1 Februari 2025

Legal Tapi Nakal: Pasal 66 PP 18/2021 Mengubah Laut Jadi Ladang Emas, membuat nelayan Mati Lemas

Legal Tapi Nakal: Pasal 66 PP 18/2021 Mengubah Laut Jadi Ladang Emas, membuat nelayan Mati Lemas

Jakarta 01 Februari 2021

Oleh: Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB


Pendahuluan: Tanah Hilang, Hak Melayang

Di dunia ini, ada dua cara kehilangan tanah. Pertama, tanah Anda benar-benar tersapu ombak atau longsor. Kedua, tanah Anda "dianggap hilang" secara hukum, meskipun secara fisik masih ada di tempatnya. Nah, kalau cara pertama adalah bencana alam, cara kedua adalah "bencana administratif"—dan di sinilah Pasal 66 PP 18/2021 berperan.

Aturan ini diciptakan dengan dalih bahwa tanah yang sudah tidak bisa diidentifikasi akibat peristiwa alam dianggap sebagai Tanah Musnah. Konsekuensinya? Hak kepemilikan otomatis hilang. Hebatnya lagi, jika tanah ini kemudian "muncul kembali" atau "diselamatkan" melalui reklamasi, pemilik asli hanya bisa melihat dari kejauhan sambil mengelus dada.

Isi Lengkap Pasal 66 PP 18/2021 tentang Hak Pengelolaan Hak ata tanah, satuan rumah susun dan pendaftaran tanah dan Penjelasannya

Pasal 66 PP 18/2021

(1) Dalam hal terdapat bidang tanah yang sudah tidak dapat diidentifikasi lagi karena sudah berubah dari bentuk asalnya akibat peristiwa alam sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, tanah tersebut dinyatakan sebagai Tanah Musnah dan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dinyatakan hapus.

(2) Penetapan Tanah Musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian.

(3) Sebelum ditetapkan sebagai Tanah Musnah, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan prioritas untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi atas pemanfaatan tanah tersebut.

(4) Dalam hal rekonstruksi atau reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau pihak lain, maka pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan bantuan dana kerohiman.


Penjelasan Pasal 66 PP 18/2021

Pasal ini menyatakan bahwa apabila tanah mengalami perubahan bentuk akibat peristiwa alam dan tidak dapat difungsikan lagi, maka tanah tersebut dianggap musnah dan hak atas tanahnya dihapus. Namun, sebelum status Tanah Musnah diberlakukan, pemilik hak diberikan kesempatan untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi. Jika pemerintah atau pihak lain yang melaksanakan reklamasi, pemegang hak akan mendapatkan bantuan dana kerohiman.

Akan tetapi, aturan ini menyimpan potensi masalah besar. Tidak ada definisi yang jelas mengenai batasan "tanah tidak dapat diidentifikasi," sehingga membuka ruang interpretasi yang dapat digunakan oleh pihak berkepentingan untuk mengambil alih tanah tanpa melalui mekanisme yang adil bagi pemilik aslinya.

Lebih jauh, dapat diterka bahwa Pasal 66 PP18/2021 ini sebenarnya dibuat untuk memuluskan proyek reklamasi dengan menggunakan label "tanah musnah karena abrasi." Dengan begitu, para pengembang bisa mendapatkan tanah dengan harga murah karena dianggap tidak lagi bernilai. Mereka membeli tanah yang sudah "dianggap musnah," mendapatkan hak reklamasi, lalu mengubahnya menjadi properti bernilai tinggi. Sementara itu, pemilik asli hanya bisa gigit jari melihat bagaimana aset mereka berubah menjadi investasi besar yang menguntungkan pihak lain.


Analisis Niat Tersembunyi dalam Urutan Pasal 66 PP18/2021

Dari analisis struktur pasal ini, tampak ada potensi agenda tersembunyi yang dapat merugikan pemegang hak atau justru membuka celah bagi penyalahgunaan wewenang. Berikut beberapa kemungkinan niat terselubung di balik penyusunan pasal ini dalam urutan yang ada:

1. Menghapus Hak Secara Sepihak tanpa Kesempatan Rekonstruksi yang Nyata

Fakta:

  • Ayat (1) langsung menyatakan bahwa tanah yang tidak dapat difungsikan dinyatakan Tanah Musnah dan haknya dihapus.
  • Ayat (3) menyebutkan bahwa pemegang hak diberikan prioritas rekonstruksi atau reklamasi sebelum tanah ditetapkan sebagai Tanah Musnah, tetapi ini baru disebutkan setelah tanah sudah dinyatakan musnah.

Potensi niat terselubung:

  • Menciptakan ilusi hak rekonstruksi: Seolah-olah pemegang hak memiliki kesempatan untuk merehabilitasi tanahnya, padahal pasal sebelumnya sudah menghapus haknya.
  • Mempermudah pengambilalihan tanah oleh pihak lain: Setelah hak dihapus, tanah dapat dikuasai oleh pemerintah atau pihak lain tanpa negosiasi dengan pemegang hak asli.


2. Reklamasi: Musuh Nelayan, Surga Pengembang

Fakta:

  • Jika tanah dinyatakan Tanah Musnah, maka tanah tersebut menjadi bebas dari hak-hak sebelumnya dan bisa dikuasai pihak lain.
  • Pemerintah atau pihak lain yang melakukan rekonstruksi dapat menguasai tanah tersebut dengan dalih reklamasi untuk kepentingan umum.


Potensi niat terselubung:

  • Nelayan kehilangan laut, ikan kehilangan rumah: Dengan reklamasi besar-besaran, ruang hidup ikan makin sempit. Nelayan yang biasanya berlayar mencari ikan, kini harus berlayar mencari pekerjaan lain.
  • Reklamasi itu surga bagi pengembang, tapi neraka bagi nelayan: Nelayan hanya bisa menonton dari kejauhan sambil berkata, "Dulu di sini saya cari ikan, sekarang jadi hotel bintang lima."
  • Dana kerohiman ala kadarnya: Pemilik tanah hanya mendapat "uang hiburan" dan tidak lagi bisa menuntut hak atas tanahnya setelah direklamasi.


Kesimpulan: Reklamasi Bukan untuk Nelayan, Tapi untuk Para Pengembang

Pasal 66 PP 18/2021 bisa menjadi senjata ampuh untuk melegalkan reklamasi dengan cara yang halus. Tanah nelayan bisa dianggap musnah, lalu muncul perusahaan "baik hati" yang membeli tanah tersebut dengan harga murah. Setelah direklamasi, tanah tersebut berubah menjadi kawasan elite, sementara nelayan hanya bisa melambaikan tangan dari jauh.

Jadi, kalau suatu hari nelayan terlihat sedang berbicara dengan ikan di laut, mungkin mereka sedang berdiskusi soal demo besar-besaran di bawah air. Karena reklamasi telah mengambil laut mereka, mungkin satu-satunya solusi bagi ikan adalah migrasi besar-besaran ke tempat yang lebih aman—atau mendaftarkan diri sebagai warga baru di akuarium raksasa.

Jika pasal ini tidak direvisi atau dicabut, bukan hanya tanah yang musnah, tapi juga kehidupan para nelayan!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar