31 Juli 2023

PERSIDANGAN KASUS KORUPSI KEPALA BASARNAS DIPENGADILAN UMUM ATAU PENGADILAN MILITER ???

oleh :

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH

Untuk dapat memutuskan apakah kasus Korupsi Kepala Basarnas akan dilaksanakan di Pengadilan Umum atau Pengadilan militer maka perlu diperhatikan beberapa aturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

1.          Pasal 24 UUD 45 tentang Kekuasaan Kehakiman.

            Ayat 2 pasal 24 UUD 45 selengkapnya berbunyi :

 (2)  Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan                                badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan                                    umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,                      lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah                            Konstitusi. 


Mengalir dari ayat 2 dapat di disimpulkan bahwa "pembagian lingkungan peradilan" didasarkan atas "status sosial masyarakat". Masyarakat yang status status sosialnya militer berada pada lingkungan peradilan Militer,  masyarakat yang status sosialnya bukan militer berada pada lingkungan peradilan umum, masyarakat yang status sosialnya pejabat publik (Menteri, Presiden, Bupati) berada pada lingkungan peradilan tata usaha negara dan masyarakat yang status sosialnya sebagai pemeluk agama berada pada lingkungan peradilan agama.

 

2.          Posisi Pengadilan TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)

 

            Pasal 54 UU 30/2002 ttg KPK berbunyi :

            (1) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di lingkungan  Peradilan   Umum.

 

Jadi,  walaupun Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) merupakan kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crimes) yang merugikan negara,  tetapi Pengadilan TIPIKOR posisinya tetap hanya berada dilingkungan peradilan Umum saja.

 

Sebagai konsekuensinya maka Pengadilan TIPIKOR TIDAK BISA MENGADILI PERSONIL MILITER YANG TUNDUK PADA PERADILAN MILITER. 

 

3.         Pasal 42 UU 30/ 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi mengatur bahwa "KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum"

Sangat jelas bahwa pasal ini mengatur kewenangan KPK yaitu sebagai koordinator. Sehingga dalam setiap kasus Korupsi yang perbuatannya diduga dilakukan oleh personil TNI bersama-sama dengan personil non TNI, maka KPK harus melakukan koordinasi dalam rangka penyelidikan, koordinasi untuk penyidikan, OTT, Pemberkasan, koordinasi utk gelar perkara sampai kepada pengumuman tersangka, tidak boleh dilakukan sendiri. Tapi selalu berkoordinasi.

 

4. Penentuan lingkungan Peradilan yang mengadili tersangka Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)

 

Penentuan pengadilan yang akan mengadili tersangka tindak Pidana Korupsi diatur pada beberapa pasal pada UU 8/1981 ttg KUHAP.

 

Pasal 89 ayat 1 KUHAP mengatur bahwa apabila tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, dapat diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. 


 

Selengkapnya Pasal 89 ayat 1 KUHAP berbunyi :

 

            Pasal 89 

 (1)  Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang    termasuk 
    lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan    peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus     diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan         militer. 


Jadi menurut pasal 89 ayat (1) KUHAP bahwa bila Tindak pidana Korupsi dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan      militer, dapat diadili oleh pengadilan dalam lingkungan militer atas keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman.

Mengalir dari bunyi pasal 89 KUHAP maka pada kasus penangkapan Kepala Basarnas yang merupakan perwira TNI aktif, penetuan pengadilan yang akan mengadilinya adalah kewenangan Menhan atas Persetujuan Menteri Kehakiman.

 

Akan tetapi mengingat Jabatan Menteri pertahanan dan Keamanan serta Menteri Kehakiman sudah bertransformasi menjadi Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka penerapan pasal ini mesih bisa diperdebatkan. 


Namun masih ada anuran lain yang dapat digunakan yaitu pasal 16 UU 48/2009 ttg Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, dapat diperiksa dan  oleh pengadilan dalam lingkungan militer atas keputusan Ketua Mahkamah Agung. 


Selengkapnya pasal 16 UU 48/2009 ttg Kekuasaan Kehakiman berbunyi :


Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

 

Selain itu, pasal 91 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP juga mengatur bahwa penentuan lingkungan peradilan yang akan mengadili kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama sama oleh mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer ditentukan berdasarkan kerugian yang ditimbulkan.  

Bila kepentingan umum yang banyak dirugikan maka perkara diserahkan kepada pengadilan Umumsedangkan bila kepentingan militer yang banya dirugikan maka penyelesaian perkara dierahkan kepada Pengadilan Militer.

Selengkapnya pasal 91 ayat (1 dan ayat (2) KUHAP berbunyi :

            Pasal 91 KUHAP


 (1)  Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat                                  (3) 
titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut                                   terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus                         diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka perwira                                  penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara                                 yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada                         penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut                              kepada pengadilan negeri yang berwenang. 

Dasar pemikiran pemilihan lingkungan peradilan pada pasal 91 KUHAP yang didasarkan pada akibat dari perbuatan tindak pidana korupsi yaitu untung-rugi ini bertentangan dengan dasar pemilihan lingkungan peradilan pada pasal 24 UUD 45 yang didasarkan pada "status sosial masyarakat".

Oleh karena itu pasal 91 KUHAP ini dapat diabaikan, sehingga penentuan lingkungan peradilan yang akan mengadili perkara tindak pidana korusi itu dapat menggunakan pasal 89 KUHAP.

Dapat disarankan kepada Menhan dan Menteri Kehakiman untuk memilih Pengadilan Militer di lingkup peradilan Militer yang melaksanakan persidangan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.

Adapun alasan mengapa Pengadilan Militer yang dipilih adalah sebagai berikut :

 1.         Walaupun pelaksana proses pengadilan adalah Pengadilan Militer,                                 tapi pada dasarnya itu Pengadilan Koneksitas yang dilaukan pada                                       Pengadilan Militer dimana hakim, jaksa, penyidik, adalah gabungan dari                         perangkat pengadilan militer dan perangkat pengadilan TIPIKOR.

2.         Pada Pengadilan Militer, hukuman yang dijatuhkan pada para                                         pelaku tindak pidana korupsi bisa maksimal. Misalnya bagi tersangka                               yang berstatus Militer dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa                                  dipecat dari dinas aktif kemiliteran.  Sedangkan bagi tersangka yang                                berstatus non militer, dapat dijatuhi hukuman sesau dengan KUHP.

5.       Kesimpulan.

          Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pejabat yang dapat menentukan lingkup peradilan yang akan mengadili perkara tindak pidana korupsi mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer diperiksa dan diadili di Pengadilan Militer adalah Mahkamah Agung.  Bukan Menkopolhukam.

         Agar hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana korupsi dapat maksimal, maka disarankan kepada Ketua Makamah Agung agar selalu memilih dan memutuskan Pengadilan dilingkungan Peradilan Militer sebagai Pengadilan Koneksitas untuk mengadili tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mereka yang termasuk 
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.

 

29 Juli 2023

POLEMIK PENETAPAN KEPALA BASARNAS SEBAGAI TERSANGKA KASUS KORUPSI OLEH KPK.

POLEMIK PENETAPAN KEPALA BASARNAS SEBAGAI TERSANGKA KASUS KORUPSI OLEH KPK.


oleh Laksda TNI (PURN) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH

 

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Kepala Basarnas, Marsdya TNI, Hendry Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penetapan Marsdya TNI hendry Alfiandi sebagai tersangka kasus korupsi di Basarnas oleh KPK kemudian menghasilkan polemik. KPK merasa bahwa semua kasus korupsi ada dibawa kekuasan KPK. Sedangkan pihak TNI berpendapat bahwa seluruh anggota TNI tidak tunduk pada Peradilan Umum dimana pengadilan TIPIKOR berada, sehingga penetapan tersangka oleh KPK itu melanggar aturan yang ada.

Agar supaya masyarakat Indonesia dapat mengerti situasi yang sebenarnya maka saya bahas kasus ini dengan aturan perundangan yang ada. 

 

Untuk membahasnya saya menggunakan beberapa Undang undang dibawa ini.

 

1.         UU 34/2004 ttg TNI.

            Sejak tahun 2004, setiap anggota TNI terikat pada UU 34/2004 ttg TNI. 

Menurut  pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 ttg TNI mengatur bahwa Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. 

Selengkapnya pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 ttg TNI berbunyi sebagai berikut: 

 

            Pasal 65

 2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum     pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.

 

Akan tetapi, pada pasal 74 ayat 1, selanjutnya dinyatakan bahwa ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 65 berlaku pada saat Undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.

 

Artinya  Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum nanti bisa dilaksanakan setelah ada UU Tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.

Selengkapnya pasal 74 ayat (1) UU 34/2004 ttg TNI berbunyi sebagai berikut: 

 

            Pasal 74

 1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat    undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.

 

Dalam kenyataannya UU Tentang Peradilan Militer yang baru itu belum ada. Lalu bagaimana pelaksanaan penegakan hukumnya ?

 

Ternyata pada pasal 74 ayat 2 diatur bahwa Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

 

Artinya, karena sekarang ini belum ada UU Peradilan militer yang baru maka  pelaksanaan penegakan hukum anggota TNI tunduk pada UU 31/1997 tentang Peradilan Militer.

Selengkapnya pasal 74  ayat (2) UU 34/2004 ttg TNI berbunyi sebagai berikut:

 

            Pasal 74.

(2) Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

 

Dengan demikian Marsdya TNI Hendry Alfiandi tidak terikat pada pasal 65 UU 34/2004 ttg TNI, tapi terikat pada UU 31/1997 tentang peradilan Militer.

 

2.         UU 31/1997 tentang Peradilan Militer.

 

            Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.

            

Pasal 9 UU 31 / 1997 ttg Peradilan Militer mengatur bahwa bahwa Pengadilan dalam lingkungan Peradilan militer berwenang: 

1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:

            a. Prajurit;

 

Mari kita perhatikan baik-baik, bahwa  Marsdya TNI Hendry Alfiandi ketika melakukan tindak pidana adalah Prajurit TNI aktif, dengan demikian maka Pengadilan yang berwenang mengadili Marsdya TNI Hendry Alfiandi adalah  Pengadilan dalam lingkungan Peradilan militer.

 

Jadi yang berwenang mengadili kasus Marsdya TNI Hendry Alfiandi adalah  Pengadilan dalam lingkungan Peradilan militer.

 

            b. Penyidik Polisi Militer.

 

            Pasal 69 UU 31/1997 ttg Peradilan Militer mengatur bahwa 

            (1) Penyidik adalah:            

                        a.         Atasan yang Berhak Menghukum; 

                        b.         Polisi Militer; dan 

                        c.         Oditur

 

            Mengalir dari pasal 69 UU 31/1997 ttg Peradilan Militer maka Penyidik     kasus korupsi Ka Basarnas mutlak adalah Polisi Militer

 

Dengan demikian kasus korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi diadili di Pengadilan Militer dgn penyidiknya adalah Polisi Mililter.

 

3.         Macam-macam Lingkungan Peradilan.           

            

            Macam-macam peradilan diatur oleh Pasal 18 UU No 48 / 2009 ttg KEKUASAAN KEHAKIMAN yang selengkapnya berbunyi :

 

            Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan   badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan   peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan            peradilan militer,    lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh     sebuah Mahkamah            Konstitusi.

 

Jadi menurut pasal 18 UU No 48 / 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman ada empat macam lingkungan Peradilan yaitu 

            1. Lingkungan peradilan umum

            2. lingkungan peradilan agama, 

            3. lingkungan peradilan militer

            4. lingkungan peradilan tata usaha negara. 

 

4.         Posisi Pengadilan TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)

 

            Pasal 54 UU 30/2002 ttg KPK berbunyi :

            (1) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di lingkungan Peradilan   Umum.

 

Jadi,  walaupun Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) merupakan kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crimes) yang merugikan negara,  tetapi Pengadilan TIPIKOR posisinya tetap hanya berada dilingkungan peradilan Umum saja.

 

Sebagai konsekuensinya maka Pengadilan TIPIKOR TIDAK BISA MENGADILI PERSONIL MILITER YANG TUNDUK PADA PERADILAN MILITER. 

 

5.         Penyelesaian Kasus Korupsi Sipil dan Militer. 

 

            Pasal 42 UU 30/ 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi mengatur bahwa "KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum"

 

Dengan demikian dalam kasus Korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi, maka KPK bertindak sebagai KOORDINATOR Proses penegakan hukumnya. 

Artinya KPK TIDAK BEKERJA SENDIRI.

Jadi dalam kasus Korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi KPK tidak boleh secara sepihak memutuskan dan mengumumkan  bahwa Marsdya TNI Hendry Alfiandi tersangka kasus korupsi. Penetapan status tersangka korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi harus merupakan keputusan bersama dgn POM TNI.

 

6.         Pengadilan Koneksitas

            Untuk penanganan kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI bersama kalangan sipil, KPK dan POM TNI dapat menangani perkara ini secara bersama-sama melalui peradilan koneksitas. Peradilan koneksitas menangani kasus pidana yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum dan militer. Proses penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh tim yang terdiri atas jaksa, polisi militer, dan oditur militer. 

Adapun proses pemeriksaan di pengadilan dilakukan oleh lima hakim yang berasal dari unsur hakim peradilan umum dan peradilan militer.

 

7.         Contoh kasus.

 

            Peristiwa ini terjadi pada tahun 20116, yakni kasus dugaan suap dalam proyek pengadaan satelit pemantau di Badan Keamanan Laut (Bakamla) senilai Rp 200 miliar. Dari lima orang yang ditangkap saat OTT, empat orang langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka adalah Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Eko Susilo Hadi dan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah, serta dua pegawainya, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami. Adapun Danang Radityo, yang diduga sebagai anggota TNI, akhirnya dilepas dan KPK hanya bisa berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (POM) TNI.

Bambang Udoyo didakwa menerima uang suap senilai SGD 105 ribu atau setara dengan kurang-lebih Rp 1 miliar dari PT Melati Technofo. Uang tersebut diterima sebagai hadiah karena telah memenangkan lelang terkait proyek pengadaan satelit monitoring Bakamla.
Sidang putusan kasus suap terkait proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan terdakwa Laksma TNI Bambang Udoyo digelar di Pengadilan Tinggi Militer Jakarta. Laksma Bambang didakwa menerima suap senilai SGD 105 ribu atau setara dengan kurang-lebih Rp 1 miliar dalam kasus ini.
Bambang menerima uang tersebut dari Fahmi Darmawansyah (terdakwa lain yang telah divonis di Pengadilan Tipikor Jakarta) melalui anak buah senilai SGD 100 ribu. Uang tersebut diberikan di ruangan Bambang di kantor Bakamla pada 6 Desember 2016.

7.         Kesimpulan.

            Dari Uraian diatas, terlihat bahwa TNI tidak kebal hukum. dalam kasus korupsi sudah ada TNI yang juga dihukum. Akan tetapi proses hukum TNI memang tidak sama dengan proses hukum orang sipil. Itu disebabkan karena anggota TNI sebagai militer diadili di pengadilan dilingkungan peradilan militer, sedangkan yang bukan militer diadili di pengadilan dilingkungan peradilan umum. 

            KPK tidak berhak menetapkan secara sepihak status tersangka kasus korpus Marsdya TNI, Hendry Alfiandi. Penetapan status tersangka kasus korupsi adalah hasil koordinasi paling kurang dgn POM TNI.

            Pengadilan Marsdya TNI Hendry Alfiandi dapat dilaksanakan pada pengadilan Koneksitas.

 

 

22 Juli 2023

19 Juli 2023

PERBANDINGAN ANTARA UU 17/2008 TTG PELAYARAN YG MEMBENTUK INDONESIA SEA AND GUARD (ISCG) DAN UU 32/2014 TTG KELAUTAN YG MEMBENTUK BADAN KEAMANAN LAUT (BAKAMLA)

PERBANDINGAN ANTARA UU 17/2008 TTG PELAYARAN YG MEMBENTUK INDONESIA SEA AND GUARD (ISCG) DAN UU 32/2014 TTG KELAUTAN YG MEMBENTUK BADAN KEAMANAN LAUT (BAKAMLA)

OLEH : LAKSDA TNI (PURN) SOLEMAN B. PONTO, ST, SH, MH

 

PERJALANAN PANJANG KPLP DALAM MENJAGA WILAYAH LAUT INDONESIA

PERJALANAN PANJANG KPLP DALAM MENJAGA WILAYAH LAUT INDONESIA 

OLEH : LAKSDA TNI (PURN) SOLEMAN B. PONTO, ST, SH, MH

18 Juli 2023

TANGGAPAN ATAS HASIL WAWANCARA KEPALA BAKAMLA YG DITULIS PADA ZONAJAKARTA.COM

TANGGAPAN ATAS HASIL WAWANCARA KEPALA BAKAMLA YG DITULIS PADA ZONAJAKARTA.COM

OLEH : LAKSDA TNI (PURN) SOLEMAN B. PONTO ST, SH, MH 

Saya hari ini membaca Zonajakarta.com. Untuk itu saya perlu meluruskannya, karena banya isi berita itu masuk dalam klasifikasi hoax, karena tidak punya dasar yang jelas.

 

Adapun tulisan itu adalah sebagai berikut : 

 

Tertulis :

1. Zonajakarta.com - Sering hadapi ancaman China di Laut Natuna UtaraIndonesia yang selama ini dijaga Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) rupanya belum memiliki Indonesian Coast Guard.

 

Tanggapan :

Pertama kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dengan Ancaman China di Laut Natuna Utara.

Bakamla tidak jelas menyebutkan apa ancaman China di Laut Natuna Utara. Penyebutan Laut natuna Utara itu tidak jelas, apakah milik Indoneisa atau bukan. Belum ada UU yang mengatur hak Indonesia di laut Natuna Utara. Yang sudah ada UU nya yaitu wilayah laut ZEE Indonesia yang diatur oleh UU 5/1983 ttg ZEEI. 

Laut Natuna Utara itu adalah wilayah laut ZEE Indonesia. Diwil laut ZEEI Indonesia memilik hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, ekspolitas dan konservasi sumda alam dan hayati yang ada di ZEE Indonesia.  

 

Mari kita lihat aturannya:

Pasal 56 UNCLOS

Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban Negara pantai dalam zona ekonomi eksklusif

 

1.        Dalam zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai :

(a)       Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin;

 

Pasal 58 UNCLOS

Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif

 

1.        Di zona ekonomi eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai atau tak berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan Konvensi ini, kebebasan kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan kabel dan pipa bawah laut yang disebut dalam pasal 87 dan penggunaan laut lain yang sah menurut hukum internasional yang bertalian dengan kebebasan-kebebasan ini, seperti penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kabel serta pipa di bawah laut, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan lain Konvensi ini.

 

Pasal 4 UU 5/1983 TTG ZEE

(1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan melaksanakan :

a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;

(3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.

 

Sangat jelas terlihat baik Unclos dan UU 5/1983 ttg ZEE mengatur 2 hal :

Pertama di ZEEI berlaku aturan kebebasan berlayar. Artinya Kapal semua negara bebas berlayar di ZEEI.

Kedua di ZEEI berlaku aturan bahwa kapal yang berlayar dilarang keras untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dgn eksplorasi eksploitasi sumda alam hayati (ikan) dan non hayati di ZEE.

 

Dengan demikian maka kapal-kapal China selama mereka hanya berlayar tanpa kegiatan menangkap ikan itu sah sah saja.  Tapi kalau mereka melakukan penangkapan ikan, itu adalah pelanggaran terhadap UU 45/2009 ttg Perikanan. 

Jadi ancaman kapal-kapal China selama di ZEEI adalah:

1. Ancaman pelanggaran thd UU 17/2008 ttg Pelayaran, dimana penyidiknya adalah Pwa TNI dan PPPNS Hubla (KPLP).

2. Ancaman Pelanggaran thp UU 45/2009 ttg Perikanan diman penyidiknya adalah Pwa TNI AL dan PPPNS Kem KKP (PSDKP)

3. Ancaman dari kapal perang China, yang merupakan ancaman militer, yang merupakan tugas TNI AL utk mengatasinya. Hal itu tegas diatur oleh UU 34/2004 ttg TNI.

 

Dengan demikian, semua ancaman yang ada di ZEEI sudah ada yang menjaganya yaitu kapal-kapal TNI AL, kapal-kapal KPLP (PPPNS HUBLA) dan kapal-kapal PSDKP (PPPNS KKP). Sehingga kehadiran Bakamla tidak diperlukan lagi. 

Pada UU 32/2014 ttg Kelautan juga secara tegas mengatur bahwa tugas Bakamla hanya melaksanakan patroli saja. Status Bakamla juga bukan penyidik jadi tidak bisa melaksanakan penegakan hukum, statusnya juga bukan militer, sehingga tidak bisa melaksanakan operasi militer yang diatur oleh UU 34/2004 ttg TNI.

Lalu utk apa hadir di ZEEI kalau tidak punya kewenangan sama sekali ? Kehadiran Bakamla hanya pemborosan uang negara. Jangan dikira hanya Bakamla yang selalu ada di ZEEI. Sepanjang tahun kapal kapal TNI selalu ada di Laut China Selatan. Demikian pula dgn kapal-kapal dari PSDKP dan kapal-kapal KPLP.

 

Tertulis :

2. Meski sudah lama memiliki Bakamla dan KPLPIndonesia baru akan membentuk Indonesian Coast Guard.

 

Tanggapan.

Mohon maaf, ini masuk dalam klasifikasi berita bohong.

Bakamla baru lahir sejak dibentuk oleh UU 32/2014 tag Kelautan pada tahun 2014, jadi masih BELUM LAMA.

KPLP sudah dibentuk sejak tahun 1936, jadi sudah lama sekali. 

Indonesia baru akan membentuk Coast Guard.  Ini betul betul pembohongan publikUU tentang pembentukan Coast Guard sudah ada sejak tahun 2008.

Pada penjelasan paragraf 14 UU 17/2008 ttg Pelayaran tertulis :

"Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri". 

Pada paragraf 14 penjelasan UU 17/2008 ttg Pelayaran tertulis dgn jelas bahwa UU ini (UU 17/2008 ttg Pelayaran ada pembentukan Institusi Pejagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). 

Jadi secara de yure Indonesia Coast Guard sudah terbentuk. Sehingga sama sekali tidak benar bahwa Indonesia baru akan membentuk Coast Guard.

Lalu pada Bab XVII UU 17/2008 ttg Pelayaran tertulis jelas  PENJAGA LAUT DAN PANTAI (SEA AND COAST GUARD). Selengkapnya pasal 276 itu berbunyi :

 

BAB XVII PENJAGAAN LAUT DAN PANTAI (SEA AND COAST GUARD) 


Pasal 276 
UU 17/2008 ttg Pelayaran 

(1)  Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang- undangan di laut dan pantai. 


(2)  Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penjaga laut 
dan pantai. 


(3)  Penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dan 
bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. 


Itu bukti bahwa UU tentang Pembnetukan Coast Guard sudah ada sejak tahun 2008. 

Tertulis :

3. Pembentukan Indonesian Coast Guard baru disepakati di tahun 2023 ini.

Tanggapan.

Orang-orang yang menyepakati hal ini sangat jelas belum membaca UU 17/2008 ttg Pelayaran. Atau pura-pura tidak tahu. Yang disepakati tahun 2023 ini adalah revisi UU 32/2014 ttg Kelautan yang akan menyebut Bakamla adalah Indonesia Coast Guard. Ini memperlihatkan KETIDAK MENGERTIAN APA ITU COAST GUARD. 

Pada paragraf 14 penjelasan UU 17/2008 ttg Pelayaran menyatakan bahwa yang dibentuk itu adalah INSTITUSI yang bernama Penjaga laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). Lalu dipertegas pada pasal 276 UU 17/2008 ttg Pelayaran bahwa yang dibentuk itu INSTITUSI bernama Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard)

Lalu kalau disepakati Bakamla adalah Indonesia Coast Guard, bagaimana mungkin Institusi Bakamla menjadi Institusi Coast Guard hanya berdasarkan KESEPAKATAN ? Kalau mau membentuk Indonesia Sea and Coast Guard tidak perlu pakai kesepakatan, karena itu sangat lemah kekuatan hukumnya.  Bikinlah PP tentang pembentukan Sea and Coast Guard berdasarkan pasal 281 UU 17/2008 ttg Pelayaran. Beres. Mudah kan ? Tidak perlu susah susah merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan. Untuk membentuk Coast Guard, cukup gunakan UU 17/2006 ttg pelayaran, nanti KPLP digabung dgn Bakamla jadilah Coast Guard Indonesia. Mudah kan ?

 

Tertulis :

4.  meski sejak tahun 2020 lalu Presiden Jokowi sudah menyebut Bakamla sebagai embrio Indonesian Coast Guard.

 

Tanggapan.

Betul Presiden Jukowi sudah menyebut bahwa BAKAMLA SEBAGAI EMBRIO INDONESIAN COAST GUARD. Itu kan sebagai penegasan bahwa BAKAMLA BUKAN INDONESIAN COAST GUARD.

Untuk menjadi Indonesia Coast Guard, si Embrio itu harus "berubah bentuk". Seperti kecebong yang berubah bentuk menjadi Kodok. Demikian pula Bakamla si embrio, harus berubah bentuk menjadi Indonesia Coast Guard. lalu bagaimana caranya Bakamla si embrio Indonesia coast Guard menjadi Indonesia Coast Guard ? 

Gampaang sekali, sangat mudah,  caranya adalah robah dasar hukum pembentukan Bakamla yang sekarang ini menggunakan UU 32/2014 ttg Kelautan dirobah dgn menggunakan UU 17/2008 ttg Pelayaran. Selesai mudah kan ? Itulah harapan presiden. Pada saat yang sama KPLP pun ikut bersama Bakamla bergabung menjadi Indonesia Sea and Coast Guard. 

 

Tertulis :

5. ”Jadi Bakamla itu kayak Indonesian Coast Guard. Tapi ini masih proses regulasinya agar semuanya bisa ada harmonisasi. Kemudian, saya juga berharap dengan diangkatnya Pak Aan Kurnia, ke depan yang kita inginkan tadi juga bisa dikawal dan dipercepat sehingga betul-betul kita memiliki sebuah coast guard yang namanya Bakamla, ya diberi kewenangan di perairan kita,” tutur Presiden Jokowi usai pelantikan Kepala Bakamla di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (12/2/2020) dikutip Zonajakarta.com dari Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

 

Tanggapan :

Lagi lagi presiden menyatakan bahwa Bakamla itu kayak Indonesian Coast Guard. Presiden tetap konsisten bahwa Bakamla BUKAN Indonesia Coast Guard. Hanya serupa Coast Guard. Untuk menjadi Indonesia Coast Guard masih perlu proses regulasi untuk merobah dasar hukum Bakamla dari UU 32/2014 ttg Kelautan menjadi UU 17/2008 ttg Pelayaran. Kira kira seperti itulah yang ada didalam pemikiran presiden.

Tapi Aan Kurnia Kepala Bakamla tidak mengerti maksud presiden ini. Malah membuat manover untuk merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan dengan "mentorpedo" UU 17/2008 ttg Pelayaran.

 

Tertulis :

6. Pembentukan Indonesian Coast Guard sendiri baru disetujui pada 27 Juni 2023.

Ini berita hoax, karena pembentukan Indonesia Coast Guard secara de yure sudah terlaksana sejak tahun 2008. 

Tertulis :

Hal ini seperti dikutip Zonajakarta.com dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kesepatakan pembentukan Coast Guard Indonesia ini merupakan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait pembahasan Daftar Inventarisasi 

Tanggapan :

Mohon maaf kalau dapat saya katakan bahwa para peserta rakor ini semuanya pada apatis. Bagaimana mungkin mereka tidak tahu bahwa Indonesia Sea and Coast Guard sudah ada UU nya. Kalau memang benar tujuannya adalah untuk MEMBENTUK INDONESIA SEA ANDA COAST GUARD, pakai aja UU 17/2008 ttg pelayaran sebagai dasar hukumnya. Bakamla digabung dengan KPLP dengan menggunakan UU 17/2008 ttg Pelayaran. Selesai, tidak perlu lagi susah-susah untuk merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan. 

Tertulis :

7. Masalah (DIM) RUU Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang diajukan oleh DPR RI atas usul DPD kepada Pemerintah, di kantor Kemenko Marves, Kamis (27/06/2023) yang dipimpin Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Tanggapan :

Mohon maaf, kepada senior menko Marves Jendral Luhut Binsar Panjaitan, saya menyarankan kalau hanya untuk membentuk Indonesia Sea and Coast Guard sebagaimana perintah presiden, tidak perlu bapak susah susah untuk mengobrak abrik UU 17/2008 ttg Pelayaran dan merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan. Bpk gunakan saja UU 17/2008 ttg Pelayaran sebagai dasar hukum pembentukan Indonesia Sea and Coast Guard. Bakamla dan KPLP bergabung jadi sati dibawa naungan UU 17/2008 ttg Pelayaran sebagai dasar pembentukannya.

Untuk pembentukan Coast Guard ini, mohon mengingatkan bahwa bpk pernah berjanji sama saya untuk membahas bersama UU 17/2008 ttg pelayaran dan UU 32/2014 ttg Kelautan. Tapi janji itu belum bapak tepati, bapak sudah memutuskan utk merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan dgn "mentorpedo" UU 17/2008 ttg Pelayaran.

Untuk NKRI, mohon maaf, saya sarankan kepada bapak, kalau hanya untuk membentuk Indonesia Sea and Coast Guard, bapak tidak perlu merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan, apalagi sampai mengacak-acak UU 17/2008 ttg Pelayaran. Cukup saja gunakan UU 17/2008 ttg Pelayaran sebagai dasar hukum pembentukan Indonesia Sea and Coast Guard, dengan cara membuat PP penbentukan Indonesia Sea and Coast Guard berdasarkan ps 281 UU 17/2008 ttg Pelayaran. 

 

Tertulis 

8. Pada wawancara dengan zonajakarta Kepala Bakamla Aan Kurnia menyatakan : 

"Karena sekarang ada dualisme coast guard. Mungkin temen-temen tau ya, pernah baca".

 

Tanggapan. 

Tidak ada dualisme Coast Guard.  UU 17/2008 ttg Pelayaran membentuk Coast Guard.

Hal itu jelas tertulis pada  Pada paragraf 14 penjelasan UU 17/2008 ttg Pelayaran tertulis dgn jelas bahwa UU ini (UU 17/2008 ttg Pelayaran ada pembentukan Institusi Pejagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). Lalu pada pasal 276 ayat 2 diatur tentang Pembentukan Coast Guard.

Sedangkan pada Pasal 59 UU 32/2014 ttg Kelautan, yang dibentuk adalah Bakamla, bukan Coast Guard. Hal itu jelas bisa dibaca pada ayat 3 yang selengkapnya berbunyi : 

(3)  Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut

Jadi tidak benar ada dualisme Coast Guard.

Tertulis : 

9. Selanjutnya Aan menyatakan bahwa :

"Undang-undang 17 tahun 2008, itu salah satu fungsi dari kplp di situ disebutkan adalah sebagai Sea Coast Guard, betul nggak?".[1]

 

Tanggapan. 

Ini lagi lagi tidak benar. Pada paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008 ttg Pelayaran jelas tertulis bahwa yang dibentuk itu adalah Institusi Coast Guard. Jadi Coast Guard itu BUKAN FUNGSI dari KPLP. Tapi Coast Guard adalah INSTITUSI. Sampai disini kepala Bakamla mengarang bebas. 

Pada penjelasan UU 17/2008 ttg Pelayaran tertulis bahwa Coast Guard itu adalah Perkuatan KPLP saya ulangi Perkuatan KPLP dan Pemberdayaan Bakorkamla.

Jadi salah besar kalau dikatakan bahwa Coast Guard adalah fungsi KPLP.

 

Tertulis :

10. Selanjutnya dikatakannya bahwa :

"Nah, Bakamla, dibentuk tahun 2014 berdasarkan Undang-undang 32, makanya, pemerintah ingin membentuk Indonesian Coast Guard dan merevisi Undang-undang 32.

Bakamla, siap kemanapun, apa yang diperintahkan oleh pemerintah kita akan loyal.

 

Tanggapan. 

Lagi lagi kepala Bakamla tidak berkata benar. UU 32 itu jelas membentuk Bakamla. Sedangkan Cosat Guard dibentuk oleh UU 17/2008 ttg Pelayaran. Itu fakta. Kalau pemerintah ingin membentuk Coast Guard gampang saja, pakai UU 17/2008 ttg Pelayaran, tinggal bikin PP Pembentukan Coast Guard berdasarkan ps 281 UU 17/2008 ttg Pelayaran. Selesai. Jadi itu Coast Guard. Tapi apa yang terjadi sekarang ? Sepertinya Kepala Bakamla masih ngotot aja  ingin Bakamla jadi Coast Guard. Sudahilah sandiwara menggunakan tangan DPD untuk merevisi UU 32 agar Bakamla jadi Coast Guard. Kalau bapak loyal kepada pemerintah, seperti yang bapak sendiri katakan, mohon sampaikan saja, bahwa untuk membentuk Coast Guard pemerintah tidak perlu revisi UU 32. Terlalu membuang waktu dan tenaga. Tapi cukup membuat PP pembentukan Coast Guard berdasarkan ps 281 UU 17/2007 ttg Pelayaran. Kalau bapak berpikir untuk kepentingan negara mengapa tidak menyarankan pembentukan Coast Guard berdasarkan UU 17 ? Mengapa bapak masih ngotot merevisi UU 32 walaupun dgn jalan "mentorpedo" UU 17. ??? Sekali lagi lagi saran saya, sudahi upaya reviso UU 32. Manfaatkan UU 17 yang sudah ada. Sudahi berita bohong atau berita yang hanya untuk memperlihatkan bahwa Bakamla hrs berubah jadi Coast Guard. 

 

Tertulis :

11. Kepala Bakamla menyatakan bahwa :

Mau bergabung, mau digabung, yang penting harus ada satu dulu Coast Guard , tapi sementara, sekarang Bakamla sudah acting seperti Coast Guard, hanya nanti diperkuat dengan Undang-undang.

 

Tanggapan :

Kepala Bakamla ini tidak mengerti apa itu Coast Guard. Sudah ditulis pada penjelasan UU 17/2008 bahwa Coast Guard itu adalah INSTITUSI. Lalu ketika sekarang Aan katakan bahwa Bakamla ber acting "seperti Coast Guard". Artinya bukan Coast Guard kan, artinya lagi Bakamla selama ini adalah Coast Guard Palsu. Bapak bisa dituntut sudah melakukan PEMBOHONGAN PUBLIK.  

Sekali lagi saya sarankan baca baik baik UU 17. Itu satu satunya UU yang membentuk Coast Guard. Jadi tidak usah bermimpi lagi ada satu UU baru apalagi revisi dari UU 32 yang akan jadi UU pembentukan Coast Guard. Itu bagaikan bermimpi disiang hari.


Mengalir dari seluruh tanggapan itu dapat disimpulkan bahwa apa yang disampaikan oleh Kepala Bakamla, Aan Kurnia, dapat  dikatagorikan sebagai kabar angin karena bertentangan dengan fakta yang ada. Hal ini sangat berbagaya, karena dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan sehingga mereka mengambil keputusan yang tidak benar. Sebagai kontor yang paling jelas, ada revisi UU 32/2014 ttg Kelautan TIDAK PERLU dilakukan kalau hanya untuk membentuk Coast Guard. UU 17/2008 ttg Pelayaran sudah sangat bagus, tinggal melaksanakannya saja.


[1] https://www.zonajakarta.com/internasional/6739498765/kepala-bakamla-bongkar-dualisme-yang-bikin-indonesian-coast-guard-harus-dibuat-kenapa?page=2