16 Februari 2025

Analisis Hukum dan Etika: Bolehkah Wakil Menteri Hukum dan HAM Merangkap Jabatan sebagai Ketua PERADI?

Analisis Hukum dan Etika: Bolehkah Wakil Menteri Hukum dan HAM Merangkap Jabatan sebagai Ketua PERADI?

Jakarta 16 Februari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto. ST, SH, MH, CPM , CPARB


Pendahuluan

Dalam perkembangan terbaru, Otto Hasibuan yang menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) bidang Imigrasi juga masih menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Kondisi ini menimbulkan berbagai pertanyaan hukum dan etika, terutama terkait dengan konflik kepentingan dan independensi organisasi advokat.


1. Larangan Rangkap Jabatan berdasarkan UU No. 39 Tahun 2008

Berdasarkan Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:

  • Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  • Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
  • Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Larangan bagi menteri dan wakil menteri untuk menjadi komisaris atau pimpinan perusahaan swasta juga berlaku bagi Otto Hasibuan. Hal ini dikarenakan Ketua Umum PERADI memiliki peran yang setara dengan pimpinan perusahaan swasta, yaitu sebagai pemimpin organisasi yang mengatur kebijakan internal, memiliki pengaruh terhadap kepentingan advokat, serta mengelola keanggotaan dan kebijakan strategis.

Ketua PERADI menjalankan fungsi yang sama dengan seorang direksi atau pimpinan perusahaan swasta karena memiliki kontrol penuh terhadap organisasi advokat, termasuk dalam aspek administrasi, keuangan, dan regulasi profesi. Oleh karena itu, larangan rangkap jabatan sebagai pimpinan perusahaan swasta dalam Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 juga harus berlaku bagi Ketua PERADI. Jika seorang menteri atau wakil menteri dilarang menjabat sebagai komisaris atau pimpinan perusahaan swasta untuk menghindari konflik kepentingan, maka larangan ini juga harus diterapkan kepada Ketua PERADI yang memiliki peran mengelola profesi advokat secara nasional.


2. Konflik Kepentingan dalam Pengawasan Advokat

Sebagai pejabat eksekutif, Wamenkumham memiliki peran dalam regulasi hukum dan pengawasan profesi advokat. Namun, sebagai Ketua PERADI, ia juga bertindak sebagai pemimpin organisasi advokat yang mewakili kepentingan para advokat. Hal ini menciptakan konflik kepentingan ganda, di mana:

  • Otto Hasibuan berwenang dalam kebijakan hukum, yang dapat menguntungkan organisasi yang ia pimpin.
  • Keputusan hukum yang diambil oleh Kementerian Hukum dan HAM bisa berpotensi bias, karena Ketua PERADI juga berada di dalam struktur pemerintahan.
  • Organisasi advokat lain yang tidak tergabung dalam PERADI dapat merasa dianaktirikan atau dirugikan dalam kebijakan yang dibuat oleh Kemenkumham.


3. Ancaman terhadap Independensi Organisasi Advokat

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat harus bebas, mandiri, dan tidak boleh dipengaruhi oleh pemerintah dalam menjalankan profesinya. Jika Ketua PERADI juga menjabat sebagai Wamenkumham, maka organisasi advokat ini tidak lagi sepenuhnya independen karena pemimpinnya merupakan bagian dari eksekutif pemerintahan.

Independensi advokat sangat penting karena advokat sering menangani kasus yang melibatkan pemerintah, baik sebagai tergugat maupun sebagai penggugat. Jika organisasi advokat dipimpin oleh pejabat pemerintah, maka integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap advokat bisa terganggu.


4. Risiko Penyalahgunaan Wewenang

Sebagai pejabat negara, Otto Hasibuan memiliki akses terhadap berbagai kebijakan hukum yang berpotensi memengaruhi eksistensi organisasi advokat lain. Beberapa risiko yang bisa muncul dari rangkap jabatan ini antara lain:

  • Pengaruh dalam pengangkatan advokat: Jika kebijakan advokat hanya berpihak kepada PERADI, maka organisasi advokat lain bisa kehilangan haknya untuk melantik advokat, meskipun Mahkamah Agung telah mengakui keberadaan multi-bar.
  • Regulasi imigrasi yang menguntungkan advokat tertentu: Sebagai Wamenkumham yang membidangi Imigrasi, Otto memiliki kewenangan dalam perizinan advokat asing yang berpraktik di Indonesia. Hal ini bisa berpotensi menimbulkan konflik kepentingan jika ada kebijakan yang lebih menguntungkan anggota PERADI dibandingkan organisasi advokat lainnya.
  • Peran dalam perumusan aturan hukum terkait advokat: Kementerian Hukum dan HAM memiliki peran dalam mengajukan rancangan undang-undang dan peraturan terkait advokat. Jika Ketua PERADI juga berada di dalam pemerintahan, maka aturan yang dibuat berpotensi tidak netral dan hanya menguntungkan satu pihak.


5. Pelanggaran Kode Etik Advokat

Dalam kode etik advokat, terdapat prinsip officium nobile yang menekankan bahwa advokat adalah profesi yang harus memiliki integritas dan independensi tinggi. Jika Ketua PERADI juga menjabat sebagai pejabat pemerintah, maka ia akan menghadapi dilema dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin organisasi advokat yang seharusnya bebas dari pengaruh politik dan pemerintah.


Kesimpulan: Haruskah Otto Hasibuan Mengundurkan Diri?

 YA. Meskipun tidak ada larangan eksplisit dalam UU No. 39 Tahun 2008 bagi Wakil Menteri untuk menjabat sebagai Ketua PERADI jika organisasi tersebut tidak dibiayai oleh APBN/APBD, namun tetap ada konflik kepentingan dan potensi pelanggaran etika yang berbahaya bagi transparansi hukum dan independensi advokat.

Jika ia tetap menjabat keduanya, maka:

  • Akan terjadi benturan kepentingan yang dapat mencederai independensi advokat.
  • Pemerintah dianggap tidak netral dalam pengawasan organisasi advokat.
  • Organisasi advokat lain yang bukan bagian dari PERADI bisa merasa diperlakukan tidak adil.


Rekomendasi

  1. DPR dan pemerintah perlu memberikan klarifikasi terkait status rangkap jabatan ini untuk menghindari kontroversi dan kecurigaan publik.
  2. Jika Otto Hasibuan tetap ingin memimpin PERADI, ia harus melepaskan jabatannya sebagai Wamenkumham agar independensi organisasi advokat tetap terjaga.
  3. PERADI harus tetap menjaga profesionalisme dan tidak menjadi alat politik dengan memastikan bahwa kepemimpinannya tidak dipengaruhi oleh pejabat eksekutif.

📌 Kesimpulan Akhir: Rangkap jabatan antara pemerintahan dan organisasi advokat merupakan ancaman bagi supremasi hukum dan keadilan. Oleh karena itu, langkah yang paling tepat adalah memisahkan urusan advokat dari campur tangan eksekutif, demi menjaga transparansi dan independensi dunia advokat di Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar