Tanggapan terhadap Kewajiban PPNS atau Penyidik Tertentu untuk menyerahkan perkara melalui Polri dalam RUU KUHAP
Jakarta 23 Februari 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
Pada RUU KUHAP versi Februari 2025 terdapat pasal yang mengatur kewajiban PPNS atau Penyidik Tertentu untuk menyerahkan perkara melalui Polri. Hal itu tertulis pada pasal 8 ayat (3) RUU KUHAP yang selengkapnya berbunyi :
Pasal 8 ayat (3):
Penyerahan berkas perkara yang dilakukan oleh PPNS atau Penyidik Tertentu dilakukan melalui Penyidik Polri untuk kemudian secara bersama-sama menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
Tanggapan:
1. Kompetensi Absolut
Pasal ini bertentangan dengan prinsip kompetensi absolut dalam sistem peradilan pidana. Kompetensi absolut menetapkan bahwa kewenangan suatu institusi dalam proses peradilan harus didasarkan pada norma hukum yang mengatur secara jelas dan tegas. Dalam konteks ini, Pasal 6 RUU KUHAP menyatakan bahwa Penyidik terdiri dari Pejabat Polri, Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Penyidik tertentu memiliki kedudukan yang sama sebagai penyidik yang berwenang melakukan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan dalam Pasal 8 ayat (3) yang mewajibkan PPNS dan Penyidik tertentu menyerahkan berkas perkara melalui Penyidik Polri menciptakan subordinasi yang tidak beralasan secara hukum. Hal ini membatasi kompetensi absolut PPNS dan Penyidik tertentu yang telah diberikan kewenangan penyidikan secara mandiri oleh undang-undang sektoral yang mengatur tugas dan wewenang mereka. Dengan demikian, pasal ini mengurangi otonomi PPNS dan Penyidik tertentu sehingga menciptakan hambatan administratif yang tidak diperlukan dalam sistem peradilan pidana.
2. Teori Hukum
Menurut teori hukum, sistem peradilan pidana harus berlandaskan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam proses penegakan hukum. Konsep teori kewenangan menyatakan bahwa lembaga negara hanya dapat menjalankan kewenangan yang diberikan secara eksplisit oleh hukum. Pasal 6 telah menetapkan bahwa penyidik, baik dari Polri maupun PPNS, dan Penyidik tertentu memiliki kedudukan yang setara dalam proses penyidikan. Oleh karena itu, pengaturan dalam Pasal 8 ayat (3) yang mewajibkan PPNS dan penyidik tertentu menyerahkan berkas perkara melalui Polri justru bertentangan dengan asas legalitas dan prinsip due process of law.
Dari perspektif teori pemisahan kekuasaan (separation of powers), kewenangan penyidik seharusnya tidak boleh diletakkan di bawah institusi lain tanpa dasar hukum yang kuat. Penyidik, termasuk PPNS, dan Penyidik tertentu adalah bagian dari sistem penegakan hukum yang memiliki wewenang independen dalam melakukan penyidikan dan menyerahkan berkas perkara langsung kepada Penuntut Umum tanpa perlu perantara dari Polri.
3. Filsafat Hukum
Dari perspektif filsafat hukum, pengaturan dalam Pasal 8 ayat (3) mengandung ketimpangan dalam prinsip keadilan dan kepastian hukum. Jika PPNS dan Penyidik tertentu secara hukum diberikan kewenangan yang sama dengan Polri dalam melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 6, maka tidak ada dasar moral dan filosofis yang membenarkan posisi Polri sebagai superior dalam penyerahan berkas perkara.
Dalam konteks filsafat utilitarianisme, suatu norma hukum harus mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi efektivitas penegakan hukum. Ketentuan dalam Pasal 8 ayat (3) justru menciptakan birokrasi yang memperlambat proses penegakan hukum dan bertentangan dengan prinsip keadilan prosedural. Selain itu, dari perspektif teori keadilan John Rawls, semua institusi penegak hukum harus memiliki akses yang sama terhadap proses peradilan, sehingga membebankan PPNS dan penyidik tertentu untuk selalu melewati Polri sebelum menyerahkan berkas perkara ke Penuntut Umum merupakan bentuk ketidakadilan yang tidak memiliki justifikasi rasional.
Revisi Pasal
Pasal yang direvisi: Pasal 8 ayat (3)
Bunyi Pasal setelah Revisi:
"Penyerahan berkas perkara yang dilakukan oleh PPNS atau Penyidik Tertentu dilakukan langsung kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku, tanpa harus melalui Penyidik Polri."
Kesimpulan
Pasal 8 ayat (3) bertentangan dengan kompetensi absolut yang diakui dalam sistem peradilan pidana, tidak sesuai dengan teori hukum yang menekankan efisiensi dan independensi lembaga penegak hukum, serta tidak memenuhi prinsip keadilan dalam filsafat hukum. Oleh karena itu, ketentuan ini harus dihapus atau direvisi agar sesuai dengan asas kesetaraan penyidik sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 6 RUU KUHAP. Tidak ada alasan hukum yang membenarkan posisi Polri sebagai superior dalam penyerahan berkas perkara oleh PPNS dan Penyidik lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar