Masa Depan Maritim Indonesia di Era Pemerintahan Baru: Menuju Ketidakpastian Hukum di Laut
Jakarta 13 Februari 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kepentingan strategis di sektor maritim. Namun, rencana DPR untuk membentuk undang-undang baru mengenai keamanan laut dan mendirikan coast guard justru berpotensi merusak stabilitas hukum yang telah dibangun. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 (UU 66/2024), seharusnya kebijakan maritim Indonesia hanya perlu diperkuat tanpa perlu menambah tumpang-tindih regulasi baru. Sayangnya, DPR tampaknya tidak mempertimbangkan UU 66/2024 secara mendalam dan malah memikirkan cara baru yang justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
UU 66/2024: Penyempurnaan yang Seharusnya Diperkuat
UU 66/2024 merupakan penyempurnaan dari UU 17/2008 yang telah dibuat untuk menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di laut saat ini. Regulasi ini telah mengakomodasi berbagai tantangan dalam dunia maritim, termasuk aspek keamanan, efisiensi operasional, serta perlindungan terhadap pelayaran dan lingkungan maritim. Seharusnya, yang perlu dilakukan saat ini adalah memperkuat implementasi UU 66/2024, bukan menciptakan undang-undang baru yang hanya memperburuk situasi.
Penting bagi hakim, pemilik kapal, dan pengguna kapal untuk memahami isi dan tujuan dari UU 66/2024 agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan efektif. Dengan pemahaman yang baik, regulasi ini akan memberikan kepastian hukum yang mendukung keberhasilan sektor maritim. Tanpa pemahaman dan implementasi yang baik, ketidakpastian hukum akan semakin memperburuk dunia pelayaran dan logistik maritim di Indonesia.
Keamanan Maritim sebagai Cerminan Penegakan Hukum
Keamanan maritim atau keamanan laut bukanlah sebuah konsep yang berdiri sendiri, melainkan merupakan cerminan dari penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal yang berlayar. Ketika aturan hukum di laut tidak jelas atau tumpang tindih, maka langsung berdampak pada pelayaran kapal. Kapal-kapal bisa ditahan tanpa alasan yang kuat, pemilik kapal tidak mendapatkan kepastian hukum, dan operasional pelayaran menjadi terganggu. Semua ini berimbas pada dunia maritim yang semakin tidak stabil dan tidak efisien.
Ketika regulasi tidak tegas atau berubah-ubah, berbagai instansi dengan kewenangan yang tidak jelas dapat melakukan intervensi tanpa dasar hukum yang kuat. Hal ini menimbulkan ketakutan bagi pelaku usaha dan operator kapal, menghambat perdagangan serta mengganggu aktivitas logistik di perairan Indonesia. Oleh karena itu, memastikan kejelasan dan efektivitas UU 66/2024 sangat penting agar tidak terjadi ketidakpastian hukum yang merugikan dunia maritim.
Dampak Ketidakpastian Hukum terhadap Masa Depan Maritim
Keputusan DPR untuk tidak mengacu pada UU 66/2024 dan justru mengusulkan undang-undang baru serta pembentukan coast guard menciptakan beberapa permasalahan mendasar:
- Overlapping Kewenangan dan Penyalahgunaan Wewenang
Saat ini, beberapa institusi telah memiliki wewenang dalam pengawasan dan penegakan hukum di laut, seperti KPLP, Bakamla, dan TNI AL. Dengan adanya coast guard baru, kemungkinan besar terjadi tumpang tindih kewenangan yang akan memperburuk situasi. Hal ini bisa mengarah pada konflik antar-lembaga yang berujung pada lemahnya penegakan hukum di laut. - Potensi Kriminalisasi Kapal Berlayar
Ketidakjelasan dalam pembagian kewenangan membuat kapal yang sedang berlayar, baik kapal dagang maupun kapal nelayan, rentan ditangkap oleh institusi yang tidak memiliki kompetensi yang jelas. Kasus seperti penahanan kapal tanpa dasar hukum yang kuat akan semakin marak, menghambat perdagangan maritim serta merugikan ekonomi nasional. - Investor dan Operator Kapal Menjadi Enggan Berinvestasi
Kejelasan regulasi adalah salah satu tolok ukur utama keberhasilan sektor maritim. Ketika aturan berubah-ubah dan tidak ada kepastian hukum yang stabil, investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di sektor pelayaran dan perikanan. Operator kapal juga akan menghadapi ketidakpastian terkait izin operasi dan penegakan hukum di laut. - Melemahkan Efisiensi dan Koordinasi Maritim
Saat ini, UU 66/2024 telah memberikan dasar hukum yang cukup untuk memperkuat keamanan dan penegakan hukum di laut. Namun, tanpa mengoptimalkan implementasinya, DPR malah mengusulkan peraturan baru yang justru memperpanjang rantai birokrasi. Alih-alih meningkatkan efisiensi, kebijakan ini justru berpotensi memperumit koordinasi antar-lembaga yang seharusnya berperan dalam pengelolaan dan keamanan laut Indonesia.
Tolok Ukur Keberhasilan Dunia Maritim yang Akan Terganggu
Beberapa indikator keberhasilan sektor maritim yang dapat terganggu akibat ketidakpastian hukum ini antara lain:
- Keamanan dan Stabilitas Navigasi: Dengan regulasi yang tumpang-tindih, risiko kapal yang beroperasi di perairan Indonesia mengalami hambatan hukum semakin tinggi.
- Pertumbuhan Ekonomi Maritim: Ketidakpastian regulasi menyebabkan pelaku usaha dan investor menjadi ragu untuk berpartisipasi dalam sektor pelayaran dan perikanan.
- Efisiensi Penegakan Hukum: Jika coast guard baru dibentuk tanpa pembagian tugas yang jelas, akan terjadi ketidakefisienan dalam patroli dan pengawasan maritim.
- Kedaulatan Maritim: Ketika berbagai institusi bersaing dalam menegakkan hukum di laut tanpa koordinasi yang baik, ini justru membuka peluang bagi aktor-aktor asing untuk memanfaatkan ketidakteraturan tersebut.
- Efisiensi Transportasi Laut: Keberhasilan dunia maritim dapat diukur dari bagaimana kapal dapat tiba di tempat tujuan dengan selamat, tepat waktu, membawa muatan sesuai jumlah yang ditentukan, serta dengan biaya yang terjangkau. Ketidakpastian hukum akan menghambat efisiensi ini dan berdampak pada kenaikan biaya logistik yang akhirnya merugikan perekonomian nasional.
Kesimpulan
Masa depan maritim Indonesia di era pemerintahan baru terlihat suram jika DPR tetap bersikeras untuk membuat undang-undang keamanan laut baru dan membentuk Coast Guard tanpa mempertimbangkan efektivitas UU 66/2024. Alih-alih membawa perbaikan, langkah ini justru akan menciptakan ketidakpastian hukum di laut yang berujung pada rusaknya stabilitas ekonomi dan keamanan maritim nasional. Sebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan regulasi yang solid dan koordinasi yang baik, bukan aturan yang terus berubah-ubah tanpa dasar yang kuat. Implementasi UU 66/2024 harus diperkuat dan dipahami oleh semua pemangku kepentingan agar dunia maritim Indonesia dapat berkembang dengan optimal. RUU Keamanan Laut, pernah dibuat tahun 2005, dan gagal, sekarang akan dibuat lagi. Demikian juga Coast Guard, pernah mau dibangun pada tahun 2008 melalui UU 17/2008 tentang Pelayaran, tapi dimatikan pada tahun 2024 sebelum sempat dilahirkan. Sekarang mau dihidupkan lagi ? Wah ini buktinya manusia lebih bodoh dari keledai, selalu mengulangi kesalahan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar