16 November 2025

Tidak Melaksanakan Putusan MK adalah Rusaknya Demokrasi”

“Tidak Melaksanakan Putusan MK adalah Rusaknya Demokrasi”

Jakarta 16 November 2025
Oleh :Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB

 

Pendahuluan: Demokrasi Hidup dari Kepatuhan pada Konstitusi

Di dalam negara hukum, konstitusi adalah puncak norma, dan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah penjaga tertinggi agar konstitusi tetap tegak. Putusan MK bukan sekadar opini, bukan pula saran; putusan MK adalah perintah konstitusi. Ketika sebuah putusan MK terbit, maka sejak saat itu semua organ negara wajib tunduk dan melaksanakannya tanpa tawar-menawar. Demokrasi tidak dapat berdiri di atas dasar pembangkangan. Demokrasi membutuhkan loyalitas terhadap hukum, bukan loyalitas terhadap jabatan, institusi, atau kepentingan.

Apa Makna Tidak Melaksanakan Putusan MK?

Tidak melaksanakan putusan MK berarti:

  1. Mengabaikan konstitusi, sumber hukum tertinggi negara.
  2. Mengkhianati sumpah jabatan, karena semua pejabat bersumpah setia kepada UUD 1945.
  3. Menggerus legitimasi hukum, sebab hukum hanya punya kekuatan bila ditaati.
  4. Membuka pintu anarki, ketika setiap lembaga merasa boleh memilih hukum mana yang ingin dipatuhi.

Suatu saat, kalau MK tidak dihormati, maka apa bedanya negara dengan kekuasaan liar? Hukum hanya menjadi pajangan, sementara kekuasaan berjalan tanpa batas.

Tidak Melaksanakan Putusan MK = Kerusakan Demokrasi

Demokrasi hanya bisa berjalan jika:

  • Kekuasaan dibatasi oleh hukum.
  • Setiap pejabat tunduk pada konstitusi.
  • Tidak ada lembaga yang “merasa lebih tinggi” dari putusan MK.

Maka ketika putusan MK tidak dilaksanakan, yang rusak bukan hanya tata hukum — tetapi demokrasi itu sendiri.

Karena:

  1. Supremasi konstitusi tumbang, digantikan supremasi tafsir dari mereka yang ingin membangkang.
  2. Check and balances hancur, sebab MK tidak lagi dihormati sebagai pengendali konstitusional.
  3. Tidak ada jaminan hak warga negara, karena lembaga penegak konstitusi tidak digubris.
  4. Rakyat tidak lagi dilindungi konstitusi, tetapi “diatur” oleh kehendak politik.

Inilah awal dari sistem otoriter — bukan karena diktator muncul, tetapi karena perintah konstitusi dibiarkan tidak berlaku.

Siapa yang Wajib Melaksanakan Putusan MK?

Semua organ negara.
Termasuk Presiden, DPR, Menteri, TNI, Polri, Kejaksaan, lembaga independen, dan seluruh aparatur pemerintahan.

Putusan MK adalah final dan mengikat (final and binding) untuk:

  • Lembaga eksekutif → wajib menyesuaikan kebijakan.
  • DPR → wajib memperbaiki undang-undang.
  • Penegak hukum → wajib menyesuaikan implementasi.
  • Presiden → sebagai kepala eksekutif, harus menjadi pelaksana pertama.

Jika ada pejabat atau institusi memilih mengabaikan atau menunda melaksanakan putusan MK, tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi pembangkangan konstitusional.

Apa Akibat Pembangkangan terhadap Putusan MK?

  1. Delegitimasi kekuasaan:
    Pejabat yang tidak melaksanakan putusan MK pada dasarnya kehilangan legitimasi konstitusional, karena jabatan mereka bersumber dari konstitusi yang mereka langgar.
  2. Tindakan menjadi illegal:
    Semua kebijakan, keputusan, dan wewenang yang menggunakan norma yang telah dibatalkan MK menjadi ilegal dan tidak sah.
  3. Potensi pemakzulan (impeachment):
    Jika Presiden atau pejabat tinggi menolak melaksanakan putusan MK, dasar pemakzulan terbuka atas pelanggaran konstitusi.
  4. Risiko kekacauan institusional:
    Lembaga-lembaga negara akan berjalan saling bertentangan, tanpa rujukan hukum yang tunggal.
  5. Potensi intervensi TNI sebagai penjaga kedaulatan:
    Bila pembangkangan mengancam keutuhan negara, maka TNI — sesuai Pasal 30 ayat (2) dan (3) UUD 1945 — wajib menjaga kedaulatan dan keselamatan bangsa, termasuk menghadapi tindakan-tindakan inkonstitusional.

Mengapa Pelaksanaan Putusan MK Tidak Bisa Ditawar?

Karena:

  • Tidak ada lembaga yang bisa “mengoreksi” atau “menolak” putusan MK.
  • Putusan MK berlaku sejak diucapkan, bukan sejak dilaksanakan.
  • Penundaan pelaksanaan adalah sama dengan pembangkangan.

Jika putusan MK dapat diabaikan, maka setiap pejabat bisa membuat standar ganda: patuh kalau menguntungkan, membangkang kalau merugikan. Ini adalah kehancuran logika negara hukum.

Penutup: Demokrasi Jatuh Bila Putusan MK Tidak Ditaati

Demokrasi berdiri di atas:

  • supremasi hukum,
  • kejujuran lembaga negara,
  • komitmen terhadap konstitusi,
  • penghormatan penuh terhadap putusan MK.

Maka kalimat ini benar sepenuhnya:

“Tidak melaksanakan putusan MK adalah rusaknya demokrasi.”

Karena apabila konstitusi tidak lagi dihormati, maka negara tidak lagi berjalan dengan aturan — tetapi dengan keberanian pihak-pihak yang berani membangkang hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar