29 November 2025

“Syair Para Penafsir Setengah Halaman”

“Syair Para Penafsir Setengah Halaman”


Tepi danau Khayalan 29 Nopember 2025
Oleh : Penyair tua penjaga negeri

Di sebuah alun-alun negeri yang sabar,
dua sosok naik panggung—
Sir Habibu dan Sir Omarius—
membawa setengah halaman
dan menyebutnya Konstitusi Lengkap.

Mereka mengacungkan kertas itu seperti wahyu terakhir,
sementara pasal-pasal lain berjatuhan,
dipinggirkan, diabaikan,
seperti logika yang lama kehilangan rumah.

Sir Habibu berteriak:

“Lihat! Ini satu-satunya penjaga hukum!”

Sir Omarius mengangguk:

“Ja natuurlijk!
Kalau satu bisa kerja,
biar dia kerja semua!”

Betapa lucu, betapa getir:
pikiran yang malas
menyamar menjadi kepastian.

Pasal 24 menatap mereka dari jauh,
seperti orang tua kecewa
melihat anaknya salah membaca abjad.

Keadilan pun turun sebentar,
menghela napas panjang:

“Aku ditulis di banyak halaman,
tapi mereka hanya mau membaca yang cocok
dengan keyakinan mereka sendiri.”

Sir Habibu terus mengulang:

“Penjaga Ketertiban itu pemimpin semua!”

Sementara Sir Omarius
menyusun kata Belanda seperti mantera patah:

“Orde… alles… recht…
iets… weet ik niet…”

Padahal yang ia cari
bukan makna,
melainkan alasan untuk tampak cerdas.

Hutan tertawa.
Angin berbisik sinis:

“Beginilah jika hukum tunduk pada
keberanian yang tidak diiringi pemahaman.”

Sungai menepuk ombaknya:

“Beginilah jadinya jika negara dibaca
seperti komik yang dipotong dua.”

Lalu Kitab Agung datang,
penuh amarah elegan,
penuh cahaya yang membakar.

Ia berkata:

“Keadilan tidak pernah tunggal.
Negara tidak pernah menyerahkan semuanya
kepada satu tangan.
Dan kalian, wahai penafsir setengah halaman,
sedang memainkan hukum seperti sulap murahan.”

Sir Habibu terdiam,
Sir Omarius terbatuk,
bahasa Belandanya berantakan,
keyakinannya ikut jatuh ke tanah.

Dan rakyat mengerti satu hal:

Kesalahan terbesar bukanlah tidak tahu,
tapi percaya diri ketika tidak membaca lengkap.

Lalu suara terakhir dari Kitab Agung bergema:

“Negara tidak dibangun dari separuh kalimat,
apalagi dari akal-akalan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar