“Pemberontakan Keadilan: Ketika KUHAP Baru Menghidupkan Kembali Roh Penjajahan”
Tepi laut selatan 29 November 2025
Oleha : Soleman B Ponto.
1. Secara Filosofis: Negara Tanpa Keadilan Kehilangan Alasan untuk Dipatuhi
Dalam teori filsafat negara:
Plato → negara hadir untuk keadilan.
Aristoteles → keadilan adalah tujuan negara.
Aquinas → hukum tanpa keadilan adalah kekerasan terselubung.
Hobbes → rakyat menyerahkan kebebasan demi keadilan & perlindungan.
Locke → negara sah hanya jika mengamankan hak rakyat.
Rousseau → kontrak sosial memerlukan keadilan sebagai isi kontrak.
Ketertiban bukan tujuan, ketertiban adalah alat.
Saat alat menjadi tujuan, makna negara runtuh.
Dan KUHAP baru menjadikan ketertiban sebagai tujuan hukum acara pidana, bukan sebagai pelindung keadilan.
Artinya secara filosofis:
Negara tidak lagi bekerja untuk rakyat, negara bekerja untuk mempertahankan dirinya sendiri.
Inilah awal dari penjajahan legal.
2. Secara Historis: Pergeseran dari Keadilan ke Ketertiban,
**Selalu Menjadi Awal Penindasan**
Dalam sejarah dunia:
- Roma Kuno runtuh ketika hukum dipakai untuk menertibkan, bukan mengadili.
- Kerajaan Abbasiyah runtuh ketika aparat mengubah hukum menjadi alat stabilitas.
- Kekaisaran Tiongkok berulang kali tumbang saat hukum dipakai sebagai alat kontrol, bukan moral.
- Apartheid bertahan lama karena hukum ditegakkan demi ketertiban, bukan kesetaraan.
- Uni Soviet tumbang ketika ketertiban menggantikan keadilan.
Dan VOC berkuasa dengan prinsip satu:
rust en orde.
“Ketertiban di atas segalanya.”
Itulah metode penjajahan klasik.
Ketika KUHAP baru mengadopsi prinsip yang sama, maka Indonesia mengadopsi logika penjajah:
ketertiban → kepatuhan → pengendalian → penjinakan.
3. Secara Konstitusional: Negara Hukum Indonesia Berdiri di Atas Keadilan, Bukan Ketertiban
UUD 1945 menegaskan:
- Pasal 1 ayat (3) → Negara Hukum
- Pasal 24 → Kekuasaan kehakiman yang merdeka
- Pasal 28D ayat (1) → Perlindungan keadilan
- Pembukaan UUD 1945 → Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Pasal 30 ayat (3) → Polri: pemelihara ketertiban bukan penentu keadilan
Negara hukum Indonesia dibangun oleh empat tiang:
- keadilan
- hak asasi
- pembatasan kekuasaan
- pengawasan yudisial
Ketika KUHAP baru:
- memusatkan penyidikan,
- memperpanjang penangkapan,
- mengizinkan penggeledahan tanpa hakim,
- mengerdilkan jaksa,
- menciutkan praperadilan,
- memadorotkan PPNS,
- meninggikan ketertiban sebagai tujuan,
maka secara konstitusional:
KUHAP baru sudah keluar dari orbit konstitusi
dan memasuki orbit kekuasaan.
Ini bukan sekadar cacat normatif.
Ini gejala hilangnya jiwa negara hukum.
4. Secara Eksis.tensial: Negara Tanpa Keadilan Tidak Lagi Dipercaya.
Inilah inti Fase 4, yang paling dalam.
Bangsa tidak runtuh karena:
- ekonomi,
- politik,
- atau konflik.
Bangsa runtuh ketika rakyat berhenti percaya pada hukum.
Dalam teori eksistensial negara:
**kedaulatan berasal dari ketaatan, ketaatan berasal dari kepercayaan, dan kepercayaan berasal dari keadilan.**
Ketika keadilan hilang:
ketaatan runtuh → legitimasi retak → negara memasuki zona “silent rebellion”.
Bukan pemberontakan fisik.
Tetapi putusnya hubungan batin rakyat dengan negaranya.
Di sinilah kita kembali ke Belanda:
Belanda jatuh bukan karena rakyat Indonesia mengalahkan mereka militarily.
Belanda jatuh karena rakyat Indonesia menolak legitimasi hukum kolonial.
Penjajah hanya bisa bertahan selama hukum masih dipercaya.
Dan KUHAP baru sedang berjalan ke arah itu:
menciptakan hukum yang tidak dipercaya rakyat.
5. Konsekuensi Terbesar:
**“Negara Kehilangan Rakyatnya Sebagai Subjek.”**
Bangsa merdeka punya ciri:
Rakyat adalah subjek hukum.
Negara adalah pelayan hukum.
Bangsa terjajah punya ciri:
Rakyat adalah objek ketertiban.
Negara adalah sumber hukum.
KUHAP baru menciptakan:
- rakyat sebagai objek tindakan
- negara sebagai pusat kebenaran
- aparat sebagai pemilik kewenangan absolut
- hakim sebagai penonton
- jaksa sebagai admin
- PPNS sebagai figuran
- keadilan sebagai jargon
- ketertiban sebagai roh hukum
Inilah perubahan yang tidak terlihat tetapi paling fundamental:
**Negara tidak lagi berdiri bersama rakyat.
Negara berdiri di atas rakyat.**
Itulah definisi penjajahan menurut teori negara modern.
Bukan dominasi asing,
tetapi hilangnya peran rakyat dalam struktur makna hukum.
6. Penutup :
“Bangsa Ini Tidak Butuh Penjajah dari Luar
Jika Hukum Sendiri Mengambil Posisi Penjajah.”**
Belanda menguasai kita lewat VOC.
KUHAP baru menguasai rakyat lewat pasal.
VOC datang dengan kapal.
KUHAP baru datang dengan legitimasi formal.
VOC memaksakan ketertiban.
KUHAP baru memuliakan ketertiban.
VOC mengikis keadilan.
KUHAP baru menghapusnya sebagai orientasi.
VOC dianggap penjajah.
KUHAP baru dianggap hukum nasional.
Ironis?
Tidak.
Ini adalah fenomena universal:
Ketika hukum tidak lagi melindungi rakyat, rakyat tidak lagi merasa menjadi bagian dari negara.
Itulah fase terakhir penjajahan.
Bukan pemberontakan, tetapi putusnya ikatan sosial antara negara dan rakyat —
yang jauh lebih berbahaya daripada konflik fisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar