13 Juni 2014

Pencapresan Prabowo Disandera Masalah HAM

Berikut ini adalah komentar saya tentang pernyataan Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zen, yang dimuat oleh Jaringnews.com. Selamat membaca dan semoga berguna.

 JAKARTA, Jaringnews.com – Langkah pencapresan Letjen (Purn) TNI, Prabowo Subianto, tidak dapat menghindari tersandera oleh masalah Hak Asasi Manusia (HAM) apabila mantan bawahannya, Mayjen (Purn) TNI, Kivlan Zen, tidak mau mengungkap informasi penculikan 13 aktivis yang ia klaim  dimilikinya secara lengkap.

Kendati anak buahnya mengatakan isu pelanggaran HAM capres dari Partai Gerindra itu selalu diungkit seperti didaur ulang, Prabowo tak dapat berkelit sepanjang pelanggaran tersebut tidak dijelaskan secara tuntas, apalagi berbagai informasi baru terungkap sejak pengakuan Kivlan Zen mencuat menjadi wacana publik.


Hal ini dikatakan oleh Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksda Soleman B. Ponto, menanggapi pengakuan Kivlan Zen dalam acara debat di TV One pada 28 April lalu, yang telah memunculkan reaksi luas, terutama dari kalangan keluarga korban penculikan.


Kivlan Zen dalam debat yang disiarkan secara langsung itu membela mantan atasannya yang kini dicalonkan oleh Partai Gerindra sebagai presiden pada Pilpres mendatang, dengan mengatakan bahwa selain penculikan yang dilakukan oleh Tim Mawar, ada operasi penculikan lain yang dilakukan oleh tim yang merupakan pesaing Prabowo.

Kivlan Zen menegaskan Tim Mawar yang beranggotakan personil Kopassus, kesatuan yang kala itu dipimpin Prabowo, melakukan penculikan dalam rangka pengamanan menjelang Sidang Umum MPR. Dalam perjalanannya, sejuamlah korban yang diculik sudah dilepaskan, diantaranya Desmon dan Pius.

Namun, kata Kivlan, ada operasi penculikan lain yang menyebabkan 13 aktivis hilang, dibunuh dan dikuburkan. Kivlan Zen mengklaim mengetahui siapa saja 13 korban itu, mengetahui dimana dibunuh dan juga mengetahui dikuburkan. Kivlan mengatakan bersedia memberikan keterangan apabila Pemerintah membentuk panitia untuk mengungkap hal itu.

Soleman B. Ponto berpendapat pengakuan Kivlan membawa dimensi baru dalam kasus penculikan tersebut. Prabowo memang telah dihukum dan  karier militernya diakhiri  karena kasus penculikan yang dilakukan Tim Mawar.  Namun, tutur Ponto yang rajin menuangkan gagasan-gagasannya dalam berbagai tulisan di media massa, Prabowo tetap disandera masalah HAM apabila kasus penculikan dengan dimensi baru itu tidak dituntaskan.

“Pak Prabowo masih tetap tersandera, tertuduh sebagai dalang penghilangan ke 13 orang ini disebabkan masyarakat hanya melihat bahwa ada orang-orang yang ditangkap (Tim Mawar), kemudian sembilan  orang sudah dilepaskan kembali, pelakunya adalah anggota Kopassus dimana Pak Prabowo sebagai komandan tertinggi di Kopasus saat itu,” tutur Ponto.

Penulis buku TNI dan Perdamaian di Aceh, ini menambahkan, banyak hal dari pernyataan Kivlan yang membawa implikasi baru. Dalam persidangan yang sudah berjalan, Tim Mawar mengaku bahwa kegiatan itu merupakan inisiatif sendiri dan Prabowo sama sekali tidak mengetahui dan tidak ada perintah atasan. “Dengan adanya pernyataan Pak Kivlan, maka situasinya jadi berbeda.   Dari pernyataan ini tersirat adanya operasi yang dilakukan oleh  Pak Prabowo, yang kemudian beberapa tangkapannya dilepaskan antara lain Desmond dan Pius. Dan, ternyata ada rencana operasi, berarti ada perintah atasan. Hanya belum jelas dari mana perintah operasi itu dikeluarkan atau siapa yang menandatangani perintah operasi itu,” tutur Ponto.

Ponto berpendapat selama masalah ini tidak dijelaskan secara tuntas, atau dilakukan investigasi dan pengadilan yang terbuka, masalah HAM akan terus membuntuti langkah Prabowo. “Kasus hilangnya 13 orang ini akan terus menerus didengungkan, seperti didaur ulang, sebagaimana dikatakan oleh  Pak Fadli Zon (Wakil Ketum Partai Gerindra),” kata Ponto lagi.

Idealnya, kata Ponto, masalah ini dituntaskan melalui pengadilan HAM. Sebab,  satu-satunya pengadilan di Indonesia yang dapat mengadili kasus pelanggaran HAM adalah Pengadilan HAM. “Apalagi,  penculikan termasuk dalam katagori Pelanggaran HAM yang berat,” kata dia.

Hanya saja, ia berpendapat dalam waktu dekat ini sangat sulit untuk melaksanakan Pengadilan HAM. Dengan demikian, selama tidak ada pengadilan tersebut, Prabowo tidak mungkin menghindar dari tersandera oleh masalah HAM yang akan terus disuarakan oleh para keluarga korban.

Ponto meminta Kivlan menolong mantan atasannya itu untuk membersihkan namanya yang sudah terlanjur dicap pelanggar HAM. “Untuk menghadapi Pilpres, Pak Prabowo akan sedikit tertolong apabila pak Kivlan berani mengungkapkan di media massa apa yang dia ketahui sesuai pernyatannya itu,” tutur Ponto.

(Sumber: Jaringnews.com 4 Mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar