APAKAH INDONESIA PERLU MEMBENTUK ANGKATAN SIBER?
Jakarta 08 Oktober 2024
Oleh: Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb.
Dalam era digital yang semakin maju, ancaman terhadap keamanan negara tidak hanya datang dari serangan fisik atau militer konvensional, tetapi juga dari serangan siber. Serangan siber dapat mengancam infrastruktur vital negara, termasuk sistem pertahanan, ekonomi, dan komunikasi. Mengingat meningkatnya ancaman ini, penting untuk mengevaluasi apakah Indonesia perlu membentuk Angkatan Siber sebagai bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), atau cukup memperkuat satuan siber yang sudah ada dalam tiga matra TNI: Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
1. Dasar Hukum Pertahanan Indonesia
Indonesia telah menetapkan dasar hukum untuk pertahanan negara melalui beberapa undang-undang, termasuk:
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang menyatakan bahwa Indonesia menghadapi dua jenis ancaman utama: ancaman militer dan ancaman non-militer. Ancaman siber termasuk dalam kategori ancaman non-militer.
- Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang mengatur bahwa TNI terdiri dari tiga matra: AD, AL, dan AU. Setiap angkatan sudah memiliki satuan intelijen yang berperan dalam operasi keamanan dan pertahanan, termasuk dalam menangani ancaman siber.
Dengan demikian, ancaman siber sudah menjadi bagian dari cakupan pertahanan negara, yang secara teknis dapat ditangani oleh satuan-satuan intelijen yang ada di AD, AL, dan AU.
2. Siber Sebagai Bagian dari Intelijen Militer
Ancaman siber memiliki karakteristik yang berbeda dari ancaman fisik tradisional. Serangan siber dapat merusak infrastruktur penting tanpa keterlibatan fisik atau senjata. Misalnya, serangan peretas bisa melumpuhkan jaringan komunikasi militer atau menghancurkan sistem pertahanan udara tanpa peluncuran rudal.
Dalam konteks militer, operasi siber sering kali digunakan sebagai bagian dari perang asimetris, di mana aktor non-negara atau negara menggunakan taktik non-konvensional untuk melemahkan musuh yang lebih kuat. Operasi siber juga mirip dengan fungsi intelijen, yang melibatkan pengumpulan, analisis, dan penyusunan strategi berdasarkan informasi yang diperoleh. Intelijen militer sudah terbiasa menangani informasi dari berbagai sumber, termasuk dunia maya. Oleh karena itu, satuan siber dapat dianggap sebagai bagian integral dari operasi intelijen di masing-masing matra TNI.
3. Kesamaan Siber dan Intelijen dalam Konteks Pertahanan Negara
Baik siber maupun intelijen memiliki kesamaan yang signifikan dalam hal tujuan, fungsi, dan metode yang digunakan dalam pertahanan negara. Berikut adalah beberapa kesamaan penting:
- Pengumpulan Informasi: Fungsi utama dari siber dan intelijen adalah mengumpulkan informasi yang berguna untuk operasi pertahanan. Intelijen mengumpulkan informasi dari sumber seperti human intelligence (intelijen manusia), signals intelligence (intelijen sinyal), dan imagery intelligence (citra satelit). Demikian pula, operasi siber mengumpulkan informasi dari jaringan digital, data elektronik, dan aktivitas online untuk mendeteksi serangan atau ancaman terhadap sistem pertahanan negara.
- Deteksi dan Pencegahan Ancaman: Kedua bidang ini bertujuan untuk mendeteksi dan mencegah ancaman sebelum terjadi. Intelijen bertugas mendeteksi ancaman fisik atau militer, seperti spionase, sabotase, atau kegiatan teroris, sementara siber fokus pada ancaman digital seperti peretasan, malware, atau pencurian data.
- Operasi Rahasia dan Keamanan Informasi: Kegiatan siber dan intelijen dilakukan secara rahasia untuk melindungi informasi penting. Operasi intelijen sering melibatkan penyadapan dan pengintaian, sementara operasi siber melibatkan pencegahan serangan digital dan pengamanan data tanpa mengungkap strategi pertahanan negara.
- Peran dalam Perang Asimetris: Intelijen dan siber berperan penting dalam perang asimetris, yaitu perang di mana aktor yang lebih kecil menggunakan taktik non-konvensional untuk menghadapi lawan yang lebih kuat. Operasi intelijen dan siber digunakan untuk melemahkan musuh secara tidak langsung, baik melalui pengumpulan informasi strategis atau melumpuhkan sistem digital musuh.
- Pengambilan Keputusan Strategis: Setelah mengumpulkan informasi, baik intelijen maupun siber menganalisis data untuk membantu pengambilan keputusan strategis. Intelijen memberikan laporan situasi bagi komandan militer, sementara siber menganalisis pola serangan dan strategi lawan untuk memperkuat pertahanan digital.
4. Akibat Pembentukan Angkatan Siber terhadap Aturan dan Operasi Setiap Matra
Jika Angkatan Siber dibentuk sebagai matra baru dalam TNI, beberapa perubahan besar akan terjadi terhadap aturan dan operasi di AD, AL, dan AU. Berikut beberapa akibat yang mungkin timbul:
a. Perubahan Aturan dan Struktur Organisasi
- Revisi Undang-Undang: Pembentukan Angkatan Siber akan memerlukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk memasukkan Angkatan Siber sebagai matra baru yang setara dengan AD, AL, dan AU.
- Tumpang Tindih Tanggung Jawab: Pembagian tugas antara AD, AL, AU, dan Angkatan Siber bisa menjadi kompleks, khususnya dalam pengamanan jaringan dan komunikasi. Hal ini bisa menciptakan tumpang tindih kewenangan, sehingga diperlukan aturan baru untuk mendefinisikan tanggung jawab yang jelas antara Angkatan Siber dan matra lain.
b. Koordinasi dan Operasi Antar-Matra
- Koordinasi yang Lebih Kompleks: Pembentukan Angkatan Siber akan membuat koordinasi antar-matra menjadi lebih rumit. Masing-masing angkatan akan bergantung pada Angkatan Siber untuk menangani ancaman di dunia maya, yang mungkin memperlambat respons dalam situasi darurat.
- Pemisahan Operasional: Operasi siber mungkin akan dilakukan secara terpisah dari operasi fisik, sehingga prosedur komando dan kontrol bisa menjadi lebih terfragmentasi. Hal ini dapat memperlambat tanggapan terhadap ancaman siber yang berdampak pada beberapa matra sekaligus.
c. Penyediaan Sumber Daya dan Anggaran
- Persaingan Anggaran: Pembentukan Angkatan Siber akan membutuhkan sumber daya tambahan, termasuk personel dan infrastruktur teknologi, yang dapat mengurangi anggaran untuk AD, AL, dan AU. Ini bisa menciptakan ketegangan dalam alokasi anggaran di antara angkatan.
- Infrastruktur Teknologi yang Terpisah: Angkatan Siber akan memerlukan infrastruktur teknologi yang canggih untuk menangani ancaman siber. Kebutuhan teknologi di setiap angkatan mungkin berbeda, yang dapat mempersulit integrasi teknologi di antara angkatan.
d. Status Personel Siber: Militer atau Sipil?
- Personel Militer atau Sipil?: Salah satu pertanyaan penting adalah apakah personel siber akan berstatus militer atau sipil. Jika mereka berstatus militer, mereka akan terlibat langsung dalam operasi tempur dan tunduk pada aturan disiplin militer. Jika mereka berstatus sipil, peran mereka mungkin lebih terbatas pada dukungan teknis, yang dapat menciptakan dualitas dalam komando antara militer dan sipil.
e. Perubahan dalam Pelatihan dan Pengembangan Personel
- Keahlian Ganda: Personel militer di Angkatan Siber mungkin harus memiliki keahlian ganda dalam operasi militer dan siber. Ini memerlukan program pelatihan khusus yang lebih panjang dan rumit daripada pelatihan militer konvensional.
- Kolaborasi dengan Sektor Teknologi: Angkatan Siber akan membutuhkan kolaborasi yang erat dengan sektor teknologi dan lembaga pendidikan untuk mengikuti perkembangan teknologi terbaru, yang membawa dinamika baru dalam pengembangan keahlian militer.
f. Pengaruh Terhadap Intelijen Militer
- Tumpang Tindih dengan Intelijen: Intelijen militer sudah berperan dalam menangani ancaman siber. Pembentukan Angkatan Siber bisa menciptakan tumpang tindih tugas antara unit intelijen dan Angkatan Siber, sehingga diperlukan koordinasi lebih lanjut untuk menghindari konflik dalam pengumpulan dan analisis data.
- Kompleksitas Operasional: Integrasi antara operasi intelijen dan siber bisa menjadi lebih rumit, mengingat keduanya memainkan peran penting dalam pengamanan jaringan dan pengumpulan informasi strategis.
5. Perlukah Membentuk Angkatan Siber?
Mengacu pada kesamaan fungsi antara siber dan intelijen serta struktur TNI yang sudah ada, pembentukan Angkatan Siber mungkin tidak diperlukan. Ancaman siber dapat ditangani secara efektif oleh unit siber yang sudah ada di AD, AL, dan AU. Setiap angkatan memiliki kebutuhan spesifik terkait ancaman siber:
- AD: Perlu melindungi jaringan komunikasi darat, sistem radar, dan pertahanan udara.
- AL: Harus melindungi jaringan komunikasi maritim, sistem navigasi satelit, dan pertahanan kapal perang.
- AU: Perlu mengamankan sistem avionik, radar udara, dan jaringan kontrol penerbangan.
Dengan memperkuat kemampuan siber di setiap matra, Indonesia bisa lebih efektif merespons ancaman siber tanpa perlu membentuk satuan baru. Fokus utamanya adalah integrasi dan penguatan unit siber yang sudah ada dalam intelijen militer di setiap angkatan.
Kesimpulan
Pembentukan Angkatan Siber sebagai matra baru dalam TNI akan membawa dampak besar terhadap aturan, struktur, dan operasi di AD, AL, dan AU. Perubahan ini bisa menciptakan kompleksitas tambahan dalam pembagian tugas, koordinasi operasi, penyediaan sumber daya, dan pelatihan personel. Sebaliknya, dengan memperkuat unit siber yang sudah ada di setiap matra, Indonesia bisa lebih efisien dalam merespons ancaman siber tanpa menciptakan inefisiensi baru dalam struktur pertahanan.
Indonesia tidak perlu membentuk Angkatan Siber terpisah, karena ancaman siber sudah dapat ditangani melalui penguatan unit-unit siber di AD, AL, dan AU. Dengan mengoptimalkan struktur yang ada, Indonesia bisa mempertahankan kedaulatan di dunia maya tanpa perlu membentuk angkatan baru yang berpotensi menciptakan inefisiensi dalam sistem pertahanan. Integrasi siber ke dalam fungsi intelijen akan memastikan respons yang lebih cepat dan efisien terhadap ancaman digital, serta menjaga kesinambungan antara operasi fisik dan digital di seluruh matra TNI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar