan praktik penangkapan ikan ilegal oleh kapal ikan asing (KIA), implementasi yang kurang optimal dari Port State Measures Agreement (PSMA), pelintasan kapal riset asing di wilayah perairan Indonesia, dan keberadaan kapal China Coast Guard di Laut Natuna Utara (LNU), tidak didukung oleh fakta hukum yang jelas.
Tidak disebutkan adanya fakta pelanggaran hukum yang telah ditetapkan oleh pengadilan atau putusan resmi dari otoritas berwenang. Hal ini menunjukkan bahwa laporan tersebut hanya berdasarkan asumsi dan bukan pada data hukum yang valid. Menyebut suatu tindakan sebagai ancaman tanpa adanya keputusan hukum dapat menyesatkan opini publik dan mempengaruhi kebijakan secara negatif.
3. Salah Kaprah dalam Memahami Hak Navigasi di ZEE
Laporan ini juga menyebutkan keberadaan kapal riset asing dan kapal penjaga pantai Tiongkok (China Coast Guard/CCG) di ZEE Indonesia sebagai ancaman. Namun, menurut UNCLOS, kapal-kapal asing berhak untuk melintas di ZEE dalam koridor navigasi yang sah. Hal ini merupakan prinsip freedom of navigation, yang diakui dalam hukum laut internasional.
Selama kapal asing tidak melakukan aktivitas yang mengganggu hak berdaulat Indonesia, keberadaan mereka di ZEE tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum. Oleh karena itu, menyebut kapal penjaga pantai Tiongkok sebagai ancaman hanya karena keberadaannya di wilayah ini adalah kesimpulan yang gegabah dan dapat menyesatkan kebijakan negara.
4. Mengaitkan PSMA dengan Navigasi di ZEE Secara Tidak Tepat
Laporan IOJI juga mengkritik implementasi Port State Measures Agreement (PSMA) di Indonesia. Namun, PSMA tidak ada hubungannya dengan hak navigasi di ZEE. PSMA hanya berlaku di pelabuhan dan berfungsi sebagai instrumen untuk mencegah kapal yang terlibat dalam IUU fishing (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing) masuk ke pelabuhan Indonesia.
Laporan ini tidak menunjukkan bukti konkret mengenai pelanggaran PSMA di pelabuhan Indonesia, tetapi hanya menyatakan bahwa implementasinya kurang optimal. Jika tidak ada fakta spesifik mengenai pelanggaran atau kegagalan dalam penerapan PSMA, maka klaim tersebut hanya bersifat asumtif dan dapat menyesatkan kebijakan pemerintah.
Dengan demikian, menghubungkan PSMA dengan aktivitas kapal asing di ZEE adalah kesalahan analisis yang dapat menyesatkan pemahaman publik dan pembuat kebijakan.
Dampak Berbahaya dari Laporan yang Berdasarkan Asumsi
Jika laporan IOJI ini dijadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan, ada beberapa risiko serius yang dapat terjadi:
- Salah Langkah dalam Penegakan Hukum
- Jika pemerintah bertindak berdasarkan asumsi tanpa bukti konkret, kapal asing yang sebenarnya tidak melanggar hukum bisa menjadi target tindakan yang tidak tepat. Ini dapat memicu ketegangan diplomatik yang tidak perlu.
- Mengabaikan Prinsip Hukum Internasional
- Jika Indonesia menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan UNCLOS, maka negara-negara lain dapat memprotes tindakan tersebut dan bahkan menggugatnya di forum internasional.
- Meningkatkan Ketegangan di Perairan Sengketa
- Menyebarluaskan narasi bahwa semua kapal asing di ZEE adalah ancaman dapat memperburuk hubungan dengan negara-negara tetangga dan memperbesar risiko konflik di laut.
Rekomendasi untuk Pemerintah
- Menggunakan Pendekatan Berbasis Bukti
- Sebelum mengambil tindakan terhadap kapal asing, harus ada bukti konkret bahwa mereka benar-benar melanggar hukum. Ini bisa berupa rekaman satelit, dokumentasi aktivitas ilegal, atau laporan investigasi yang terverifikasi.
- Mengacu pada UNCLOS sebagai Acuan Utama
- Kebijakan maritim Indonesia harus tetap sejalan dengan hukum internasional, khususnya UNCLOS, untuk menjaga kredibilitas di mata dunia.
- Menghindari Retorika yang Tidak Berdasar
- Pemerintah sebaiknya tidak menjadikan laporan berbasis asumsi sebagai dasar kebijakan, terutama dalam isu yang berkaitan dengan keamanan maritim dan hubungan internasional.
Kesimpulan
Laporan IOJI berisiko menyesatkan kebijakan negara karena hanya berdasarkan asumsi tanpa bukti hukum yang kuat. Dengan memahami prinsip hukum laut internasional, khususnya UNCLOS, Indonesia dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menjaga kedaulatan maritim tanpa melanggar hak-hak negara lain. Pemerintah harus berhati-hati dalam menanggapi laporan semacam ini agar tidak salah langkah dalam kebijakan maritim yang strategis bagi kepentingan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar