18 November 2014

Ketika Indonesia Harus Memilih Antara Coast Guard, Bakamla dan KPP


Oleh :
Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH *)


Dalam rangka membangun Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, salah satu upaya yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman adalah membentuk Badan keamanan Laut (Bakamla).


"UU Kelautan mengamanatkan untuk segera dibentuk Badan Keamanan Laut, oleh karena itu Kementerian Koordinator Bidang Polhukam dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman segera menyusun satgas atau tim untuk bersama menyiapkan peraturan pemerintah untuk segera dapat menerapkan UU yang baru tersebut," jelas Indroyono usai menemui Menteri Susi Pudjiastuti.

BAKAMLA (BADAN KEAMANAN LAUT)

Pengelolaan kelautan Indonesia diatur oleh UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN.

Hal-hal penting dalam pengelolaan kelautan yang berhubungan dengan kebijakan Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia diketahui dari analisa bunyi pasal-pasal yang ada dalam Undang-undang terseut.

14 November 2014

Mantan Kabais TNI: Bakamla Bertentangan dengan Visi Jokowi



Rencana pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) menggantikan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) telah memunculkan kontroversi. Disebutkan bahwa terbentuknya Bakamla merupakan konsekuensi dari disahkannyaRancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan yang diinisiasi Dewan Pereakilan Daerah (DPD). Digambarkan bahwa  berbeda  dengan Bakorkamla, Bakamla nantinya bertanggung jawab langsung kepada presiden sebagai komando terhadap semua urusan kelautan diberbagai wilayah di Indonesia.

Saya termasuk yang tidak setuju dengan rencana ini. Saya melihat justru ini akan bertentangan dengan visi maritim Presiden Joko Widodo. Selain menimbulkan pemborosan anggaran, saya melihat adanya potensi keruwetan dalam pengawasan laut kita. Bayangkan, hingga saat ini, di bawah Kemenko Kemaritiman akan ada tiga satuan kapal yang bertugas di laut yaitu kapal-kapal Sea and Coast Guard (KPLP), kapal Bakamla dan kapal Pengawas Perikanan.

Hal ini sempat kami perbincangkan dengan  Salim Shahab dan Eben Ezer Siadari, yang selama ini membantu  menyunting buku yang saya tulis, “TNI dan Perdamaian di Aceh.” Mereka berdua mencoba menggugah pemikiran saya mengenai hal ini, dengan melontarkan sejumlah pertanyaan seputar rencana pembentukan Bakamla ini. Berikut ini wawancara tersebut, semoga berguna untuk mendudukkan masalah ini lebih jelas.

Pemerintah akan membentuk Bakamla menggantikan Bakorkamla. Alasan Pemerintah membentuknya  adalah karena amanat UU Kelautan. Apa pendapat Bapak dan adakah urgensi pembentukan Bakamla ini?

Soleman B. Ponto: Saya tidak melihat adanya urgensi untuk membentuk Bakamla. Pembentukan ini malah menambah lagi keruwetan di laut. Dapat dibayangkan, Bakamla dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan  berada dibawa Kementrian Kelautan dan Perikanan. Padahal Kementerian Kelautan dan Perikanan ini telah memiliki Kapal Pengawas Perikanan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Perikanan.

21 September 2014

Gonjang-ganjing Pengangkatan Penasihat Ekonomi dan Kesejahteraan Panglima TNI




Ringkasan:
Pengangkatan Dato Sri Tahir sebagai Penasihat Panglima TNI Bidang Kesejahteraan Prajurit bertentangan dengan Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Oleh karena itu, suka atau tidak suka pengangkatan ini harus dibatalkan, atau Panglima TNI akan mendapat predikat baru sebagai panglima TNI yang melanggar Undang-undang TNI.


JAKARTA, 21 September 2014. Pada hari Kamis, tanggal 18 September 2014, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengangkat Dato' Sri Prof. Dr. Tahir MBA sebagai penasihat. Pelantikan tersebut disaksikan oleh para petinggi TNI yang ikut hadir pada acara. Konglomerat dan bos Bank Mayapada itu menjadi penasihat untuk membantu mengurusi kesejahteraan prajurit TNI. Upacara pengangkatan Tahir sebagai Penasehat Panglima TNI Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Prajurit itu dilakukan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (18/9/2014) pagi.

2 September 2014

Tol Laut yang Membingungkan dan Negara Maritim yang Diidamkan



Tol Laut, Negara Maritim, tiba-tiba menjadi populer karena diucapkan dalam janji kampanye pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Yusuf Kalla. Negara Maritim dapat ditemui dalam Misi ke-3, mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim dan Misi ke-6, mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Sedangkan Tol Laut diketahui pada Liputan6.com, Surabaya –“Calon presiden (Capres) Joko Widodo mengaku akan membangun tol laut untuk memperlancar lalu lintas kapal-kapal pengangkut barang dan penumpang jika nantinya terpilih menjadi Presiden Indonesia periode 2014-2019.”

Negara Maritim
Menurut KBBI, Kata maritim /ma·ri·tim/a berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut; jadi, secara umum kata Maritim mengindikasikan tentang penggunaan dari laut itu sendiri untuk menghasilkan uang. Artinya penggunaan laut untuk kepentingan ekonomi. Contoh elemen dari kata Maritim yang sangat berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut dapat dilihat pada Yurisdiksi Hukum Maritim.

19 Agustus 2014

Tantangan Stabilitas Politik dan Pertahanan Pasca Kekalahan Prabowo-Hatta



Oleh Laksda TNI AL (Purn) Soleman B.Ponto ST, MH 

                                                              Kabais TNI 2011-2013

JAKARTA, 19 Agustus 2014. Salah satu isu yang sering diangkat salah satu pasangan capres/cawapres dalam masa kampanye Pilpres ialah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan di masa pemerintahan Ibu Megawati Soekarnoputri. Dengan mengangkat isu ini, dimunculkan kekhawatiran ancaman keutuhan wilayah NKRI di masa mendatang.

Saat ini, dari sudut keutuhan wilayah, ada dua wilayah yang bila tidak diurus dengan baik dapat mengikuti jejak Sipadan dan Ligitan. Kedua wilayah itu adalah Aceh dan Papua. Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam masalah Aceh, komitmen pemerintah Indonesia untuk mempertahankan Aceh tetap dalam bingkai NKRI telah dituangkan dalam MoU Helsinki. Hanya sayangnya, sampai saat ini, sudah sembilan tahun sejak MoU Helsinki ditandatangani, masih ada beberapa janji Pemerintah Indonesia yang belum dilaksanakan, misalnya, Pembentukan Pengadilan HAM di Aceh.

5 Agustus 2014

Peran Intelijen TNI dalam Menumpas Aksi Teror di Indonesia

Ringkasan
Intelijen TNI dalam upaya pemberantasan aksi teror berperan mengidentifikasi pelaku aksi teror, melokalisir area, menentukan sasaran,  mengamankan lingkungan sekitar sasaran kemudian memberi informasi kepada unsur-unsur pemukul. Pasca tindakan eksekusi dilakukan,  aparat Intelijen tetap melakukan monitoring terhadap wilayah tersebut dan membantu masyarakat di wilayah itu untuk lebih peduli dalam menjaga keamanan lingkungannya.  Kondisi ini perlu dilaksanakan mengingat ruang gerak terorisme sebagian besar berada di bawah tanah dan ideologi mereka sulit untuk dihilangkan begitu saja.

Pada tanggal 11 September 2001 dunia dikejutkan dengan adanya serangan terhadap menara kembar WTC di New York dan gedung Pentagon di Arlington Amerika Serikat. Menyusul kemudian tidak ketinggalan pula Indonesia ikut diserang. Beberapa serangan aksi teror yang mengguncangkan masyarakat Indonesia antara lain Legian Bali yang dibom pada tanggal 12 Oktober 2002, teror bom buku serta bom bunuh diri yang dilakukan pada tanggal 15 April 2011, saat Sholat Jum’at di Mesjid Az-Dzikro di Markas Polresta Cirebon.

Sejak kejadian itu masyarakat dunia dan masyarakat Indonesia tersadarkan bahwa ”aksi teror” adalah musuh bersama yang harus ditanggulangi bersama. Kesadaran itu pada akhirnya menggiring pemerintah Indonesia untuk menanggulangi aksi teror dengan membuat Undang-undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dan Undang-undang RI nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme.

Dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada itu sudah banyak pelaku aksi teror yang ditangkap, diadili dan dihukum. Namun pada kenyataannya, aksi teror masih terus terjadi. Hal itu merupakan bukti bahwa aksi teror tidak bisa diberantas hanya dengan melakukan Penindakan, baik itu tindakan menangkap, menghukum bahkan membunuh para pelaku aksi teror, akan tetapi kegiatan Pencegahan tidak kalah pentingnya harus pula dilaksanakan.

1 Agustus 2014

Operasi Intelijen yang (Tak Boleh) Gagal


Oleh Laksda TNI Soleman B. Ponto ST, MH,
Kabais TNI 2011-2013
Berangkat tugas dianggap mati,
hilang tidak dicari, kalah dicaci maki,
menang tidak dipuji.

Kutipan diatas adalah semboyan yang terkenal dilingkungan intelijen. Bagi pihak yang memilih berkarier dibidang intelijen, pasti sangat akrab dengan istilah ini. Dan tentunya akan siap menerima konsekuensi seperti semboyan tersebut.

Dalam doktrin operasi intelijen, orang yang menerima perintah disebut agen, sedangkan orang yang memberi perintah disebut agen handlers. Operasi dilakukan dengan sistim Sel. Artinya antara agen dan agen handlers tidak boleh ada bukti sama sekali bahwa mereka memiliki hubungan. Secara resmi diantara keduanya tidak boleh ada hubungan sama sekali. Artinya hubungan diantara keduanya harus dirahasiakan. Apabila agen tertangkap, maka agen handlers secara terbuka akan menyangkalnya.

4 Juli 2014

Legalitas DKP dan Profesionalisme TNI

Oleh Laksda TNI Soleman B. Ponto ST, MH,
Kabais TNI 2011-2013

Ringkasan
Bersaksi bagi tim DKP dan membela diri bagi Prabowo, semuanya adalah proses yang  hanya dapat dilakukan di pengadilan HAM, karena tindak pidana yang dilakukan oleh Prabowo masuk dalam katagori Pelanggaran HAM berat.Membela diri di pengadilan HAM adalah satu-satunya jalan bagi Prabowo untuk membersihkan namanya dari tuduhan sebagai pelanggar HAM. Apabila hal ini tidak dilakukannya, maka ia akan terus tersandera oleh predikat pelanggara HAM yang akan terus menempel di namanya.

JAKARTA, 4 Juli 2014. Sejak beredarnya Surat Rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang isinya merekomendasikan diberhentikannya Letjen TNI Prabowo Subianto dari dinas militer, telah muncul berbagai tanggapan. Ada yang menilai bahwa DKP tidak sah, ada pula yang menilai suratr ekomendasi itu palsu. Selain itu, ada juga yang mempersoalkan bahwa Letjen TNI Prabowo Subianto tidak dipecat, tapi diberhentikan dengan hormat, ada pula yang mengatakan bahwa beliau diberhentikan dengan tidak hormat dll. Untuk menjawab hal itu, perlu diperhatikan fakta-fakta sebagai berikut :

22 Juni 2014

Pengadilan HAM bagi Pelaku Operasi Intelijen yang Gagal: Kasus Prabowo



Ringkasan
Gagalnya suatu operasi intelijen dapat berbuntut sangat panjang bagi para pelakunya, baik itu agen handler maupun agennya sendiri. Oleh karenanya, kasus yang menimpa Prabowo Subianto hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap pelaku operasi intelijen. Doktrin operasi intelijen mutlak untuk dilaksanakan tanpa pengecualian. Bila terjadi kegagalan operasi intelijen, tuduhan sebagai pelanggar HAM berat sudah menunggu, dan pintu pengadilan HAM terbuka lebar, karena tidak ada alasan pembenaran bagi para pelakunya.

JAKARTA, 22 Juni 2014. Tahun 1998, terdengar berita, Letjen TNI Prabowo Subianto diberhentikan dari dinas militer. Dikabarkan bahwa beliau diberhentikan karena diduga terlibat dalam penculikan aktifis, dimana beberapa orang dari yang diculik itu dikembalikan, dan masih ada lagi 13 orang aktifis yang belum diketahui rimbanya.

Sekarang, tahun 2014, dikejutkan dengan beredarnya Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merupakan dasar pemberhentian Letjen Prabowo Subianto dari dinas militer. Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari dinas militer adalah titik d yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

15 Juni 2014

Implikasi Hukum Surat Rekomendasi DKP bagi Prabowo Subianto dan Tim DKP

Ringkasan:
Membela diri di pengadilan HAM adalah satu-satunya jalan bagi Prabowo untuk membersihkan namanya dari tuduhan sebagai pelanggar HAM. Apabila hal ini tidak dilakukannya, maka ia akan terus tersandera oleh predikat pelanggara HAM yang akan terus menempel di namanya. Akan sangat disayangkan apabila ia terpilih sebagai presiden nantinya, predikat pelanggar HAM masih akan terus ikut besertanya, dan kita rakyat Indonesia juga nantinya akan menanggung malu.

JAKARTA, 15 Juni 2014. Saat ini telah beredar luas di masyarakat Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP. Surat tersebut dibuat pada tanggal 21 Agustus 1998 dan ditandatangani oleh Ketua Dewan Kehormatan Perwira Jenderal TNI Subagyo Hadi Siswoyo, Sekretaris Letjen TNI Djamari Chaniago, Wakil Ketua Letjen TNI Fahrul Razi, anggota Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, dan anggota Letjen Yusuf Kartanegara.

Peluang Kudeta Konstitusional Pemilu 2014

Berikut ini tulisan saya yang dimuat oleh Koran Tempo di halaman opini pada 28 Februari 2014, dengan judul Peluang Kudeta Konstitusional Pemilu 2014. Selamat menikmati, semoga berguna.

Koran Tempo, Jakarta, 28 Februari 2014. Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Namun, aneh tapi nyata, undang-undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat itu oleh MK dinyatakan masih dapat dipakai dalam pelaksanaan Pemilu 2014.

TNI Miliki Kewajiban Melakukan Kudeta

Berikut ini adalah buah pemikiran saya tentang putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU No 42/2008. Saya diwawancarai oleh wartawan Jaringnews.com perihal topik itu, dan hasilnya disajikan dalam bentuk wawancara berikut ini. Selamat membaca, semoga berguna.

JAKARTA, Jaringnews.com -  Kekacauan atau chaos dapat saja muncul, apabila ada pihak-pihak yang tidak dapat menerima kekalahan yang dialami dalam Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres). Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 23 Januari lalu telah memutuskan bahwa Undang-Undang No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Hal ini dapat digunakan sebagai alasan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan kekacauan.

13 Juni 2014

Penyadapan, Sandi dan Kewaspadaan



KOMPAS, 25 Maret 2014. DUNIA sempat heboh gara-gara ulah Edward Snowden, mantan karyawan kontrak Badan Keamanan Nasional AS, yang membocorkan aksi penyadapan oleh sejumlah negara terhadap negara-negara lainnya. Hubungan diplomatik antara negara penyadap dan yang disadap pun sempat terganggu. Tak terkecuali Indonesia. Hal itu terjadi pada akhir 2013. Lambat laun cerita tersebut lenyap. Hubungan diplomatik pun kembali cair seperti biasa. Sayangnya, belum ada (media/lembaga riset) yang mengungkap atau melakukan investigasi, di balik aksi Snowden adakah peningkatan permintaan atau penjualan alat anti sadap?

Pencapresan Prabowo Disandera Masalah HAM

Berikut ini adalah komentar saya tentang pernyataan Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zen, yang dimuat oleh Jaringnews.com. Selamat membaca dan semoga berguna.

 JAKARTA, Jaringnews.com – Langkah pencapresan Letjen (Purn) TNI, Prabowo Subianto, tidak dapat menghindari tersandera oleh masalah Hak Asasi Manusia (HAM) apabila mantan bawahannya, Mayjen (Purn) TNI, Kivlan Zen, tidak mau mengungkap informasi penculikan 13 aktivis yang ia klaim  dimilikinya secara lengkap.

Kendati anak buahnya mengatakan isu pelanggaran HAM capres dari Partai Gerindra itu selalu diungkit seperti didaur ulang, Prabowo tak dapat berkelit sepanjang pelanggaran tersebut tidak dijelaskan secara tuntas, apalagi berbagai informasi baru terungkap sejak pengakuan Kivlan Zen mencuat menjadi wacana publik.

10 Juni 2014

Kivlan Zen Bisa jadi Tertuduh bila Sembunyikan Informasi Penculikan 13 Aktivis

Berikut ini komentar saya tentang pernyataan Mayjen (Purn) Kivlan Zen yang dimuat oleh Jaringnews.com. Selamat membaca dan semoga berguna.

JAKARTA, Jaringnews.com
– Mayor Jenderal (Purn) TNI, Kivlan Zen, yang juga orang dekat calon presiden dari Partai Gerindra, Letjen (Purn) TNI Prabowo Subianto, berpotensi menjadi tertuduh pembunuhan dan pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) apabila ia tidak bersedia mengungkap informasi yang diakuinya dimilikinya tentang penculikan 13 aktivis pada tahun 1997-98.

6 Juni 2014

Intelijen Itu Tak Boleh Bohong tapi Jangan Bicara Kebenaran


Usai menuntaskan tugasnya sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda Soleman B Ponto kian bergairah. Saat ke redaksi INDOPOS di Gedung Graha Pena, (11/12), dia berbagi cerita mulai cara kerja intelijen, penyadapan, hingga terorisme.

HUMORIS, cerdas, berwawasan luas, dan ceplas-ceplos. Itulah kesan pertama ketika berbincang-bincang dengan Soleman B Ponto. Tak ayal, awak redaksi betah ngobrol berlama-lama, hingga perbincangan selama tiga jam tiada terasa.

Kalau Mau Bunuh Teroris Polisi jadi Tentara saja

Berikut ini laporan wartawan Antara yang dimuat kembali oleh Suara Pembaruan pada 3 Agustus 2011. Selamat menikmati semoga berguna.

JAKARTA Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Bais) Laksamana Muda Soleman B. Ponto mengatakan, polisi tidak harus membunuh pelaku teror (terorisme), namun hanya perlu ditangkap.

"Kalau teroris boleh terbunuh ya gunakan TNI, tetapi kalau harus ditangkap lalu dihukum ada alatnya yaitu polisi. Kalau mau bunuh teroris, Polisi jadi tentara saja," katanya di Jakarta, Rabu (3/8).

2 Juni 2014

Intelijen dan Pemilu



Dalam setiap peristiwa “besar” di dunia dan tentunya juga negeri ini, intel selalu mengiringi. Dari aksi terorisme hingga perhelatan akbar seperti pemilu. Baru-baru ini, kembali muncul sinyalemen dari salah satu partai yang menyatakan ada indikasi gerakan mengacaukan Pemilihan Umum 2014. Informasi itu, menurut dia, diperolehnya berdasarkan pengumpulan data dan informasi intelijen yang diklaimnya akurat.