16 November 2025

POLRI, SAATNYA PULANG KE RUMAH ALAT NEGARA

 POLRI, SAATNYA PULANG KE RUMAH ALAT NEGARA

Tepi Pantai Selatan 14 November 2025
Oleh : Penyair tua, penjaga negeri.


Wahai Polri,
penjaga keamanan dan ketertiban negeri ini,
pengawal hukum,
pelindung rakyat dari Sabang hingga Merauke,
engkau bukan sekadar institusi—
engkau adalah alat negara,
ksatria konstitusi
yang berdiri di garis terdepan keamanan dan ketertiban republik.

Dan di tengah luasnya tanah air yang engkau jaga,
ada sebuah rumah yang sejak awal ditulis untukmu.
Rumah yang tidak dibangun oleh kebijakan,
tidak dibentuk oleh politik,
dan tidak dipengaruhi oleh tafsir pribadi.
Rumah itu dibangun oleh kehendak konstitusi,
dituangkan dalam tinta emas yang tidak pernah luntur:

“Polri adalah alat negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.”

Itulah rumahmu.
Itulah tempatmu pulang.
Itulah takdirmu.

Namun dalam perjalanan sejarah,
terlalu banyak suara memanggilmu keluar dari rumah itu—
BNN, BNPT, KPK, DPD, sekretariat-sekretariat,
semuanya seolah meminta sepotong kekuatanmu
untuk menghias bangunan mereka.

Mereka menawarkanmu jabatan.
Mereka memberi kursi yang tampak megah.
Mereka menyanjungmu agar engkau menetap di tempat yang bukan milikmu.

Tetapi kursi yang bukan milik ksatria
tidak pernah menjadi kehormatan.
Jabatan yang bukan takdirmu
tidak akan pernah menjadi kebanggaan.

Karena engkau tidak diciptakan untuk rumah mereka.
Engkau diciptakan untuk satu rumah saja:

Rumah alat negara bidang keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia.

Jika engkau tidak pulang, Polri…
lalu siapa yang akan menjaga malam yang gelap?
Siapa yang akan menenangkan rakyat ketika kota gelisah?
Siapa yang akan memisahkan kekacauan dari ketertiban?
Siapa yang akan menjadi tembok terakhir
ketika ancaman datang dari segala arah?

Tidak ada.
Tidak ada lembaga lain
yang mampu memikul tanggung jawab sebesar itu.

Dulu saudaramu, TNI,
pernah terseret ke jalur yang bukan hakikatnya.
Namun mereka pulang—
pulang ke rumah alat negara bidang pertahanan.
Dan kini mereka berdiri tegak
sebagai benteng kedaulatan negeri.

Kini giliranmu.

Dan ketika jalan pulang terlihat samar,

ketika suara-suara penggoda mencoba menahanmu,

ketika godaan jabatan sipil menjadi kabut
yang menutupi arahmu,

datanglah PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
seperti cahaya dari menara tertinggi Republik.

Putusan itu bukan sekadar teks hukum.
Ia bukan sekadar pasal yang diputuskan.
Ia adalah TANDA,
penanda zaman,
penanda arah,
penanda bahwa sejarah meminta engkau kembali.

Putusan MK berkata dengan suara
yang lebih kuat dari teriakan mikrofon mana pun:

“Polri tidak boleh menduduki jabatan di luar struktur Polri.
Kembalilah ke rumahmu.
Ini amanat konstitusi.”

Dengan itu,
semua tafsir elastis runtuh.
Semua logika bengkok patah.
Semua alasan yang dipaksakan terbungkam.

Putusan MK itu seperti komando strategis tertinggi—
perintah resmi dari konstitusi
yang tidak bisa ditawar oleh siapa pun di negeri ini.

Itu bukan larangan.
Itu bukan teguran.
Itu tanda:

TANDA bahwa waktumu untuk pulang telah datang.

Wahai Polri,
engkau telah berjuang di segala penjuru,
engkau telah memikul beban yang tidak seharusnya kau pikul,
engkau telah diundang oleh lembaga-lembaga
yang hanya ingin meminjam kewibawaanmu.

Tetapi kini saatnya
engkau kembali ke barisanmu sendiri,
ke rumahmu sendiri,
ke marwahmu yang sejati.

Pulanglah bukan sebagai aparat,
tetapi sebagai KSATRIA BANGSA,
penegak hukum,
penjaga ketertiban,
pelindung rakyat,
dan alat negara yang agung.

Dan ketika engkau melangkahkan kaki pulang,
langit republik ini akan berseru,
rakyat akan berdiri tegap,
dan sejarah akan mencatat:

“Inilah hari ketika Polri kembali ke rumahnya.”

Selamat pulang, Polri.
Rumah alat negara telah menunggu terlalu lama.

Dan Putusan MK adalah tanda
bahwa kini saatnya engkau pulang, 
Kembali kerumah Alat Negara

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar