BAKAMLA: Sulit Jadi Coast Guard, Kompetensi Absolut Tetap di Menteri Perhubungan
Jakarta, 01 Oktober 2024
Oleh: Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, MH, CPM, CParb.*)
Sejak revisi Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, posisi Badan Keamanan Laut (Bakamla) semakin kehilangan arah, terutama terkait keinginan menjadikannya sebagai "Indonesian Coast Guard" yang bertanggung jawab atas pengawasan dan penegakan hukum di laut. Dalam perkembangan regulasi terbaru, tampak jelas bahwa Bakamla tidak mungkin menjalankan peran sebagai coast guard, karena untuk melakukan itu, diperlukan undang-undang baru yang memberikan kewenangan tegas dan spesifik.
Revisi UU No. 17/2008 memperkuat posisi Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) yang berada di bawah Kementerian Perhubungan, dan memberikan kompetensi absolut kepada Menteri Perhubungan dalam hal pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang pelayaran. Hal ini menutup peluang bagi Bakamla untuk menjadi coast guard yang efektif, karena kompetensi utama dalam pengawasan laut tetap berada di bawah Kementerian Perhubungan.
Bakamla dan Kegagalan Menjadi Coast Guard
Bakamla, yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, awalnya dirancang untuk berperan dalam mengintegrasikan keamanan laut dan memantau wilayah perairan Indonesia. Namun, sejak awal, Bakamla tidak diakui sebagai coast guard nasional yang memiliki kewenangan penuh. Sebagai lembaga yang mengandalkan regulasi yang terpisah dari UU No. 17/2008, Bakamla tidak mendapatkan pengakuan sebagai otoritas utama dalam penegakan hukum di laut.
Sebagai perbandingan, banyak negara memiliki lembaga coast guard yang kuat, yang bertugas untuk mengawasi lalu lintas maritim, melindungi perairan dari ancaman eksternal, serta memastikan keselamatan pelayaran. Namun, di Indonesia, Bakamla tidak memiliki kekuatan hukum yang setara. Untuk menjadi coast guard yang efektif, Bakamla memerlukan undang-undang baru yang secara spesifik memberikannya wewenang dan tugas yang setara dengan lembaga coast guard di negara lain.
Namun, masalah utamanya adalah kompetensi absolut dalam pengawasan pelayaran sudah diberikan kepada Kementerian Perhubungan. UU No. 17 Tahun 2008, terutama setelah revisinya, menegaskan bahwa tugas utama pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran berada di tangan Menteri Perhubungan melalui KPLP. Ini berarti, kewenangan pengawasan laut dan penegakan hukum yang terkait pelayaran tidak bisa dibagi atau dialihkan ke lembaga lain, termasuk Bakamla.
Kompetensi Absolut Menteri Perhubungan: Tidak Ada Ruang untuk Coast Guard Lain
Menurut Pasal 276 dan 277 UU No. 17 Tahun 2008 yang telah direvisi, Menteri Perhubungan memiliki kompetensi absolut dalam hal pengawasan dan penegakan hukum di bidang pelayaran. Pengawasan ini meliputi keselamatan pelayaran, pengawasan angkutan perairan, pencemaran laut, hingga kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air.
Berikut adalah poin-poin utama yang menunjukkan kewenangan absolut Menteri Perhubungan:
- Pasal 276 (Revisi UU No. 17/2008): Menyatakan bahwa untuk menjamin terselenggaranya pelayaran, Menteri Perhubungan melaksanakan tugas pengawasan dan penegakan hukum di bidang pelayaran, termasuk pengawasan atas keselamatan dan keamanan pelayaran serta pencegahan pencemaran laut.
- Pasal 277 (Revisi UU No. 17/2008): Dalam melaksanakan tugas pengawasan dan penegakan hukum, Menteri Perhubungan melalui KPLP bertugas melakukan pengawasan atas keselamatan pelayaran, penegakan hukum di laut, dan pelanggaran keselamatan yang dilakukan oleh kapal, baik itu kapal niaga maupun kapal penangkap ikan.
- Pasal 278 (Revisi UU No. 17/2008): Memberikan kewenangan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dalam hal ini KPLP, untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran yang terjadi di laut, baik pelanggaran administratif maupun pidana terkait keselamatan pelayaran dan kejahatan maritim lainnya.
Dengan adanya regulasi ini, kompetensi absolut Menteri Perhubungan tidak hanya berlaku untuk pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran, tetapi juga untuk penegakan hukum di laut. Ini berarti, tidak mungkin ada lembaga coast guard lain yang beroperasi di luar kerangka UU No. 17 Tahun 2008. Segala bentuk pengawasan laut harus mengacu pada aturan yang telah diatur oleh Kementerian Perhubungan, menjadikan ruang bagi coast guard baru sangat terbatas.
Bakamla Butuh Undang-Undang Baru untuk Menjadi Coast Guard
Jika Bakamla ingin diakui sebagai Indonesian Coast Guard, maka diperlukan undang-undang baru yang secara spesifik memberikan kewenangan dan tugas yang setara dengan lembaga coast guard di negara lain. Tanpa adanya undang-undang baru yang memperkuat posisi Bakamla, sangat sulit bagi Bakamla untuk menjalankan fungsi-fungsi yang selama ini dijalankan oleh KPLP.
Namun, masalah terbesar adalah bahwa kompetensi absolut di laut sudah diberikan kepada Menteri Perhubunganmelalui UU No. 17/2008. Artinya, segala bentuk pengawasan dan penegakan hukum di laut, terutama yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran dan pencemaran, sudah diatur dengan jelas di bawah KPLP. Bakamla tidak bisa begitu saja mengambil peran ini tanpa melanggar aturan yang telah ada.
Dalam konteks ini, untuk membentuk coast guard baru di luar UU No. 17/2008, Indonesia harus mempertimbangkan penyusunan undang-undang khusus yang memberikan kewenangan lebih kepada Bakamla, namun hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Bakamla dan KPLP yang akan menimbulkan ketidak pastian hukum sehingga sangat mudah dilakukan Judicial revieu.
Kesimpulan: KPLP sebagai Penjaga Laut Utama, Bakamla dalam Ketidakjelasan.
Revisi UU No. 17/2008 menegaskan bahwa kompetensi absolut dalam pengawasan dan penegakan hukum di laut berada di tangan Menteri Perhubungan melalui KPLP. Dengan adanya regulasi ini, posisi Bakamla sebagai lembaga yang diharapkan menjadi coast guard justru semakin tidak jelas. Untuk menjadi coast guard yang efektif, Bakamla membutuhkan undang-undang baru yang memberinya kewenangan yang lebih kuat. Namun, selamakompetensi absolut tetap berada di tangan Menteri Perhubungan, sangat sulit bagi Bakamla untuk menjadi lembaga coast guard yang mandiri.
Bakamla kini menghadapi pilihan sulit: memperjuangkan undang-undang baru yang mengatur kewenangannya atau menerima kenyataan bahwa KPLP telah menjadi penjaga laut utama di Indonesia. Bakamla sekarang ini "bagaikan kerakap tumbuh dibatu, hidup segan mati tak mau," sementara KPLP terus memperkuat posisinya sebagai Sea and coast guard yang sesungguhnya dalam kerangka hukum yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar