Putusan MK Meningkatkan Martabat Advokat
Jakarta 16 November 2025
Oleh: Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.
I. Pendahuluan: Ketika Konstitusi Menjadi Kompas Moral Negara
Dalam sejarah ketatanegaraan, ada momen ketika konstitusi harus berbicara dengan suara yang lebih keras daripada lembaga mana pun. Ada momen ketika negara harus berhenti, menundukkan kepala, dan mendengar kembali suara paling bening dalam republik—suara konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Kepolisian adalah salah satu momen itu.
Ia bukan sekadar koreksi terhadap norma hukum, bukan pula sekadar pembatalan frasa. Ia adalah penegasan kembali bahwa negara tidak boleh mengabaikan konstitusi. Ia adalah sinyal keras bahwa hukum tidak boleh berada di bawah kebiasaan birokrasi, intuisi politik, atau kenyamanan operasional. Dalam satu kalimat, putusan ini menegaskan:
Polri tidak boleh ditempatkan di luar struktur Polri tanpa alih status, titik.
Di tengah badai tafsir hukum, profesi advokat selama ini berdiri sendiri menjaga agar hak-hak warga negara tidak disapu oleh gelombang penyidikan yang sering kali berjalan di luar batas konstitusional. Kini, untuk pertama kalinya dalam waktu lama, suara konstitusi berdiri sejajar dengan suara advokat—mengingatkan negara bahwa prosedur bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi legitimasi kekuasaan.
Putusan MK ini, tanpa berlebihan, telah meningkatkan martabat advokat secara fundamental.
II. Advokat dan Konstitusi: Dua Pilar yang Saling Menguatkan
Advokat, menurut UU 18/2003, adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri. Namun dalam praktiknya, kebebasan ini selalu diuji oleh kuatnya kewenangan aparat penyidik. Banyak advokat bekerja dalam kondisi timpang, menghadapi penyidik dari lembaga-lembaga yang menempatkan personel Polri tanpa aturan yang jelas dan tanpa status kepegawaian yang sah.
Polisi dapat ditempatkan sebagai penyidik di KPK, BNN, BNPT, PPATK, hingga lembaga-lembaga kementerian secara bebas berdasarkan penjelasan pasal yang kini dibatalkan. Kebiasaan bertahun-tahun ini menciptakan ketidakpastian hukum dan melemahkan posisi advokat. Advokat seolah dipaksa tunduk pada tindakan aparat yang status hukumnya sendiri tidak jelas.
Putusan MK mengakhiri semua itu.
Putusan MK menarik kembali batas jelas antara kewenangan sah dan penyalahgunaan kekuasaan.
Dengan putusan ini, advokat memperoleh senjata konstitusional untuk menantang penyidikan yang dilakukan oleh aparat ilegal. Untuk pertama kalinya, advokat bukan hanya pembela individu, tetapi pembela legitimasi konstitusional.
III. Hantaman Keras MK terhadap Penyidikan Ilegal
Salah satu poin paling penting dari putusan MK adalah ini:
Penyidik Polri yang bertugas di luar struktur tanpa alih status adalah penyidik ilegal.
Kalimat ini tidak hanya memiliki kekuatan moral, tetapi kekuatan hukum penuh. Putusan MK bersifat:
- Final,
- Mengikat secara umum (erga omnes),
- Berlaku sejak diucapkan,
- Tidak bisa ditafsirkan ulang,
- Tidak bisa ditunda pelaksanaannya,
- Tidak bisa dinegosiasikan.
Ini berarti:
Setiap tindakan penyidikan oleh penyidik ilegal cacat wewenang dan dapat dibatalkan.
Surat Perintah Penyidikan — cacat.
Penangkapan — cacat.
Penyitaan — cacat.
Penggeledahan — cacat.
BAP — cacat.
OTT — terancam tidak sah.
Pengumpulan bukti — cacat sejak awal.
Bagi advokat, ini adalah perubahan peta kekuatan terbesar dalam sejarah sistem peradilan pidana.
IV. Advokat Memegang Kunci Baru: Doktrin Penyidik Ilegal
Sebelum putusan MK, banyak advokat terjebak dalam posisi sulit. Meski mengetahui penyidik yang memeriksa klien tidak jelas status hukumnya, advokat kekurangan dasar hukum untuk menolak. Negara terlalu lama membiarkan tindakan tak sah menjadi “normal”.
Putusan MK menghapus normalisasi itu.
Kini advokat dapat berdiri tegak di ruang pemeriksaan dan berkata:
“Tindakan ini tidak sah menurut konstitusi. Klien saya tidak diwajibkan meladeni penyidik ilegal.”
Dan kalimat ini bukan lagi retorika.
Ia adalah perintah konstitusi.
Advokat kini dapat:
- Mengajukan praperadilan dan memenangkan mayoritas permohonan,
- Menolak BAP yang dibuat oleh penyidik ilegal,
- Mengajukan keberatan pada setiap tindakan penyidikan,
- Menggugat negara atas tindakan inkonstitusional,
- Meminta perlindungan hukum dari Kompolnas atau Ombudsman,
- Menolak robotisasi proses pemeriksaan yang mengabaikan hak tersangka.
Praperadilan akan kembali menemukan maknanya. Hak warga untuk diperlakukan berdasarkan hukum kembali mendapatkan penjaganya — advokat.
V. Putusan MK Sebagai Tonggak Kebangkitan Martabat Advokat
Selama ini advokat sering menghadapi dominasi aparat penegak hukum lain. Penyidik bebas memakai cara apa pun dengan dalih “tugas negara”, sementara advokat sering diperlakukan sebagai pengganggu atau hambatan. Padahal, advokat adalah bagian penting dari checks and balances.
Putusan MK membalik keadaan.
Dengan putusan MK:
- Advokat kembali diposisikan sejajar dengan penyidik.
- Advokat dilindungi dari penyidikan sewenang-wenang.
- Advokat tidak bisa lagi ditekan atau diintimidasi penyidik ilegal.
- Advokat kini dapat menolak tindakan inkonstitusional tanpa risiko kriminalisasi.
- Advokat dapat menguji keabsahan setiap langkah penyidikan berdasarkan hukum tertinggi—UUD 1945.
Martabat advokat bukan datang dari lobi-lobi lembaga profesi.
Martabat advokat dikembalikan oleh konstitusi.
VI. Putusan MK Menghentikan ‘Negara dalam Negara’ di Lembaga Penegak Hukum Lain
Lembaga-lembaga seperti KPK, BNN, BNPT, hingga PPATK selama bertahun-tahun meminjam kekuatan Polri untuk melakukan tugas penegakan hukum. Namun mereka tidak memiliki sistem alih status yang benar. Akibatnya:
- ada penyidik yang tidak berada dalam hierarki Polri,
- tetapi bukan pula ASN lembaga tempat mereka bekerja,
- tidak tunduk pada pengawasan internal,
- tetapi tetap membawa wewenang represif negara.
Advokat adalah korban pertama dari ketidakjelasan ini.
Terkadang advokat tidak tahu kepada siapa harus mengadu ketika penyidik salah.
Propam tidak bisa menjangkau, KPK tidak punya mekanisme internal, PPATK bukan lembaga penegak hukum, BNPT tidak punya struktur disipliner.
Putusan MK menyapu bersih semua itu.
Negara kini dipaksa kembali ke jalur.
Tidak boleh ada penyidik berkeliaran membawa senjata konstitusi tanpa status hukum yang jelas.
Tidak boleh ada lembaga yang membajak kewenangan Polri tanpa dasar hukum.
Dan advokatlah yang mendapatkan manfaat terbesar dari disiplin konstitusi ini.
VII. Advokat Kembali Menjadi Penjaga Hak Konstitusional Warga Negara
Hak tersangka untuk didampingi advokat adalah hak konstitusional. Namun hak ini tidak bermakna jika penyidik bertindak di luar konstitusi. Putusan MK menjamin bahwa hak pendampingan advokat tidak dapat diremehkan.
Kini advokat memiliki wewenang moral dan legal untuk:
- menolak pemeriksaan malam hari oleh penyidik ilegal,
- menolak akses dokumen ditutup-tutupi oleh penyidik ilegal,
- menolak ancaman atau intimidasi,
- meminta seluruh tindakan penyidikan dibuat ulang oleh penyidik sah.
Advokat kini bukan lagi sekadar pendamping; advokat adalah penjaga demokrasi dalam proses peradilan.
VIII. Putusan MK Mewajibkan Aparat Menghormati Integritas Profesi Advokat
Ketika negara memaksa penyidik untuk taat struktur, taat status, dan taat konstitusi, negara sesungguhnya sedang memulihkan keadilan. Advokat, sebagai profesi, harus memanfaatkan hal ini untuk mengembalikan integritas ruang pemeriksaan.
Putusan ini juga menciptakan efek domino:
- Penyidik akan lebih berhati-hati.
Mereka kini tahu advokat memiliki senjata konstitusi baru. - Jaksa akan menilai kembali legalitas penyidikan.
Jaksa tidak mungkin mempertahankan BAP ilegal. - Hakim akan lebih sensitif terhadap isu legalitas penyidik.
Hakim tidak ingin putusannya dibatalkan karena aparat ilegal. - Proses peradilan pidana menjadi lebih bersih.
Ketika aparat menjadi lebih disiplin, advokat mendapatkan ruang kerja yang lebih terhormat.
IX. Penutup: Kebangkitan Martabat Advokat adalah Kebangkitan Negara Hukum
Putusan MK telah melakukan apa yang selama ini diimpikan profesi advokat:
membuat sistem peradilan pidana kembali tunduk pada konstitusi.
Ketika konstitusi ditegakkan, advokat akan berdiri tegak.
Ketika penyidikan sah, pembelaan sah.
Ketika kewenangan dibatasi, keadilan bergerak.
Putusan MK ini bukan kemenangan advokat, tetapi kemenangan bagi bangsa yang mendambakan negara hukum yang benar. Kemenangan bagi masyarakat yang ingin kepastian hukum. Kemenangan bagi demokrasi yang ingin batas-batas kekuasaan dijaga.
Dan yang paling penting:
Putusan MK ini mengembalikan martabat advokat sebagai penjaga pertama hak-hak konstitusional warga negara dan penjaga terakhir integritas negara hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar