24 Oktober 2021

MARITIM YANG MEMBINGUNGKAN

                                                                                oleh :

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto*)

Sejak presiden Jokowi mencanang impiannya untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, secara tiba-tiba kata Maritim menjadi favorit. Berbagaimacam istilah yang menggunakan kata maritim bermunculan.  Ada Budaya Maritim, Ekonomi Maritim, Konektivitas Maritim, Diplomasi Maritim, Keamanan Maritim, Negara maritim, Intelijen Keamanan Maritim, Domain Maritim, Kekuatan maritim,  Pertahanan Maritim dll

Pernakah kita mencoba bertanya apa yang dimaksud dengan istilah-istilah diatas tadi ??? Semua istilah itu ditampilkan begitu saja tanpa ada upaya untuk memahami apa artinya kata Maritim itu sendiri. Kata Maritim dengan mudah saja diterjemahkan sebagai kata pengganti Laut, dimana bila adata kata "Laut" dengan mudahnya diganti dengan kata "Maritim".

Maritim 

Untuk itu mari kita coba memahami apa arti kata Maritim yang sebenarnya yang terdapat dalam fakta sebagai berikut.

 

            1.        Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

                        Sebagai orang Indonesia sudah sepatutnya yang pertama             dijadikan         rujukan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 

 

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kata maritim     /ma·ri·tim/a berkenaan dengan laut; berhubungan dengan             pelayaran dan perdagangan di laut; jadi, secara umum kata        Maritim mengindikasikan tentang penggunaan dari laut             berupa           pelayaran dan perdagangan untuk kepentingan ekonomi

 

            2.        Hukum Maritim (Maritime Law)

                        Hukum Maritim atau Maritime Law, menurut kamus         hukum “Black’s         Law Dictionary”, adalah hukum yang mengatur     pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang melalui           lautkegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana /    moda transportasi lauttermasuk aspek keselamatan maupun             kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui       laut yang diatur dalam hukum perdata / dagang maupun yang    diatur dalam hukum publik .

 

            Hal-hal yang diatur dalam Hukum Maritim antara lain adalah :

 

                        Benda berwujud.

                        1. Kapal 

                        2. Perlengkapan kapal

                        3. Muatan kapal

                        4. Galangan kapal

                        5. Pelabuhan laut

                        6. Tumpahan minyak dilaut

                        7. Sampah dilaut 

 

                        Manusia ( Natuurlijke persoon)

                        1. Nakhoda kapal (Ship’s Master)

                        2. Awak kapal (Crew’s)

                        3. Pengusaha kapal (Ship’s operator)

                        4. Pemilik kapal (Ship’s owner)

                        5. Pemilik muatan (Cargo owner)

                        6. Pengirim muatan (Cargo shipper)

                        7. Penumpang kapal (Ship’s passangers)

                        8. Buruh Pelabuhan

 

                        Badan hukum (Recht persoon)

                        1. Perusahaan Pelayaran (Shipping company)

                        2. Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL )

                        3. Ditjen Peruhubungan Laut

                        4. Administrator Pelabuhan

                        5. Kesyahbandaran

                        6. Biro Klasifikasi

 

            Maritime law is a complete system of law, both public and private,        substantive and procedural, national and international, with its          own courts and jurisdiction, which goes back to Rhodian law of    800 B.C. and pre-dates both the civil and common laws. Its more        modern origins were civilian in nature, as first seen in the Rôles of          Oléronof circa 1190 A.D. Maritime law was subsequently greatly         influenced and formed by the English Admiralty Court and then   later by the common lawitself. That maritime law is a complete         legal system can be seenfrom its component parts. For centuries            maritime law has had its own law of contract : 

 

            − contract of sale (of ships), 

            − contract of service (towage), 

            − contract of lease (chartering), 

            − contract of carriage (of goods by sea), 

            − contract of insurance (marine insurance being the precursor of            insurance ashore), 

            − contract of agency (ship chandlers),

            − contract of pledge (bottomry and respondentia), 

            − contract of hire (of masters and seamen), 

            − contract of compensation for sickness and personal injury   (maintenance and cure) and 

            − contract of risk distribution (general average). 

 

It is and has been a national and an international law (probably the first private international law). It also has had its        own public law and public international law. 

Maritime law is composed of two main parts - national maritime  statutes and international maritime conventions, on the one hand,     and the general maritime law (lex maritima), on the other. 

The general maritime law has evolved from various maritime codes, including Rhodian law(circa 800 B.C.), Roman law, the Rôles of Oléron(circa 1190), the Ordonnance de la Marine(1681), all of     which were relied on in Doctors' Commons, the English Admiralty      Court, and the maritime courts of Europe. 

 This lex maritima, part of the lex mercatoria, or "Law Merchant" as it was usually called in England, was the general law applicable     in all countries of Western Europe until the fifteenth century,      when the gradual emergence of nation states caused national         differences to begin creeping into what had been a virtually pan  European maritime law system. 

Today's general maritime law consists of the common forms,  terms, rules, standards and practices of the maritime shipping industry - standard form bills of lading, charterparties, marine     insurance policies and sales contracts are good examples of             common forms and the accepted meaning of the terms, as well as         the York/Antwerp Rules on general average and the Uniform         Customs and Practice for Documentary Credits. Much of this        contemporary lex maritimais to be found in the maritime arbitral    awards rendered by arbitral tribunals around the world by a host           of institutional and ad hoc arbitral bodies. See Tetley , Int'l. M. &      A. L., 2003, Chap. 1, at pp. 1-30.

 

            (William Tetley. Glossary of Maritime Law Terms, 2nd Ed., 2004)             http://www.mcgill.ca/maritimelaw/glossaries/maritime/

 

 

            3.        Organisasi Maritim Internasional (IMO). 

              Dikenal sebagai Inter-Governmental Maritime Consultative   Organization (IMCO) sampai 1982, adalah badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertanggung jawab untuk  mengatur pelayaran kapal niaga. Berkantor pusat di London, Inggris, IMO memiliki 172 Negara Anggota dimana Indonesia salah adalar salah satu anggotanya.. 

            Konvensi IMO adalah sumber dari sekitar 60 instrumen hukum yang   membimbing pengembangan peraturan negara-negara anggotanya untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan di laut, memfasilitasi perdagangan di antara negara-negara pelayaran dan melindungi    lingkungan    maritim. Beberapa yang umumnya dikenal antra lain Konvensi  Internasional untuk Keselamatan Kehidupan di Laut (SOLAS),           serta Konvensi Internasional tentang Kesiapsiagaan, Respon dan Kerjasama Polusi Minyak (OPRC). Yang lainnya termasuk    Dana Kompensasi   Pencemaran Minyak Internasional (IOPC). [12]          Ini juga berfungsi    sebagai penyimpanan perjanjian yang belum  diratifikasi, seperti Konvensi Internasional mengenai Kewajiban dan Kompensasi untuk Kerusakan dalam Hubungan dengan Pengangkutan Zat Berbahaya    dan Berbahaya lewat Laut, IMO secara teratur memberlakukan peraturan, yang diberlakukan secara luas oleh otoritas maritim  nasional dan lokal di negara-negara anggota, seperti Peraturan Internasional untuk  Mencegah Tabrakan di Laut (COLREG). IMO juga telah     memberlakukan otoritas Port State Control (PSC), yang   memungkinkan otoritas maritim domestik seperti penjaga pantai           memeriksa kapal-kapal asing yang menelpon di pelabuhan-   pelabuhan di banyak negara pelabuhan. Memorandum of             Understanding (protokol) ditandatangani oleh beberapa negara           yang menyatukan prosedur Port State Control di antara para       penandatangan.  Konvensi, Kode dan Peraturan antara lain :  

                        

                        1. Konvensi MARPOL (Maritime Polution)

                        2. Konvensi SOLAS  (Save our Live at Sea)

                        3. Konvensi Tenaga Kerja di kapal.

                        4. STCW     (Kode Sinyal Internasional).

                        5. Peraturan Internasional Mencegah tabrakan kapal di laut.

            

                    Jadi, IMO pada dasarnya mengatur Keamanan dan             Keselamatan KAPAL  yang berlayar di laut.

                                                                                                                                                4.        Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

                        Di Indonesia, Keselamatan dan keamanan kapal yang berlayar diatur oleh Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.  Pada pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud         dengan :  Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri            atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal

            5.        Maritim menurut Presiden Jokowi.

                Satu hal yang menjadi ‘jualan’ dan dianggap konsisten       terhadap       program Jokowi-JK adalah tentang kemaritiman,   dimana angkutan   kapal laut termasuk salah satu di dalamnya. Pada masa kampanye pula Jokowi mencetuskan ide Tol Laut. Ide tersebut bukan berarti membangun tol di atas laut, namun sebuah konsep pengangkutan pakai   kapal dari pelabuhan    kepelabuhan. "Jadi harus ada penyediaan kapal   besar, dari   Sumatera langsung ke Papua, Papua ke Sumatera. Kalau ada     kapal besar, ongkos angkutnya akan menjadi kecil dan murah, karena       mengangkutnya langsung banyak. Jadi tidak akan ada lagi harga semen di Jawa Rp 50 ribu, di Papua Rp 1   Juta," ujar Jokowi seperti dikutip kompas.com.

            6.     AKADEMI MARITIM untuk awak KAPAL NIAGA (ANGKUTAN   LAUT)

            Dari hal-hal tersebut diatas sangat jelas bahwa penggunaan kata Maritim baik itu secara nasional maupun internasional sangat berkaitan erat dengan pelayaran kapal niaga di laut atau ANGKUTAN LAUT.  

            Jika bicara tentang maritim, kita tidak bicara tentang potensi  kelautan, perikanan, tetapi bicara tentang jalur-jalur pelayaran perdagangan di laut. Ide tentang tol laut adalah jalur yang benar tentang visi negara maritim.

Laut

Menurut KBBI, kata laut berarti kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Salah satu ciri khas dari laut adalah laut tidak bisa dibatasi. Ikan yang berada di dalam laut bebas berenang kemana dia suka. 

 

            1.        UNCLOS        

                        Untuk menghindari terjadinya pertikaian dalam penggunaan       laut ini, maka dibuatlah kesepakatan antar negara-negara didunia        tentang wilayah laut masing-masing negara penggunaan laut.    Kesepakatan itu diatur dalam Hukum Laut atau Law of the Sea. 

 

            Hukum Laut  adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek    yang   diatur dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara termasuk negara yang tidak berbatasan    dengan laut secara fisik (Landlock Countries)     guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang terkandung  didalamnya bagi umat manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982, beserta konvensi-konvensi internasional yang terkait langsung dengannya. 

         Dalam UNCLOS 1982 (The United Nation Convention On The Law Of  The Sea 1982 ), antara lain diatur cara-cara pembagian   wilayah laut sebuah negara, pemanfaatan dasar laut, serta petugas yang akan mengawasi pelanggaran wilayah laut dan lain-lain. Secara nasional, hal ini diatur dalam Undang-undang nomor 6   tahun 1996 tentang Perairan. 

            Termasuk kapal perang (Warship),  kewenangan serta kekebalannya diatur dalam UNCLOS.

 

SUB BAGIAN C.
PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL PERANG DAN
KAPAL PEMERINTAH LAINNYA YANG DIOPERASIKAN UNTUK TUJUAN NON-KOMERSIAL

Pasal 29
Batasan kapal perang

 

Untuk maksud Konvensi ini “kapal perang” berarti suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu Negara yang memakai tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, di bawah komando seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh Pemerintah Negaranya dan yang namanya terdapat di dalam daftar dinas militer yang tepat atau daftar serupa, dan yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.

            

BAB I PENDAHULUAN

BAB II  LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN

BAB III SELAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PELAYARAN INTERNASIONAL

BAB  IV  NEGARA-NEGARA KEPULAUAN (ARCHIPELAGIC STATES)

BAB V ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB VI LANDAS KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)

BAB VII LAUT LEPAS (HIGH SEAS)

BAB VIII REZIM PULAU (REGIME OF ISLANDS)

BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP (ENCLOSED OR SEMI-ENCLOSED)

BAB X HAK NEGARA TAK BERPANTAI UNTUK AKSES KE DAN DARI LAUT SERTA KEBEBASAN TRANSIT

BAB XI  KAWASAN (THE AREA)

BAB XII PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT

BAB XIII RISET ILMIAH KELAUTAN

BAB XIV PENGEMBANGAN DAN ALIH TEKNOLOGI KELAUTAN

BAB XV PENYELESAIAN SENGKETA (SETTLEMENT OF DISPUTES)

BAB XVI KETENTUAN UMUM (GENERAL PROVISIONS)

BAB XVII KETENTUAN PENUTUP

LAMPIRAN I. JENIS BERMIGRASI JAUH (HIGHLY MIGRATORY SPECIES)

LAMPIRAN II. KOMISI TENTANG BATAS-BATAS LANDAS KONTINEN

LAMPIRAN III. PERSYARATAN DASAR UNTUK PROSPEKTING, EKSPLORASI, DAN EKPLOITASI

LAMPIRAN IV. LEMBARAN OF THE ENTERPRISE

LAMPIRAN V. KONSILIASI

LAMPIRAN VI. LEMBARAN OF THE INTERNATIONAL Majelis UNTUK HUKUM LAUT

LAMPIRAN VII. ARBITRASE

LAMPIRAN VIII. ARBITRASE KHUSUS

LAMPIRAN IX. PARTISIPASI OLEH ORGANISASI INTERNATIONAL

 

            2.        Undang-undang no. 32 tahun 2014 tentang Kelautan.

Pasal 1 Undang-undang nomor 32 tahun 2014  ttg Kelautan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan :

            Kelautan adalah hal yang berhubungan dengan Laut dan/atau   kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar Laut dan tanah di bawahnyakolom air dan permukaan Laut, termasuk wilayah  pesisir dan pulau-pulau kecil.

            3.        Dasar laut :  UU no 1 / 1973 ttg Landas Kontinen Indonesia

                        Tanah dibawahnya :  UU no. 4/2009 ttg Minerba

            4.        Kolom air :  UU no 31/2004 ttg Perikanan dan UU  no 5/1983 ttg ZEE

            5.        Permukaan laut : UU 6/1996 ttg Perairan Indonesia

            6.        Wilayah Pesisir dan Pulau : UU no 1/2014 ttg perubahan atas UU no 27/2007 ttg Pengelolaan wil Pesisir dan Pulau-pulau kecil. 


Perbedaan dan persamaan Maritim dan Laut. 

Dari penjelasan diatas maka didapatkan perbedaan dan persamaan antara Maritim dan Laut. Keduanya bagaikan serupa tapi tak sama. Perbedaan ini perlu diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam pembangunannya nanti. Perbedaan dan persamaannya adalah sebagai berikut :

            

          1.        Maritim dan laut kedua-duanya tentang air laut.

          2.        Maritim berhubungan dengan Kapal Angkutan Laut yang ada     dipermukaan laut. Jadi pembangunan Kemaritiman  berhubungan pemanfaatan permukaan laut oleh Kapal Niaga      dan unsur-unsur pendukungnya. Secara internasional diatur oleh Maritim Law atau  Hukum Maritim, dan secara nasional   diatur oleh Undang-undang         nomor 17 tahun 2008 tentang  Pelayaran.

            3.        Laut berhubungan dengan ikan yang berada dalam kolom  air  dan tanah serta tumbuhan yang ada didasar laut. Jadi pembangunan Kelautan berhubungan dengan penangkapan ikan-ikan yang berenang bebas itu, pemanfaatan gelombang             laut (kolom air) dan pengeboran tanah dasar laut untuk     mencari sumber energi . Secara internasional diatur oleh  UNCLOS, dan secara nasional diatur oleh Undang-undang   nomor 6 tahun 2006 tentang Perairan. 

   4.   Laut berhubungan dengan Angkatan Laut, Maritim                                    berhubungan dengan Angkutan Laut

            5.        Laut diatur oleh UNCLOS, Maritim diatur oleh Maritime Law

 

Poros Maritim dunia.

Menurut KBBI, po·ros n 1 sumbu (gandar) roda. Sumbu, adalah bagian tengah atau pusat dari roda yang berputar.  Sedangkan kata Maritim berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Jadi, Indonesia sebagai poros Maritim dunia menyiratkan bahwa Indonesia merupakan pusat pelayaran dan perdagangan dilaut yang selalu mengelilingi Indonesia. Persyaratan untuk menjadi pusat pelayaran dan perdagangan dilaut sudah dimiliki Indonesia yaitu Indonesia berada diposisi silang, diantara dua samudra dan dua benua. Jadi sejak lahir, Indonesia sudah menjadi Poros Maritim Dunia, yang karena posisinya harus selalu dilewati oleh kapal kapal dari seluruh dunia.

Dengan posisi seperti itu, Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi penentu kebijakan Maritim dunia. Akan tetapi hal itu akan bisa terlaksana apabila Indonesia memiliki armada kapal-kapal niaga dan didukung oleh kekuatan Angkatan Laut yang memadai. Kekuatan Angkatan Laut ini juga diperlukan untuk menegakan Kedaulatan Maritim. 

 

 

*) PurnawirawanTNI AngkatanLaut. 

Kepala Badan IntelijenStrategis (Ka-BAIS) TNI periode2011-2013

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar