22 Juni 2014

Pengadilan HAM bagi Pelaku Operasi Intelijen yang Gagal: Kasus Prabowo



Ringkasan
Gagalnya suatu operasi intelijen dapat berbuntut sangat panjang bagi para pelakunya, baik itu agen handler maupun agennya sendiri. Oleh karenanya, kasus yang menimpa Prabowo Subianto hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap pelaku operasi intelijen. Doktrin operasi intelijen mutlak untuk dilaksanakan tanpa pengecualian. Bila terjadi kegagalan operasi intelijen, tuduhan sebagai pelanggar HAM berat sudah menunggu, dan pintu pengadilan HAM terbuka lebar, karena tidak ada alasan pembenaran bagi para pelakunya.

JAKARTA, 22 Juni 2014. Tahun 1998, terdengar berita, Letjen TNI Prabowo Subianto diberhentikan dari dinas militer. Dikabarkan bahwa beliau diberhentikan karena diduga terlibat dalam penculikan aktifis, dimana beberapa orang dari yang diculik itu dikembalikan, dan masih ada lagi 13 orang aktifis yang belum diketahui rimbanya.

Sekarang, tahun 2014, dikejutkan dengan beredarnya Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merupakan dasar pemberhentian Letjen Prabowo Subianto dari dinas militer. Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari dinas militer adalah titik d yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

15 Juni 2014

Implikasi Hukum Surat Rekomendasi DKP bagi Prabowo Subianto dan Tim DKP

Ringkasan:
Membela diri di pengadilan HAM adalah satu-satunya jalan bagi Prabowo untuk membersihkan namanya dari tuduhan sebagai pelanggar HAM. Apabila hal ini tidak dilakukannya, maka ia akan terus tersandera oleh predikat pelanggara HAM yang akan terus menempel di namanya. Akan sangat disayangkan apabila ia terpilih sebagai presiden nantinya, predikat pelanggar HAM masih akan terus ikut besertanya, dan kita rakyat Indonesia juga nantinya akan menanggung malu.

JAKARTA, 15 Juni 2014. Saat ini telah beredar luas di masyarakat Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP. Surat tersebut dibuat pada tanggal 21 Agustus 1998 dan ditandatangani oleh Ketua Dewan Kehormatan Perwira Jenderal TNI Subagyo Hadi Siswoyo, Sekretaris Letjen TNI Djamari Chaniago, Wakil Ketua Letjen TNI Fahrul Razi, anggota Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, dan anggota Letjen Yusuf Kartanegara.

Peluang Kudeta Konstitusional Pemilu 2014

Berikut ini tulisan saya yang dimuat oleh Koran Tempo di halaman opini pada 28 Februari 2014, dengan judul Peluang Kudeta Konstitusional Pemilu 2014. Selamat menikmati, semoga berguna.

Koran Tempo, Jakarta, 28 Februari 2014. Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Namun, aneh tapi nyata, undang-undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat itu oleh MK dinyatakan masih dapat dipakai dalam pelaksanaan Pemilu 2014.

TNI Miliki Kewajiban Melakukan Kudeta

Berikut ini adalah buah pemikiran saya tentang putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU No 42/2008. Saya diwawancarai oleh wartawan Jaringnews.com perihal topik itu, dan hasilnya disajikan dalam bentuk wawancara berikut ini. Selamat membaca, semoga berguna.

JAKARTA, Jaringnews.com -  Kekacauan atau chaos dapat saja muncul, apabila ada pihak-pihak yang tidak dapat menerima kekalahan yang dialami dalam Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres). Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 23 Januari lalu telah memutuskan bahwa Undang-Undang No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Hal ini dapat digunakan sebagai alasan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan kekacauan.

13 Juni 2014

Penyadapan, Sandi dan Kewaspadaan



KOMPAS, 25 Maret 2014. DUNIA sempat heboh gara-gara ulah Edward Snowden, mantan karyawan kontrak Badan Keamanan Nasional AS, yang membocorkan aksi penyadapan oleh sejumlah negara terhadap negara-negara lainnya. Hubungan diplomatik antara negara penyadap dan yang disadap pun sempat terganggu. Tak terkecuali Indonesia. Hal itu terjadi pada akhir 2013. Lambat laun cerita tersebut lenyap. Hubungan diplomatik pun kembali cair seperti biasa. Sayangnya, belum ada (media/lembaga riset) yang mengungkap atau melakukan investigasi, di balik aksi Snowden adakah peningkatan permintaan atau penjualan alat anti sadap?

Pencapresan Prabowo Disandera Masalah HAM

Berikut ini adalah komentar saya tentang pernyataan Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zen, yang dimuat oleh Jaringnews.com. Selamat membaca dan semoga berguna.

 JAKARTA, Jaringnews.com – Langkah pencapresan Letjen (Purn) TNI, Prabowo Subianto, tidak dapat menghindari tersandera oleh masalah Hak Asasi Manusia (HAM) apabila mantan bawahannya, Mayjen (Purn) TNI, Kivlan Zen, tidak mau mengungkap informasi penculikan 13 aktivis yang ia klaim  dimilikinya secara lengkap.

Kendati anak buahnya mengatakan isu pelanggaran HAM capres dari Partai Gerindra itu selalu diungkit seperti didaur ulang, Prabowo tak dapat berkelit sepanjang pelanggaran tersebut tidak dijelaskan secara tuntas, apalagi berbagai informasi baru terungkap sejak pengakuan Kivlan Zen mencuat menjadi wacana publik.

10 Juni 2014

Kivlan Zen Bisa jadi Tertuduh bila Sembunyikan Informasi Penculikan 13 Aktivis

Berikut ini komentar saya tentang pernyataan Mayjen (Purn) Kivlan Zen yang dimuat oleh Jaringnews.com. Selamat membaca dan semoga berguna.

JAKARTA, Jaringnews.com
– Mayor Jenderal (Purn) TNI, Kivlan Zen, yang juga orang dekat calon presiden dari Partai Gerindra, Letjen (Purn) TNI Prabowo Subianto, berpotensi menjadi tertuduh pembunuhan dan pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) apabila ia tidak bersedia mengungkap informasi yang diakuinya dimilikinya tentang penculikan 13 aktivis pada tahun 1997-98.

6 Juni 2014

Intelijen Itu Tak Boleh Bohong tapi Jangan Bicara Kebenaran


Usai menuntaskan tugasnya sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda Soleman B Ponto kian bergairah. Saat ke redaksi INDOPOS di Gedung Graha Pena, (11/12), dia berbagi cerita mulai cara kerja intelijen, penyadapan, hingga terorisme.

HUMORIS, cerdas, berwawasan luas, dan ceplas-ceplos. Itulah kesan pertama ketika berbincang-bincang dengan Soleman B Ponto. Tak ayal, awak redaksi betah ngobrol berlama-lama, hingga perbincangan selama tiga jam tiada terasa.

Kalau Mau Bunuh Teroris Polisi jadi Tentara saja

Berikut ini laporan wartawan Antara yang dimuat kembali oleh Suara Pembaruan pada 3 Agustus 2011. Selamat menikmati semoga berguna.

JAKARTA Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Bais) Laksamana Muda Soleman B. Ponto mengatakan, polisi tidak harus membunuh pelaku teror (terorisme), namun hanya perlu ditangkap.

"Kalau teroris boleh terbunuh ya gunakan TNI, tetapi kalau harus ditangkap lalu dihukum ada alatnya yaitu polisi. Kalau mau bunuh teroris, Polisi jadi tentara saja," katanya di Jakarta, Rabu (3/8).

2 Juni 2014

Intelijen dan Pemilu



Dalam setiap peristiwa “besar” di dunia dan tentunya juga negeri ini, intel selalu mengiringi. Dari aksi terorisme hingga perhelatan akbar seperti pemilu. Baru-baru ini, kembali muncul sinyalemen dari salah satu partai yang menyatakan ada indikasi gerakan mengacaukan Pemilihan Umum 2014. Informasi itu, menurut dia, diperolehnya berdasarkan pengumpulan data dan informasi intelijen yang diklaimnya akurat.