TUGAS DAN KEWENANGAN KPLP PASKA REVISI UU NO. 17/2008 TENTANG PELAYARAN
Jakarta 01 Oktober 2024
Oleh: Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, MH, CPM, CParb
Paska revisi Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla), Kementerian Perhubungan, bagaikan mendapat durian runtuh, karena mendapatkan penegasan dan perluasan kewenangan yang tidak direncakan. Semangat untuk menghambat KPLP menjadi Sea and Coast Guard malah mendatangkan keuntungan bagi KPLP. Namun tanpa diatur oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 pun, KPLP tetap adalah Sea and Coast Guard Indonesia, karena KPLP bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris adalah Sea and Coast Guard. Namun KPLP lebih cinta Bahasa Indonesia, sehingga lebih bangga dengan nama KESATUAN PENJAGA LAUT DAN PANTAI INDONESIA.
Revisi UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Dalam revisi UU No. 17/2008, terdapat sejumlah perubahan signifikan terkait tugas pengawasan dan penegakan hukum di bidang pelayaran, yang melibatkan KPLP sebagai unit operasional di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Berikut adalah beberapa poin utama yang ditekankan dalam revisi ini:
- Pasal 276 (Revisi): Menteri Perhubungan bertanggung jawab atas pengawasan dan penegakan hukum di bidang pelayaran untuk menjamin terselenggaranya pelayaran yang aman dan tertib. Pengawasan ini meliputi keselamatan dan keamanan pelayaran, pencegahan pencemaran, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kapal, baik itu kapal niaga maupun kapal ikan.
- Pasal 277 (Revisi): Menteri Perhubungan melaksanakan tugas pengawasan melalui KPLP, yang mencakup:
- Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran.
- Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan di bidang angkutan di perairan.
- Pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut serta pengawasan kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air.
- Dukungan terhadap penegakan hukum di laut yang dilakukan oleh instansi lain sesuai peraturan perundang-undangan.
- Pasal 278 (Revisi): Pelaksanaan tugas penegakan hukum di bidang pelayaran, terutama dalam hal penyidikan, dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yang dalam hal ini adalah KPLP.
Kompetensi Absolut Menteri Perhubungan
Menteri Perhubungan memiliki kompetensi absolut dalam hal pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang pelayaran, sebagaimana diatur dalam beberapa regulasi, termasuk:
- Pasal 17 UUD 1945: Menteri Perhubungan merupakan bagian dari pemerintah yang dibentuk oleh presiden untuk menjalankan tugas pemerintahan, termasuk mengatur sektor transportasi laut.
- Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2022: Kementerian Perhubungan diberi kewenangan penuh untuk mengawasi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta penegakan hukum di perairan Indonesia.
Menteri Perhubungan bertanggung jawab untuk mengelola keselamatan pelayaran kapal niaga dan kapal penangkap ikan di seluruh perairan Indonesia.
Kompetensi Absolut KPLP
KPLP, sebagai unit di bawah Kementerian Perhubungan, memiliki kompetensi absolut sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pelayaran. Kompetensi ini meliputi:
- Penegakan hukum terhadap pelanggaran di laut, baik administrasi maupun pidana.
- Pengawasan keselamatan dan keamanan kapal, termasuk pencemaran laut, pelanggaran dokumen kapal, serta kelayakan operasional kapal.
- Pencegahan dan penindakan terhadap kejahatan maritim, seperti penyelundupan, perompakan, dan illegal fishing.
KPLP sebagai PPNS: Pelaksanaan UU No. 17/2008 (Revisi)
Dalam pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2008 yang telah direvisi, KPLP bertindak sebagai PPNS dan memiliki peran penting dalam pengawasan dan penegakan hukum.
Berikut ini adalah rincian pasal per pasal terkait kewenangan KPLP:
- Pasal 276 (Revisi): KPLP bertugas di bawah Menteri Perhubungan untuk melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang pelayaran, yang meliputi keselamatan pelayaran, pencegahan pencemaran, dan penanganan kegiatan yang berkaitan dengan keamanan maritim.
- Pasal 277 (Revisi): KPLP berwenang untuk:
- Melakukan pengawasan atas keselamatan dan keamanan pelayaran.
- Menyelidiki pelanggaran administratif terkait keselamatan kapal niaga dan kapal penangkap ikan.
- Mengambil langkah-langkah untuk mencegah pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas kapal atau kegiatan di laut.
- Pasal 278 (Revisi): KPLP, sebagai PPNS, memiliki kewenangan untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran hukum yang terjadi di laut, termasuk pelanggaran keselamatan pelayaran, pencemaran, dan tindak pidana maritim lainnya.
Obyek Hukum dalam UU No. 17/2008: Kapal Niaga dan Kapal Penangkap Ikan
Sesuai dengan UU No. 17/2008, obyek hukum utama yang menjadi fokus dalam pengawasan dan penegakan hukum oleh KPLP meliputi kapal niaga dan kapal penangkap ikan.
- Kapal Niaga: Merupakan kapal yang digunakan untuk kegiatan angkutan barang atau penumpang di perairan nasional maupun internasional. KPLP bertanggung jawab atas keselamatan operasional kapal niaga, yang meliputi pemeriksaan kelayakan, sertifikasi awak kapal, dan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.
- Kapal Penangkap Ikan: Kapal ini digunakan untuk menangkap ikan di perairan Indonesia. KPLP memiliki kewenangan untuk mengawasi legalitas operasi kapal penangkap ikan, termasuk mencegah illegal fishing dan memastikan kapal tersebut memenuhi standar keselamatan pelayaran yang ditetapkan.
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran: Dari Dalam dan Luar Kapal
Keselamatan dan keamanan pelayaran menurut UU No. 17 Tahun 2008 meliputi dua aspek utama:
1. Keselamatan dan Keamanan dari Dalam Kapal.
Ancaman dari dalam kapal mengacu pada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan dan keamanan pelayaran, baik dari segi teknis maupun operasional kapal. Ancaman ini mencakup hal-hal yang terjadi di dalam kapal itu sendiri, yang dapat berdampak langsung pada kelayakan kapal untuk berlayar, keselamatan kru, penumpang, serta lingkungan sekitar.
Ancaman dari dalam kapal ini berkaitan dengan aspek keselamatan teknis, operasional, dan administratif yang harus dipenuhi oleh setiap kapal agar dapat berlayar dengan aman.
Adapun beberapa ancaman utama yang berasal dari dalam kapal adalah:
1. Kelayakan Teknis Kapal
Definisi:
Kelayakan teknis kapal mengacu pada kondisi fisik dan teknis kapal, termasuk kondisi lambung kapal, mesin, peralatan keselamatan, dan navigasi.
Ancaman:
- Kerusakan pada mesin atau bagian vital kapal yang tidak diperbaiki dengan benar.
- Tidak memadainya peralatan keselamatan seperti jaket pelampung, sekoci, atau alat pemadam kebakaran.
- Sistem navigasi yang tidak berfungsi dengan baik.
Landasan Hukum:
- Pasal 119 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa setiap kapal yang berlayar harus memenuhi persyaratan teknis yang mencakup keselamatan kapal, pencegahan pencemaran, dan ketertiban kapal.
Peran KPLP:
KPLP berperan dalam memastikan kelayakan teknis kapal dengan melakukan pemeriksaan kelayakan kapal secara rutin. KPLP berwenang untuk memeriksa kondisi teknis kapal, memastikan bahwa kapal telah memenuhi standar keselamatan, serta memverifikasi sertifikat kelayakan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait. Jika ditemukan pelanggaran atau ketidaklayakan kapal, KPLP dapat menghentikan kapal tersebut dan melarangnya berlayar hingga perbaikan dilakukan.
2. Kelengkapan Dokumen Kapal
Definisi:
Kelengkapan dokumen kapal mencakup sertifikat keselamatan, sertifikat kelaikan, serta izin-izin lain yang diperlukan untuk beroperasi.
Ancaman:
- Kapal beroperasi tanpa sertifikat yang sah.
- Dokumen keselamatan atau sertifikat kelaikan yang sudah kadaluarsa atau tidak diperbaharui.
- Pemalsuan dokumen kapal.
Landasan Hukum:
- Pasal 122 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa setiap kapal wajib memiliki dokumen resmi yang meliputi sertifikat keselamatan kapal, sertifikat kelaikan kapal, dan dokumen lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Peran KPLP:
KPLP bertanggung jawab memeriksa kelengkapan dokumen kapal untuk memastikan semua izin dan sertifikat yang diperlukan valid dan sah. KPLP juga dapat melakukan penyidikan administratif jika ditemukan dokumen yang tidak lengkap atau dipalsukan. Jika ditemukan pelanggaran, KPLP dapat menahan kapal dan melarang operasinya hingga persyaratan dokumen dipenuhi.
3. Sertifikasi dan Kompetensi Awak Kapal
Definisi:
Sertifikasi dan kompetensi awak kapal mencakup kualifikasi dan izin kerja para kru kapal, khususnya nakhoda dan teknisi yang mengoperasikan kapal.
Ancaman:
- Awak kapal tidak memiliki sertifikat atau pelatihan yang memadai.
- Ketiadaan personel yang kompeten untuk mengoperasikan kapal.
- Pemalsuan sertifikat awak kapal.
Landasan Hukum:
- Pasal 122 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran juga mengatur bahwa semua awak kapal, khususnya nakhoda dan teknisi, harus memiliki sertifikat kompetensi yang sah sesuai dengan jenis kapal yang dioperasikan.
Peran KPLP:
KPLP berwenang memeriksa sertifikat kompetensi awak kapal untuk memastikan bahwa seluruh kru, terutama nakhoda dan teknisi, memiliki sertifikat dan pelatihan yang sesuai dengan standar keselamatan pelayaran. KPLP juga memiliki wewenang untuk memberhentikan operasi kapal jika awak kapal tidak memenuhi syarat atau ditemukan pelanggaran terkait sertifikasi.
4. Muatan Kapal yang Berbahaya
Definisi:
Muatan kapal yang berbahaya mencakup bahan kimia, bahan peledak, atau muatan lain yang dapat membahayakan keselamatan kapal dan lingkungan.
Ancaman:
- Muatan berbahaya yang tidak disimpan dengan benar.
- Pengangkutan muatan berbahaya tanpa izin atau tanpa langkah-langkah pengamanan yang sesuai.
- Kebocoran atau kecelakaan akibat penyimpanan yang tidak sesuai standar.
Landasan Hukum:
- Pasal 134 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa pengangkutan barang berbahaya harus memenuhi persyaratan tertentu untuk melindungi keselamatan kapal, kru, dan lingkungan.
Peran KPLP:
KPLP memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap muatan kapal, terutama jika muatan tersebut dikategorikan sebagai barang berbahaya. KPLP berhak memeriksa apakah muatan berbahaya disimpan dengan benar, sesuai standar internasional, dan apakah izin untuk mengangkut muatan tersebut telah dipenuhi. Jika ditemukan pelanggaran, KPLP dapat menindak kapal tersebut dengan menyita barang berbahaya atau melarang pelayarannya.
5. Penyimpangan Operasional Kapal
Definisi:
Penyimpangan operasional kapal mencakup pelanggaran rute, kelebihan kapasitas muatan, atau pelanggaran prosedur operasional lainnya yang mempengaruhi keselamatan pelayaran.
Ancaman:
- Kapal berlayar di luar jalur yang ditentukan tanpa izin.
- Kapal kelebihan muatan yang dapat menyebabkan ketidakstabilan dan meningkatkan risiko kecelakaan.
- Pelanggaran terhadap aturan navigasi atau prosedur pelayaran.
Landasan Hukum:
- Pasal 130 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengatur bahwa setiap kapal harus mematuhi aturan jalur pelayaran, termasuk rute dan kapasitas muatan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Peran KPLP:
KPLP berwenang memeriksa kegiatan operasional kapal, memastikan bahwa kapal mematuhi jalur pelayaran, kapasitas muatan, dan prosedur operasional yang ditetapkan. Jika ditemukan penyimpangan, KPLP dapat memberhentikan kapal dan mengenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hubungan Hukum KPLP dalam Menangani Ancaman dari Dalam Kapal
Sebagai PPNS Hubla yang diatur dalam Pasal 278 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, KPLP memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran yang terkait dengan keselamatan dan keamanan dari dalam kapal. KPLP dapat menindak kapal yang melakukan pelanggaran administratif maupun pidana dalam hal keselamatan teknis, operasional, serta kelengkapan dokumen kapal. Dengan demikian, KPLP berperan penting dalam menjaga agar setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia mematuhi standar keselamatan nasional dan internasional.
Ancaman dari dalam kapal dapat menyebabkan gangguan pada keselamatan dan keamanan pelayaran. KPLP, sebagai PPNS Hubla, memiliki peran penting dalam menangani ancaman ini dengan melakukan pengawasan teknis, administratif, serta penyidikan terhadap pelanggaran yang terjadi. Dengan kewenangannya yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, KPLP berfungsi sebagai lembaga utama yang bertanggung jawab dalam menjaga agar kapal-kapal yang beroperasi di perairan Indonesia memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan, serta melaksanakan penegakan hukum terkait keselamatan kapal dan operasional pelayaran.
2. Keselamatan dan keamanan dari luar kapal:
Berhubungan dengan ancaman eksternal yang berasal dari luar kapal, seperti pencemaran laut, perompakan, penyelundupan, dan kejahatan maritim lainnya dikenal umum dengan sebutan 10 (sepuluh) ancaman keamanan maritim merupakan bagian dari ancaman dari luar kapal yang mempengaruhi stabilitas keamanan di perairan Indonesia.
Berikut ini adalah 10 ancaman keamanan maritim beserta penjelasan dan bagaimana KPLP menangani setiap ancaman tersebut:
1. Illegal Fishing
Definisi:
Penangkapan ikan yang dilakukan tanpa izin resmi, melanggar batas perairan, atau menggunakan metode yang merusak ekosistem laut.
Landasan Hukum:
- UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
- UU No. 31 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009.
Peran KPLP:
KPLP berwenang untuk menghentikan kapal yang terlibat dalam Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). Sebagai PPNS, KPLP memiliki wewenang untuk memeriksa dokumen kapal, menangkap kapal yang melakukan penangkapan ikan ilegal, dan melakukan penyidikan terhadap pelanggaran yang terjadi. KPLP bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menangani penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia.
2. Illegal Logging
Definisi:
Pengangkutan atau penyelundupan kayu hasil penebangan ilegal dari wilayah hutan melalui jalur laut.
Landasan Hukum:
- UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Peran KPLP:
KPLP memiliki kewenangan untuk memeriksa kapal yang dicurigai membawa kayu hasil illegal logging. KPLP berhak menghentikan kapal yang terlibat dalam penyelundupan kayu, memeriksa dokumen barang muatan, dan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menangani kasus illegal logging yang melibatkan pelayaran laut.
3. Perompakan dan Pembajakan
Definisi:
Serangan terhadap kapal di laut dengan tujuan mencuri muatan, meminta tebusan, atau mengambil alih kapal.
Landasan Hukum:
- KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
- United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
Peran KPLP:
KPLP berwenang melakukan patroli laut untuk mencegah dan menangkap pelaku perompakan dan pembajakan di wilayah perairan Indonesia. KPLP juga berhak melakukan pengejaran seketika (hot pursuit) terhadap kapal yang melakukan pembajakan di laut, termasuk di wilayah laut internasional berdasarkan ketentuan UNCLOS.
4. Penyelundupan Narkotika
Definisi:
Perdagangan gelap narkotika yang sering dilakukan melalui jalur laut menggunakan kapal sebagai sarana transportasi.
Landasan Hukum:
- UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Peran KPLP:
Sebagai PPNS, KPLP memiliki kewenangan untuk memeriksa kapal yang dicurigai terlibat dalam penyelundupan narkotika. KPLP dapat menghentikan kapal, melakukan penggeledahan, dan menyita narkotika yang diselundupkan. Penindakan ini dilakukan melalui kerja sama dengan Polri untuk proses hukum lebih lanjut.
5. Penyelundupan Manusia
Definisi:
Perpindahan ilegal orang melintasi perbatasan negara melalui jalur laut, biasanya untuk tujuan eksploitasi atau perdagangan manusia.
Landasan Hukum:
- UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Peran KPLP:
KPLP berwenang memeriksa dan menghentikan kapal yang diduga terlibat dalam penyelundupan manusia di perairan Indonesia. KPLP bekerja sama dengan instansi penegak hukum lainnya untuk menindak tegas aktivitas penyelundupan manusia ini, serta melindungi korban perdagangan manusia.
6. Pencemaran Laut
Definisi:
Pencemaran laut akibat tumpahan minyak, pembuangan limbah berbahaya, atau aktivitas kapal yang tidak mematuhi standar lingkungan.
Landasan Hukum:
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peran KPLP:
KPLP bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal yang mencemari laut. KPLP dapat menghentikan kapal yang terlibat dalam aktivitas pencemaran laut, melakukan penyidikan terhadap pelanggaran, dan memberikan sanksi sesuai dengan undang-undang lingkungan hidup.
7. Penyelundupan Satwa Liar
Definisi:
Perdagangan ilegal satwa yang dilindungi oleh undang-undang, sering kali menggunakan jalur laut sebagai alat transportasi.
Landasan Hukum:
- UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Peran KPLP:
KPLP berwenang memeriksa kapal yang dicurigai membawa satwa liar yang dilindungi. Mereka dapat menindak kapal yang terlibat dalam penyelundupan satwa liar dan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk menyelidiki kasus penyelundupan ini.
8. Penelitian Ilegal di Laut
Definisi:
Penelitian yang dilakukan di perairan Indonesia tanpa izin resmi dari pihak berwenang.
Landasan Hukum:
- UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Peran KPLP:
KPLP memiliki kewenangan untuk menghentikan kapal yang melakukan penelitian ilegal di wilayah perairan Indonesia. Mereka berhak menyita peralatan penelitian yang digunakan tanpa izin, serta menyerahkan kasus ini kepada instansi yang berwenang.
9. Pelanggaran Batas Wilayah Laut
Definisi:
Pelanggaran batas wilayah laut oleh kapal asing yang memasuki perairan Indonesia tanpa izin.
Landasan Hukum:
- UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
Peran KPLP:
KPLP berwenang menghentikan dan memeriksa kapal asing yang melanggar batas wilayah laut Indonesia. KPLP berhak melakukan tindakan hukum, seperti penahanan kapal, dan menyerahkan kasus tersebut kepada TNI AL atau instansi terkait untuk proses lebih lanjut.
10. Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing
Definisi:
Penangkapan ikan yang tidak dilaporkan atau tidak diatur oleh hukum internasional maupun hukum nasional, termasuk kapal yang beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia.
Landasan Hukum:
- UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
Peran KPLP:
KPLP berwenang menghentikan kapal yang terlibat dalam IUU Fishing, memeriksa dokumen kapal, serta melakukan penyidikan dan penindakan hukum terhadap pelanggar. KPLP bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melaksanakan tugas ini untuk menjaga kelestarian sumber daya laut Indonesia.
Dengan demikian, KPLP tidak hanya berperan dalam menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran, tetapi juga bertindak sebagai pelindung maritim Indonesia dari ancaman eksternal yang dapat merusak stabilitas keamanan dan keberlanjutan sumber daya laut.
Kesimpulan:
Setelah revisi Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, peran Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) sebagai unit di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, mengalami perluasan yang signifikan. KPLP memiliki kewenangan absolut sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)di bidang pelayaran, yang berfokus pada pengawasan dan penegakan hukum terkait keselamatan dan keamanan pelayaran, baik terhadap kapal niaga maupun kapal penangkap ikan.
KPLP tidak hanya menangani ancaman dari dalam kapal, tetapi juga dari luar kapal yang dapat mempengaruhi keseimbangan dan keselamatan maritim nasional.
Secara keseluruhan, KPLP berfungsi sebagai penegak hukum dan pengawas maritim yang tidak hanya menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran, tetapi juga melindungi wilayah perairan Indonesia dari berbagai bentuk pelanggaran hukum maritim dan ancaman yang membahayakan keselamatan laut dan lingkungan
Peran KPLP dalam menangani keselamatan dan keamanan pelayaran mencakup ancaman yang berasal dari dalam kapal, seperti kelayakan teknis kapal, kelengkapan dokumen, sertifikasi awak kapal, muatan berbahaya, dan penyimpangan operasional. KPLP berwenang untuk memeriksa, menyelidiki, dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2008.
KPLP juga bertanggung jawab atas ancaman yang datang dari luar kapal, termasuk 10 ancaman keamanan maritim, seperti illegal fishing, penyelundupan manusia, pencemaran laut, perompakan, dan penyelundupan narkotika. Dalam menghadapi ancaman ini, KPLP berfungsi sebagai pengawas dan penegak hukum yang berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait untuk menjaga stabilitas keamanan maritim Indonesia.
Revisi UU UU No. 17 Tahun 2008 seakan akan ikut menegakan Semboyan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) "Dharma Jala Praja Tama", yang memiliki makna "Pengabdian di Lautan untuk Negara yang Utama".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar