23 Februari 2025

KEWENANGAN ADVOKAT DALAM PENGUMPULAN BUKTI TAMBAHAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

KEWENANGAN ADVOKAT DALAM PENGUMPULAN BUKTI TAMBAHAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

Jakartai 23 Februari 2025

Oleh: Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem peradilan pidana di Indonesia menempatkan advokat sebagai penasihat hukum yang berperan dalam memberikan pembelaan kepada tersangka atau terdakwa. Namun, dalam praktiknya, advokat sering mengalami keterbatasan dalam melakukan pembelaan karena terbatasnya akses terhadap alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik.

Saat ini, KUHAP tidak memberikan advokat kewenangan untuk melakukan pengumpulan bukti secara formal. Hal ini berbeda dengan beberapa sistem hukum lain, seperti di Amerika Serikat di mana advokat dapat menggunakan jasa private investigator, atau di Prancis di mana hakim investigatif (juge d’instruction) dapat meminta penyelidikan tambahan.

Oleh karena itu, mengingat saat ini KUHAP sedang direvisi, maka perlu adanya pengaturan dalam KUHAP yang memberikan advokat kewenangan untuk mengumpulkan bukti tambahan yang dapat diajukan kepada Jaksa atau Hakim, guna memastikan prinsip equality of arms antara negara dan tersangka dalam proses peradilan pidana.

II. PERMASALAHAN

  1. Bagaimana konsep kewenangan advokat dalam pengumpulan bukti tambahan dapat diterapkan dalam sistem hukum Indonesia?
  2. Bagaimana batasan kewenangan advokat dalam pengumpulan bukti tambahan agar tidak bertentangan dengan peran penyidik negara?
  3. Bagaimana rumusan pasal yang dapat dimasukkan dalam KUHAP untuk mengakomodasi peran advokat dalam pengumpulan bukti tambahan?

III. LANDASAN HUKUM DAN TEORI

3.1 Landasan Hukum

A. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

Advokat telah diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang memberikan hak dan kewajiban kepada advokat dalam menjalankan profesinya. Beberapa hak utama advokat dalam hukum pidana antara lain:

  • Pasal 5 ayat (1): Advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
  • Pasal 16: Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan..
  • Pasal 17: Dalam menjalankan profesinya Advokat berhak mendapatkan informasi, data dan dokumennya baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Namun, UU Advokat tidak memberikan kewenangan eksplisit kepada advokat untuk mengumpulkan alat bukti tambahan dalam pembelaan kliennya. Itulah sebabnya  peran ini perlu diperjelas dalam KUHAP.

B. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

KUHAP menempatkan advokat sebagai penasihat hukum bagi tersangka/terdakwa dengan hak untuk melakukan pembelaan, sebagaimana diatur dalam:

  • Pasal 54 KUHAP: Hak tersangka untuk didampingi penasihat hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan.
  • Pasal 55 KUHAP: Hak tersangka untuk memilih penasihat hukumnya 
  • Pasal 57 KUHAP: Hak tersangka untuk menghubungi penasihat hukumnya.

Namun, KUHAP tidak secara eksplisit mengatur hak advokat untuk mengumpulkan bukti tambahan, sehingga diperlukan perubahan yang mengakomodasi peran ini agar prinsip fair trial dan keseimbangan dalam peradilan pidana dapat terwujud.

3.2 Teori Keseimbangan dalam Peradilan Pidana

Menurut teori keseimbangan dalam peradilan pidana, hukum pidana harus memberikan hak yang seimbang antara negara sebagai penegak hukum dan individu sebagai pihak yang dituntut. Prinsip ini dikenal dalam hukum internasional sebagai equality of arms, yang berarti kedua belah pihak harus memiliki kesempatan yang sama dalam pembuktian.

Namun, dalam sistem hukum Indonesia, negara memiliki keunggulan dalam pembuktian karena penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh lembaga negara (Polri dan Kejaksaan), sementara advokat hanya memiliki peran pembelaan tanpa kewenangan investigasi yang memadai.

3.3 Asas Fair Trial dalam Hukum Pidana

Konsep fair trial (peradilan yang adil) mengacu pada hak setiap individu untuk mendapatkan persidangan yang imparsial dan seimbang. Dalam sistem hukum modern, hak untuk mengumpulkan dan mengajukan bukti bukan hanya hak negara, tetapi juga hak tersangka melalui penasihat hukumnya.

Penguatan kewenangan advokat dalam pengumpulan bukti tambahan merupakan bagian dari upaya memperkuat fair trial dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

IV. KONSEP PENGUMPULAN BUKTI TAMBAHAN OLEH ADVOKAT

4.1 Definisi Pengumpulan Bukti Tambahan oleh Advokat

Pengumpulan bukti tambahan adalah proses pengumpulan alat bukti yang dilakukan oleh advokat secara mandiri atau melalui pihak ketiga yang sah untuk membela kepentingan hukum kliennya dalam perkara pidana.

4.2 Bentuk Pengumpulan Bukti yang Dapat Dilakukan Advokat

  1. Mewawancarai saksi atau ahli yang tidak diperiksa oleh penyidik.
  2. Mengajukan permohonan pemeriksaan ulang terhadap barang bukti atau tempat kejadian perkara.
  3. Mengumpulkan dokumen, rekaman, atau bukti elektronik yang mendukung pembelaan kliennya.
  4. Mengajukan bukti tambahan kepada Jaksa sebelum persidangan dimulai atau kepada Hakim dalam tahap persidangan.

4.3 Batasan Kewenangan Advokat dalam Pengumpulan Bukti

  • Advokat tidak boleh melakukan upaya paksa, seperti penggeledahan atau penyitaan yang merupakan kewenangan penyidik negara.
  • Advokat tidak boleh menghalangi proses penyidikan yang sedang berlangsung.
  • Advokat harus melaporkan setiap bukti yang ditemukan kepada penyidik atau Jaksa untuk diverifikasi.

V. RUMUSAN PASAL UNTUK DIMASUKKAN KE DALAM RUU KUHAP

Pasal Usulan: Kewenangan Advokat dalam Pengumpulan Bukti Tambahan

Pasal X
(1) Advokat yang telah ditunjuk sebagai penasihat hukum tersangka berhak mengumpulkan alat bukti tambahan yang dapat digunakan dalam pembelaan di pengadilan.
(2) Alat bukti tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa keterangan saksi, dokumen, rekaman, atau alat bukti elektronik lainnya.
(3) Advokat dapat mengajukan permohonan kepada Hakim untuk dilakukan pemeriksaan tambahan terhadap bukti yang ditemukan.
(4) Advokat dilarang melakukan upaya paksa dalam bentuk apa pun, termasuk penyitaan, penggeledahan, dan penahanan saksi.
(5) Bukti yang diperoleh advokat wajib disampaikan kepada Jaksa atau Hakim dalam tahap praperadilan atau persidangan.

VI. MANFAAT PENYUSUNAN PASAL INI

  1. Menjamin keseimbangan antara penyidik negara dan pembela tersangka dalam pembuktian perkara pidana.
  2. Mengurangi ketergantungan advokat terhadap hasil penyidikan yang dilakukan oleh negara.
  3. Meningkatkan efektivitas fair trial dan menjamin hak tersangka untuk mendapatkan pembelaan yang optimal.
  4. Mencegah penyalahgunaan wewenang oleh advokat dengan memberikan batasan yang jelas dalam pengumpulan bukti.

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

  • Saat ini, KUHAP belum memberikan kewenangan kepada advokat untuk mengumpulkan bukti secara mandiri.
  • Konsep pengumpulan bukti tambahan oleh advokat bertujuan untuk memperkuat prinsip fair trial dan equality of arms dalam sistem hukum pidana.
  • Perubahan KUHAP yang mengakomodasi kewenangan advokat dalam pengumpulan bukti tambahan akan meningkatkan keadilan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
  • KUHAP harus diperbarui agar advokat memiliki hak untuk mengumpulkan bukti tambahan guna memperkuat prinsip fair trial.
  • Pengumpulan bukti oleh advokat menjadi pelengkap dan penyeimbang penyidik negara.
  • Mengingat saat ini KUHAP sedang direvisi, maka Pasal khusus dalam KUHAP yang mengatur mekanisme pengumpulan bukti oleh advokat agar hukum acara pidana lebih adil dan efektif dapat di usulkan untuk dimasukan dalam RUU KUHAP

Penutup

Makalah ini bertujuan untuk memberikan solusi terhadap ketidakseimbangan dalam sistem pembuktian pidana di IndonesiaDengan memberikan advokat kewenangan untuk mengumpulkan bukti tambahan, sistem peradilan pidana dapat menjadi lebih adil, transparan, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.

Makalah ini juga diharapkan dapat menjadi dasar agar supaya kewenangan Advokat dalam pengumpulan bukti tambahan dapat dimasukan dalam perubahan KUHAP yang sedang dilakukan sekarang demi menciptakan peradilan pidana yang lebih berimbang dan adil bagi semua pihak.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

  • Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
  • Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
  • Konvensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia dan Fair Trial.
  • Fuller, Lon L. The Morality of Law.
  • Pound, Roscoe. Jurisprudence.
  • Putusan Mahkamah Konstitusi RI tentang Hak Advokat dalam Pembelaan Perkara Pidana.

*)Kabais TNI 2011-2013

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar