Dampak Ketundukan Undang-Undang Perikanan terhadap Undang-Undang Pelayaran dalam Aspek Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
Jakarta 14 Februari 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv. Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
Pendahuluan
Dasar hukum dari ketundukan Undang-Undang Perikanan terhadap Undang-Undang Pelayaran adalah Penjelasan UU No. 17 Tahun 2008 dan UU No. 66 Tahun 2023 yang merupakan perubahan dari UU No. 17 Tahun 2008, yang berbunyi: "Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Pelayaran ini, berbagai ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pelayaran, antara lain ... sepanjang menyangkut aspek keselamatan dan keamanan pelayaran tunduk pada pengaturan Undang-Undang tentang Pelayaran ini." Keselamatan dan keamanan pelayaran merupakan aspek krusial dalam pengelolaan transportasi laut, termasuk dalam sektor perikanan. Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Pelayaran, berbagai peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pelayaran, termasuk Undang-Undang Perikanan (UU No. 31 Tahun 2004), harus menyesuaikan diri dalam aspek keselamatan dan keamanan pelayaran. Artikel ini membahas implikasi dari ketundukan UU Perikanan terhadap UU Pelayaran, serta dampaknya bagi pemilik kapal perikanan, awak kapal, dan regulator maritim.
Kedudukan UU Pelayaran sebagai Aturan Utama dalam Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
Dalam sistem hukum Indonesia, UU Pelayaran memiliki kewenangan utama dalam mengatur aspek keselamatan dan keamanan pelayaran. Hal ini berarti bahwa setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia, termasuk kapal perikanan, harus mematuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan oleh UU Pelayaran dan peraturan turunannya.
Ketundukan UU Perikanan terhadap UU Pelayaran dalam aspek ini berdampak pada harmonisasi regulasi antara kedua undang-undang. Dalam praktiknya, aturan keselamatan kapal yang terdapat dalam UU Perikanan harus disesuaikan dengan UU Pelayaran, dan jika terjadi pertentangan antara keduanya, maka UU Pelayaran yang akan berlaku.
Dampak terhadap Kapal Perikanan dan Pemiliknya
Sebagai konsekuensi dari ketundukan ini, pemilik dan operator kapal perikanan harus memastikan bahwa kapal mereka memenuhi persyaratan keselamatan pelayaran sebagaimana ditetapkan dalam UU Pelayaran. Dampak yang paling nyata meliputi:
- Standarisasi Keselamatan Kapal
- Kapal perikanan wajib memenuhi standar konstruksi, peralatan keselamatan, dan sistem navigasi sebagaimana diatur dalam UU Pelayaran.
- Kelayakan kapal untuk berlayar harus diverifikasi melalui sertifikasi dari otoritas pelayaran.
- Sertifikasi dan Kompetensi Awak Kapal
- Awak kapal perikanan wajib memiliki sertifikasi keselamatan dan keterampilan pelayaran yang diakui oleh otoritas maritim.
- Pelatihan dan sertifikasi keselamatan menjadi kewajiban bagi setiap nelayan yang bekerja di kapal perikanan.
- Inspeksi dan Pengawasan oleh Otoritas Pelayaran
- Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan inspeksi terhadap kapal perikanan guna memastikan kepatuhan terhadap UU Pelayaran.
- Pelanggaran terhadap standar keselamatan dan keamanan dapat berujung pada sanksi administratif maupun pidana bagi pemilik dan operator kapal.
Implikasi bagi Regulasi dan Penegakan Hukum
- Harmonisasi Regulasi
- Peraturan turunan dari UU Perikanan, khususnya yang menyangkut keselamatan dan keamanan pelayaran, harus selaras dengan peraturan di bawah UU Pelayaran.
- Jika terdapat ketidaksesuaian dalam peraturan pelaksanaan, maka pemerintah harus menyesuaikannya agar tidak bertentangan dengan UU Pelayaran.
- Peran Otoritas Maritim dalam Penegakan Hukum
- Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008, Sahbandar merupakan pejabat otoritas pelayaran yang bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan pelayaran, sehingga harus berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan.
- Pembentukan Sahbandar Perikanan yang tidak tunduk pada aturan UU Pelayaran merupakan pelanggaran hukum, karena hanya Kementerian Perhubungan yang berwenang dalam pengelolaan dan pengawasan Sahbandar.
- Kesyahbandaran dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) berhak untuk mengawasi kapal perikanan dalam aspek keselamatan pelayaran.
- Jika ditemukan pelanggaran, otoritas pelayaran berhak menindak kapal perikanan, termasuk pencabutan izin operasi atau penahanan kapal. Ketundukan UU Perikanan terhadap UU Pelayaran juga berdampak pada pengaturan hukum dan kewenangan berbagai lembaga terkait, di antaranya:
- Harmonisasi Regulasi
- Peraturan turunan dari UU Perikanan, khususnya yang menyangkut keselamatan dan keamanan pelayaran, harus selaras dengan peraturan di bawah UU Pelayaran.
- Jika terdapat ketidaksesuaian dalam peraturan pelaksanaan, maka pemerintah harus menyesuaikannya agar tidak bertentangan dengan UU Pelayaran.
- Peran Otoritas Maritim dalam Penegakan Hukum
- Kesyahbandaran dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) berhak untuk mengawasi kapal perikanan dalam aspek keselamatan pelayaran.
- Jika ditemukan pelanggaran, otoritas pelayaran berhak menindak kapal perikanan, termasuk pencabutan izin operasi atau penahanan kapal.
- Tanggung Jawab Kapten dan Operator Kapal Perikanan
- Kapten dan operator kapal perikanan bertanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan yang ditetapkan dalam UU Pelayaran.
- Kegagalan dalam memenuhi standar keselamatan dapat berakibat pada sanksi administratif dan pidana.
Kesimpulan
Ketundukan UU Perikanan terhadap UU Pelayaran dalam aspek keselamatan dan keamanan pelayaran memberikan dampak yang luas terhadap industri perikanan, mulai dari pemilik kapal hingga regulator maritim. Harmonisasi regulasi dan penegakan hukum yang efektif diperlukan untuk memastikan bahwa keselamatan pelayaran di sektor perikanan tetap terjaga. Oleh karena itu, pemilik kapal perikanan harus mematuhi standar keselamatan yang lebih ketat sebagaimana diatur dalam UU Pelayaran, sementara pemerintah perlu terus menyelaraskan peraturan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam implementasinya.
Dengan demikian, keberlanjutan industri perikanan dapat terjaga tanpa mengorbankan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran yang menjadi prioritas utama dalam regulasi maritim di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar