PENTINGNYA SATUAN INTELIJEN DI PSDKP UNTUK MENGAWASI PULAU-PULAU DAN TERUMBU KARANG SERTA PENCURIAN PASIR LAUT BERDASARKAN UU NO. 32/2014 DAN UU NO. 45/2009 TENTANG PERIKANAN
Jakarta 24 Oktober 2024
oleh : Laksda TNI (Purn) Adv. Soleman B.Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb
Pengantar.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan wilayah laut yang sangat luas. Wilayah ini mencakup terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman hayati serta sumber daya laut bernilai tinggi bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, kelestarian wilayah perairan dan ekosistem laut Indonesia sering kali terancam oleh illegal fishing, eksploitasi berlebihan, dan kerusakan lingkungan. Untuk menghadapi tantangan ini, Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) memiliki peran vital dalam pengawasan dan penegakan hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Namun, cakupan tugas PSDKP yang sangat luas memerlukan dukungan satuan intelijen yang khusus untuk mengawasi pulau-pulau dan terumbu karang di wilayah perairan Indonesia, serta pengambilan pasir laut secara illegal. Artikel ini menguraikan alasan mengapa PSDKP membutuhkan satuan intelijen guna mengoptimalkan pengawasan, dengan landasan hukum dan teori yang relevan.
1. Tugas PSDKP Berdasarkan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
PSDKP bertanggung jawab atas pengawasan dan penegakan hukum terkait perikanan, termasuk pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya kelautan. UU No. 45 Tahun 2009 memberikan kewenangan kepada PSDKP untuk mengawasi kepatuhan terhadap peraturan perikanan, seperti:
- Penangkapan ikan berkelanjutan serta larangan terhadap penggunaan alat tangkap yang merusak.
- Perlindungan terumbu karang dan habitat laut lainnya.
- Pemberantasan illegal fishing, baik oleh nelayan domestik maupun asing, yang sering menjadi ancaman besar bagi ekosistem laut Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas ini, PSDKP menghadapi tantangan besar karena wilayah pengawasannya yang sangat luas, mencakup pulau-pulau terpencil dan terumbu karang yang sulit dijangkau.
2. Landasan Hukum: UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan memberikan kerangka hukum tambahan yang relevan untuk pengawasan laut, termasuk wilayah perairan yang meliputi pulau-pulau kecil dan terumbu karang. UU ini menegaskan pentingnya perlindungan ekosistem laut dan memandatkan pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.
Namun, meskipun UU No. 32/2014 mengatur pengelolaan laut secara komprehensif, undang-undang ini tidak memberikan sanksi pidana terhadap pelanggaran. Ini menimbulkan kekosongan dalam penegakan hukum yang efektif. Oleh karena itu, PSDKP, dengan kewenangannya sebagai penyidik di bawah UU No. 45 Tahun 2009, memegang peranan penting untuk menindak pelanggaran pengelolaan laut.
3. Mengapa PSDKP Memerlukan Satuan Intelijen?
Untuk menjalankan tugas pengawasannya secara efektif, PSDKP memerlukan dukungan satuan intelijen yang mampu mendeteksi ancaman lebih awal dan memberikan informasi strategis yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan preventif. Berikut beberapa alasan mengapa satuan intelijen diperlukan:
a. Deteksi Dini dan Pencegahan
Intelijen akan membantu PSDKP mendeteksi ancaman lebih awal, seperti aktivitas illegal fishing, penggunaan alat tangkap ilegal, serta perusakan terumbu karang. Intelijen juga dapat memberikan informasi strategis tentang pergerakan kapal-kapal pelaku illegal fishing atau pihak-pihak yang terlibat dalam eksploitasi sumber daya laut secara ilegal.
b. Pengawasan Pulau-Pulau Kecil dan Terumbu Karang yang Terpencil
Wilayah-wilayah terpencil seperti pulau-pulau kecil dan terumbu karang sering kali sulit dijangkau oleh pengawasan konvensional. Intelijen dapat melakukan pemantauan jarak jauh melalui teknologi, mengidentifikasi pelaku kejahatan yang beroperasi di wilayah tersebut, dan memberikan informasi yang tepat waktu kepada PSDKP.
c. Optimalisasi Penegakan Hukum
Informasi dari intelijen akan membantu PSDKP mengoptimalkan penegakan hukum dengan menyediakan bukti yang mendukung penanganan kasus illegal fishing, penggunaan alat tangkap ilegal, atau kerusakan lingkungan. Hal ini akan memperkuat proses penyelidikan dan memastikan pelanggar dikenakan sanksi yang tepat.
4. Keterbatasan Bakamla Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014
Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibentuk berdasarkan UU No. 32/2014 memiliki tugas utama menjaga keamanan dan keselamatan perairan Indonesia. Namun, Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan dan undang-undang ini tidak mengatur sanksi pidana untuk berbagai pelanggaran terhadap pengelolaan sumber daya kelautan, seperti pencemaran atau perusakan terumbu karang.
Dengan demikian, penegakan hukum terhadap pelanggaran sumber daya kelautan, seperti illegal fishing atau perusakan terumbu karang, tidak dapat dilakukan oleh Bakamla. Sebaliknya, PSDKP yang memiliki kewenangan sebagai penyidik di bawah UU No. 45/2009 lebih tepat untuk menangani penegakan hukum dalam konteks pelanggaran sumber daya laut.
5. Contoh Penegakan Hukum Berbasis Intelijen
Sebagai contoh, misalkan, PSDKP menerima laporan intelijen tentang aktivitas illegal fishing menggunakan bahan peledak di wilayah terumbu karang yang dilindungi. Informasi ini menunjukkan adanya operasi terorganisir oleh jaringan nelayan yang beroperasi di perairan Indonesia. Berdasarkan laporan ini, PSDKP dapat merencanakan operasi penindakan yang lebih efektif, dengan memantau pergerakan kapal dan mengidentifikasi titik-titik rawan.
Penindakan terhadap pelaku illegal fishing ini dapat dilakukan berdasarkan Pasal 84 UU No. 45 Tahun 2009, yang mengatur sanksi pidana bagi penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan. Intelijen memungkinkan PSDKP untuk bertindak cepat dan efektif, memastikan bahwa pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
6. Kesimpulan: Intelijen sebagai Pilar Penting dalam Pengawasan PSDKP.
Intelijen memainkan peran kunci dalam mendukung pengawasan yang efektif oleh PSDKP terhadap pelanggaran yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2014 dan ditindaklanjuti melalui UU No. 45 Tahun 2009. Bakamla, meskipun memiliki tugas dalam menjaga keamanan laut, tidak memiliki kewenangan penyidikan dan tidak dapat menegakkan hukum dalam pengelolaan sumber daya kelautan. Oleh karena itu, PSDKP yang memiliki kewenangan penyidikan sangat memerlukan dukungan intelijen untuk mengawasi wilayah perairan yang luas dan mendeteksi pelanggaran sejak dini.
Dengan adanya satuan intelijen, PSDKP dapat melakukan tindakan preventif, menindak pelanggaran sesuai ketentuan hukum, dan melindungi ekosistem laut Indonesia dari kerusakan yang tidak hanya mengancam keberlanjutan perikanan tetapi juga keseimbangan lingkungan secara keseluruhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar