24 Oktober 2024

BAHAYA PANDEMIC AGREEMENT TERHADAP KEDAULATAN NEGARA: KAJIAN HUKUM DAN KEDAULATAN NEGARA

BAHAYA PANDEMIC AGREEMENT TERHADAP KEDAULATAN NEGARA: KAJIAN HUKUM DAN KEDAULATAN NEGARA

 

Jakarta 24 Oktober 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, Cpm, CParb.*)

 

Pengantar.

Pandemic Agreement merupakan instrumen hukum internasional yang bertujuan untuk memperkuat kolaborasi global dalam menghadapi pandemi. Meskipun memiliki tujuan baik dalam meningkatkan respons dan kesiapsiagaan global terhadap pandemi, perjanjian ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait kedaulatan negara. 

 

1. Pendahuluan

Pandemi global, seperti pandemi COVID-19, menegaskan pentingnya kerjasama internasional dalam menangani penyebaran penyakit menular. Untuk tujuan tersebut, badan internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusulkan pengembangan Pandemic Agreement guna memperkuat sistem kesehatan global melalui pendekatan kolektif. Namun, keberadaan perjanjian ini menimbulkan dilema bagi kedaulatan negara, mengingat negara diharuskan untuk mematuhi aturan dan protokol internasional yang mungkin tidak selaras dengan kepentingan atau kondisi lokal. 

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dampak dan potensi bahaya yang ditimbulkan Pandemic Agreement terhadap kedaulatan negara, khususnya dalam konteks hukum internasional dan hukum domestik. Dengan menggunakan pendekatan normatif dan analisis hukum kritis, tulisan ini mengkaji pembatasan kedaulatan negara, intervensi kebijakan, monopoli sumber daya, dan ancaman terhadap sistem hukum dan privasi.

Tulisan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis bahaya yang mungkin timbul dari implementasi Pandemic Agreement terhadap kedaulatan negara.

 

2. Pembatasan Kedaulatan dalam Pengambilan Keputusan

Pandemic Agreement berpotensi membatasi kedaulatan negara melalui penetapan standar dan protokol global yang harus dipatuhi oleh negara-negara pihak. Hal ini dapat dilihat pada aturan yang mengharuskan negara untuk menyerahkan sebagian wewenang dalam pengambilan keputusan kebijakan kesehatan kepada otoritas internasional, seperti WHO. Dalam konteks ini, negara tidak memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan kebijakan kesehatan dengan kebutuhan nasionalnya karena dibatasi oleh ketentuan perjanjian.

Sebagai contoh, jika suatu negara ingin menerapkan kebijakan yang lebih ketat atau lebih longgar dalam penanganan pandemi, ia mungkin terhambat oleh ketentuan Pandemic Agreement yang mengharuskan keseragaman tindakan. Ini menimbulkan risiko di mana negara kehilangan kemampuan untuk merespons secara independen dan adaptif sesuai dengan kebutuhan spesifik rakyatnya.

 

3. Intervensi Asing dalam Kebijakan Nasional

Salah satu aspek kontroversial dari Pandemic Agreement adalah potensi intervensi asing dalam kebijakan domestik negara. Ketika negara dianggap tidak mematuhi atau gagal menerapkan ketentuan perjanjian, badan internasional atau negara lain dapat menggunakan instrumen diplomatik atau ekonomi untuk menekan negara tersebut agar mematuhi protokol internasional. Hal ini merusak kedaulatan negara dan menciptakan ketergantungan pada entitas eksternal dalam menentukan kebijakan nasional.

Contoh nyata dapat dilihat pada sanksi atau tekanan internasional terhadap negara-negara yang dianggap tidak kooperatif selama pandemi COVID-19, yang mengindikasikan bagaimana pengaruh eksternal dapat membatasi kebebasan negara dalam menentukan kebijakan kesehatan nasional.

 

4. Ancaman terhadap Sistem Hukum dan Regulasi Lokal

Pandemic Agreement berpotensi bertentangan dengan sistem hukum dan peraturan domestik suatu negara. Dalam beberapa kasus, negara mungkin diwajibkan untuk menyesuaikan atau mengubah undang-undang dan peraturan untuk memenuhi standar internasional yang ditetapkan dalam perjanjian. Ini menimbulkan tantangan serius terhadap integritas hukum nasional, terutama jika ketentuan internasional tersebut bertentangan dengan konstitusi atau nilai-nilai hukum lokal.

Sebagai ilustrasi, negara yang menganut sistem hukum berbasis syariah mungkin menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan kebijakan kesehatan yang diatur oleh perjanjian internasional yang tidak mempertimbangkan norma agama. Selain itu, beberapa negara yang memiliki otonomi hukum yang kuat dalam menangani kesehatan masyarakat dapat terancam dengan adanya ketentuan yang mengikat secara internasional, yang memaksa mereka mengubah kebijakan yang telah lama diakui secara konstitusional.

 

5. Potensi Monopoli dan Penguasaan Sumber Daya

Pandemic Agreement juga dapat mengarah pada monopoli penguasaan atas sumber daya kesehatan, seperti vaksin dan alat medis, oleh entitas internasional atau negara-negara tertentu. Hal ini mengurangi kedaulatan negara dalam mengelola sumber daya kesehatannya sendiri dan dapat menyebabkan ketergantungan pada pasokan medis yang dikendalikan oleh negara maju atau perusahaan farmasi multinasional.

Ketika negara tidak memiliki kendali penuh atas distribusi vaksin atau obat-obatan, hal ini tidak hanya mengancam kemandirian dalam pengambilan keputusan, tetapi juga dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap perawatan kesehatan di tingkat global. Negara-negara berkembang dapat menjadi korban ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, yang memperburuk ketergantungan mereka pada negara atau entitas eksternal.

 

6. Risiko Terhadap Keamanan dan Privasi Data

Pandemic Agreement sering kali mencakup ketentuan mengenai pertukaran data antarnegara, termasuk data kesehatan pribadi. Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pemantauan dan respons terhadap penyakit, ada risiko bahwa data tersebut dapat disalahgunakan atau bocor ke pihak ketiga yang tidak berwenang. Ini mengancam privasi individu serta kedaulatan negara dalam melindungi data warganya.

Selain itu, penggunaan data oleh badan internasional tanpa pengawasan yang memadai dari negara asal data dapat memicu pelanggaran hukum domestik terkait perlindungan data dan privasi. Hal ini memperlihatkan bahwa meskipun Pandemic Agreement dapat meningkatkan koordinasi internasional, ia juga mengandung risiko yang memerlukan perlindungan tambahan untuk menjaga hak dan kedaulatan negara.

 

7. Kesimpulan

Pandemic Agreement dapat memberikan kontribusi positif dalam penanganan pandemi global melalui mekanisme kolaboratif dan protokol standar. Namun, perjanjian ini juga mengandung risiko serius terhadap kedaulatan negara, mulai dari pembatasan dalam pengambilan keputusan hingga ancaman terhadap sistem hukum domestik. Negara-negara harus hati-hati dalam meratifikasi perjanjian ini dan memastikan bahwa kepentingan nasional tetap dilindungi. Diperlukan pendekatan yang seimbang antara kerjasama internasional dan perlindungan kedaulatan negara agar pandemi dapat ditangani tanpa mengorbankan kemandirian negara dalam menetapkan kebijakan kesehatan.

Untuk itu disarankan agar Indonesia tidak ikut menanda tangani Pandemic Agreement ini.

 

Daftar Pustaka

  1. World Health Organization. (2024). Draft Pandemic Agreement: Building Global Health Resilience.
  2. United Nations. (2023). International Health Regulations: Challenges and Future Directions.
  3. Budiarto, T. (2022). Kedaulatan Negara dan Tantangan Globalisasi dalam Hukum Kesehatan. Jakarta: Pustaka Nusantara.
  4. Kartini, A. (2023). Intervensi Asing dalam Kebijakan Kesehatan Nasional: Sebuah Tinjauan Kritis. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

 

*) Kabais TNI 2011-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar