Tanggapan Kritis terhadap Tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025”
Jakarta 18 Maret 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)
Pendahuluan
Tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025” menyatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran dapat berdampak negatif terhadap tugas dan efektivitas Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) dalam menjaga keamanan laut. Tulisan tersebut mengasumsikan bahwa pemangkasan anggaran akan menurunkan Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) dan bahwa Bakamla memiliki peran sentral dalam menentukan nilai IKLN.
Namun, anggapan ini tidak sesuai dengan realitas hukum dan operasional di Indonesia. IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla, melainkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan langsung dalam penegakan hukum dan pertahanan laut, seperti TNI AL, Polairud, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bea Cukai, dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Bakamla sendiri tidak memiliki wewenang penindakan, sehingga kontribusinya dalam menjaga keamanan laut tidak signifikan.
Lebih lanjut, argumentasi dalam tulisan tersebut mengenai patroli dan berbagi data Bakamla juga tidak dapat dipertahankan. Setiap lembaga yang berwenang di laut sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih spesifik dan akurat, sehingga berbagi data dari Bakamla tidak diperlukan. Selain itu, patroli yang dilakukan Bakamla juga tidak efektif karena tanpa kewenangan penindakan, setiap pelanggaran yang ditemukan tetap harus ditindaklanjuti oleh lembaga lain.
Berdasarkan fakta ini, tanggapan kritis ini akan membantah asumsi utama dalam tulisan tersebut dan menegaskan bahwa efisiensi anggaran justru dapat diperkuat dengan menghentikan patroli Bakamla dan mengintegrasikannya ke dalam struktur TNI AL untuk menciptakan sistem keamanan laut yang lebih efektif dan efisien.
1. Tugas dan Fungsi Bakamla dalam UU No. 32 Tahun 2014 Tidak Sesuai dengan Analisis dalam Tulisan
Tulisan ini mengasumsikan bahwa Bakamla memiliki peran luas dalam penegakan hukum di laut, yang berpotensi menyebabkan kesalahan persepsi mengenai tugas dan kewenangan Bakamla sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Dalam peraturan ini, tugas utama Bakamla adalah:
- Melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
- Memberikan dukungan kepada instansi terkait dalam penegakan hukum di laut.
- Menyusun kebijakan nasional terkait keamanan dan keselamatan maritim.
Dari ketentuan ini, jelas bahwa Bakamla bukanlah lembaga utama dalam penegakan hukum, melainkan hanya bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan, serta berfungsi sebagai pendukung bagi instansi penegak hukum lain seperti TNI AL, Polairud, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Oleh karena itu, argumentasi dalam tulisan yang mengklaim bahwa pengurangan anggaran akan langsung menurunkan efektivitas penegakan hukum di laut adalah tidak tepat. Bakamla bukan lembaga penyidik atau penegak hukum yang memiliki kewenangan langsung untuk menangkap dan menindak pelanggar hukum di laut.
2. Bakamla Bukan Satu-satunya Lembaga yang Bertanggung Jawab atas Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN)
Dinyatakan bahwa efisiensi anggaran di Bakamla akan berdampak langsung pada nilai Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN). Hal ini tidak benar, karena IKLN tidak hanya bergantung pada Bakamla, tetapi juga pada berbagai lembaga lain, termasuk:
- TNI AL, yang memiliki peran utama dalam pertahanan laut dan pengamanan wilayah perairan dari ancaman asing.
- Polairud, yang berwenang dalam penegakan hukum di laut sesuai dengan KUHAP dan berbagai undang-undang sektoral.
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang menangani perikanan ilegal (IUU Fishing).
- Bea Cukai, yang bertanggung jawab atas penyelundupan di laut.
- Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menangani penyelundupan narkoba melalui jalur laut.
- KPLP sebagai pengawas Pelayaran
Fakta ini membuktikan bahwa penurunan anggaran Bakamla tidak akan secara langsung menyebabkan penurunan IKLN, karena tugas pengamanan laut bersifat multisektoral dan melibatkan berbagai institusi lainnya. Oleh karena itu, fokus tulisan yang menitikberatkan dampak efisiensi anggaran pada IKLN hanya melalui Bakamla adalah tidak akurat dan menyesatkan.
3. Strategi yang Diusulkan Tidak Sesuai dengan Kenyataan Operasional Bakamla
Tulisan ini menyarankan optimalisasi patroli, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan sinergi sebagai solusi atas efisiensi anggaran. Namun, strategi ini mengabaikan realitas operasional Bakamla, yaitu:
- Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan dan penindakan langsung di laut seperti TNI AL atau Polairud. Oleh karena itu, peningkatan patroli Bakamla tidak serta-merta meningkatkan efektivitas penegakan hukum.
- Pemanfaatan teknologi seperti satelit dan drone tidak akan efektif tanpa dukungan operasional dari instansi yang memiliki kewenangan penegakan hukum. Bakamla hanya bisa mengumpulkan informasi, tetapi tidak dapat menindak pelanggar hukum secara langsung.
- Sinergi dengan lembaga lain tidak dapat sepenuhnya menggantikan kebutuhan anggaran operasional.Misalnya, tanpa anggaran cukup, Bakamla tetap akan kesulitan melakukan patroli meskipun ada koordinasi dengan TNI AL dan Polairud.
Dengan demikian, strategi yang diusulkan dalam tulisan ini tidak memberikan solusi konkret terhadap tantangan efisiensi anggaran, karena tidak mempertimbangkan keterbatasan kewenangan dan sumber daya yang dimiliki Bakamla.
4. Setiap Institusi Sudah Memiliki Tugasnya Sesuai UU, Bakamla Tidak Bisa Mengontrol Lembaga Lain
Berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tugas pengamanan laut sudah terbagi dengan jelas di antara berbagai instansi yang memiliki mandat hukum masing-masing, yaitu:
- TNI AL → Bertanggung jawab atas pertahanan negara di laut, termasuk menjaga kedaulatan wilayah perairan Indonesia dan menghadapi ancaman asing (UU No. 34/2004 tentang TNI).
- Polairud (Polisi Air dan Udara) → Bertanggung jawab atas penegakan hukum pidana di laut, termasuk kejahatan transnasional seperti penyelundupan, perikanan ilegal, dan perdagangan manusia (UU No. 2/2002 tentang Kepolisian).
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) → Bertugas dalam pengawasan sumber daya perikanan dan menangani illegal fishing (IUU Fishing) (UU No. 45/2009 tentang Perikanan).
- Bea Cukai (DJBC - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) → Mengawasi penyelundupan barang dan cukai melalui laut (UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan).
- Badan Narkotika Nasional (BNN) → Mengawasi penyelundupan narkotika melalui jalur laut (UU No. 35/2009 tentang Narkotika).
- Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Laut) → Mengawasi keselamatan dan pelayaran serta lalu lintas kapal di perairan Indonesia (UU No. 17/2008 tentang Pelayaran).
Dari pembagian ini, tugas pengamanan laut sudah tertata rapi di masing-masing institusi, sehingga Bakamla tidak perlu berusaha mengambil peran yang sudah dijalankan oleh instansi lain. Tidak ada urgensi bagi Bakamla untuk melakukan patroli karena tidak ada celah atau kekosongan tugas yang perlu diisi oleh Bakamla.
5. Bakamla Tidak Punya Kewenangan Penindakan, Sehingga Patroli Bakamla Tidak Efektif
Patroli tanpa kewenangan penindakan tidak ada gunanya.
- Jika Bakamla menemukan kapal yang melakukan pelanggaran, Bakamla tidak bisa menangkap, menginterogasi, atau menyita barang bukti, karena tidak memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana dimiliki oleh Polairud, TNI AL, atau KKP.
- Jika Bakamla menemukan kapal asing yang memasuki perairan Indonesia secara ilegal, Bakamla tidak bisa mengusir atau menindak kapal tersebut, karena itu adalah tugas TNI AL.
- Jika Bakamla menemukan kapal yang melakukan IUU Fishing, Bakamla tidak bisa menangkap kapal tersebut, karena itu adalah tugas KKP.
Tanpa kewenangan penegakan hukum, patroli Bakamla hanya menjadi observasi tanpa tindakan nyata.Akibatnya, kegiatan patroli yang dilakukan tidak memiliki manfaat operasional yang jelas dan hanya membebani anggaran negara.
6. Menghentikan Patroli Bakamla Tidak Akan Menurunkan Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN)
Tulisan yang ditanggapi menyatakan bahwa jika Bakamla mengalami pemotongan anggaran, maka Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) akan menurun. Argumen ini sangat lemah, karena:
- IKLN tidak hanya ditentukan oleh Bakamla, tetapi oleh semua instansi yang memiliki tugas keamanan laut.
- Bakamla bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas patroli di laut, sehingga pengurangan patroli Bakamla tidak akan berpengaruh signifikan terhadap keamanan laut nasional.
- Jika Bakamla berhenti melakukan patroli, TNI AL, Polairud, KKP, dan instansi lain tetap akan menjalankan tugasnya seperti biasa, sehingga tidak ada pengurangan efektivitas keamanan laut.
Oleh karena itu, menghentikan patroli Bakamla adalah langkah efisiensi yang logis, tanpa berdampak negatif pada keamanan laut nasional.
Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) tidak ditentukan oleh Bakamla. Nilai Bakamla dalam Perhitungan IKLN Adalah Nol
1. IKLN Tidak Ditentukan oleh Bakamla, Melainkan oleh Lembaga yang Memiliki Wewenang Penegakan Hukum di Laut
Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) adalah ukuran tingkat keamanan dan keselamatan perairan Indonesia. Namun, IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla karena Bakamla bukan lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum di laut.
- IKLN ditentukan oleh lembaga yang memiliki fungsi nyata dalam keamanan laut, yaitu:
- TNI AL → Menjaga kedaulatan dan pertahanan laut dari ancaman eksternal.
- Polairud → Menegakkan hukum dan menangani kejahatan di laut.
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) → Mengawasi perikanan dan menangani IUU Fishing.
- Bea Cukai (DJBC) → Mencegah penyelundupan di laut.
- Badan Narkotika Nasional (BNN) → Mengawasi penyelundupan narkotika melalui laut.
- Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Laut) → Mengawasi keselamatan pelayaran dan lalu lintas kapal.
Setiap lembaga ini memiliki kewenangan langsung dalam aspek keamanan maritim, termasuk patroli, penyidikan, dan penindakan. Oleh karena itu, merekalah yang menentukan nilai IKLN, bukan Bakamla.
2. Nilai Bakamla dalam Perhitungan IKLN Adalah Nol
Dalam perhitungan IKLN, Bakamla tidak memiliki peran yang signifikan karena Bakamla tidak memiliki fungsi penegakan hukum dan tidak bertanggung jawab langsung atas keamanan laut.
- IKLN dihitung berdasarkan efektivitas patroli, penegakan hukum, pengendalian kejahatan, dan pengawasan perairan yang dilakukan oleh lembaga dengan kewenangan nyata.
- Bakamla hanya bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan, bukan penegakan hukum, sehingga kontribusinya terhadap IKLN tidak memiliki nilai yang dapat dihitung dalam parameter keamanan nasional.
- Jika Bakamla dihitung dalam IKLN, maka nilai yang diberikan akan bernilai nol karena tidak ada dampak operasional yang dapat diukur secara signifikan terhadap keamanan laut nasional.
Dengan kata lain, eksistensi atau tidaknya Bakamla dalam operasi keamanan laut tidak akan berpengaruh terhadap nilai IKLN.
3. Efisiensi Anggaran: Bakamla Tidak Perlu Patroli dan Tidak Perlu Berbagi Data karena Tidak Ada Manfaatnya terhadap IKLN
Bakamla selama ini melakukan patroli dan berbagi data, namun kedua aktivitas ini tidak memiliki dampak nyata terhadap keamanan laut.
- Patroli Bakamla tidak memiliki efek terhadap penegakan hukum, karena jika menemukan pelanggaran, Bakamla tetap harus melaporkannya ke instansi lain yang memiliki wewenang.
- Berbagi data dari Bakamla tidak diperlukan, karena setiap lembaga sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih spesifik dan akurat sesuai dengan tugasnya masing-masing.
- Jika Bakamla tidak melakukan patroli dan tidak berbagi data, keamanan laut tetap akan terjaga karena TNI AL, Polairud, KKP, dan lembaga lain tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Karena itu, Bakamla tidak perlu menghabiskan anggaran negara untuk kegiatan yang tidak berdampak pada IKLN.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bakamla Tidak Berkontribusi dalam IKLN, Sehingga Tidak Perlu Patroli atau Berbagi Data
- IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla, tetapi oleh lembaga yang memiliki kewenangan nyata dalam keamanan laut seperti TNI AL, Polairud, KKP, Bea Cukai, BNN, dan Kementerian Perhubungan.
- Nilai Bakamla dalam perhitungan IKLN adalah nol, karena Bakamla tidak memiliki fungsi penegakan hukum atau peran strategis dalam keamanan laut.
- Bakamla tidak perlu patroli karena patroli tanpa kewenangan penindakan tidak ada manfaatnya.
- Bakamla tidak perlu berbagi data karena setiap lembaga sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih akurat dan spesifik.
- Menghentikan patroli dan berbagi data Bakamla akan meningkatkan efisiensi anggaran tanpa mempengaruhi keamanan laut nasional.
Dengan demikian, patroli Bakamla sebaiknya dihentikan untuk menghindari pemborosan anggaran yang tidak perlu, karena tidak ada manfaat nyata yang dihasilkan dari patroli tersebut. Bakamla cukup berperan sebagai pusat koordinasi, tanpa perlu turun langsung ke laut.
Bakamla Tidak Perlu Patroli dan Tidak Perlu Berbagi Data karena Setiap Lembaga Sudah Memiliki Pusat Data yang Lebih Spesifik dan Akurat
1. Tidak Ada Kewenangan Patroli yang Berarti, Sehingga Bakamla Tidak Perlu Melakukannya
Sesuai Pasal 59 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, tugas Bakamla hanya mencakup patroli keamanan dan keselamatan, bukan penegakan hukum.
- Patroli tanpa kewenangan penindakan tidak ada gunanya karena jika terjadi pelanggaran, Bakamla tetap harus melaporkannya ke instansi lain yang memiliki kewenangan, seperti TNI AL, Polairud, atau KKP.
- Tugas keamanan laut sudah terbagi di berbagai lembaga lain yang lebih kompeten, sehingga keberadaan patroli Bakamla tidak memberikan dampak signifikan terhadap keamanan laut nasional.
- Menghentikan patroli Bakamla adalah langkah efisiensi anggaran yang logis, karena tidak ada urgensi bagi Bakamla untuk melakukan tugas yang sudah dijalankan oleh lembaga lain.
2. Berbagi Data Pun Tidak Diperlukan karena Setiap Lembaga Sudah Memiliki Pusat Data Sendiri yang Lebih Spesifik
Tulisan yang ditanggapi menyebutkan bahwa Bakamla dapat berbagi data dengan instansi lain sebagai bentuk efisiensi. Namun, ini tidak diperlukan, karena:
- Setiap institusi sudah memiliki pusat data masing-masing yang lebih spesifik dan akurat sesuai tugas dan fungsi mereka.
- TNI AL memiliki sistem pengawasan berbasis militer yang jauh lebih canggih untuk mendeteksi ancaman kedaulatan.
- Polairud memiliki data yang lebih spesifik tentang kejahatan laut karena mereka memiliki kewenangan penyidikan.
- KKP memiliki data real-time tentang kapal perikanan dan IUU Fishing yang lebih lengkap dibandingkan yang dimiliki Bakamla.
- Bea Cukai memiliki sistem pemantauan khusus untuk mencegah penyelundupan barang.
- BNN memiliki sistem informasi intelijen narkotika yang tidak bisa digantikan oleh Bakamla.
- Bakamla tidak memiliki sistem data yang lebih unggul dibandingkan instansi lain sehingga berbagi data dari Bakamla tidak akan menambah nilai bagi instansi lain.
- Bahkan jika Bakamla memiliki data, instansi yang memiliki kewenangan penindakan tetap harus melakukan verifikasi ulang sebelum mengambil tindakan, sehingga berbagi data dari Bakamla tidak efisien dan hanya menjadi duplikasi informasi yang tidak diperlukan.
3. Menghentikan Patroli dan Berbagi Data Bakamla Tidak Akan Berdampak pada Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN)
- IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla saja, tetapi oleh semua institusi yang memiliki tugas keamanan laut.
- Bakamla bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas patroli dan pemantauan laut, sehingga jika Bakamla tidak melakukan patroli atau berbagi data, tidak akan ada dampak besar terhadap keamanan laut nasional.
- Lembaga yang lebih relevan seperti TNI AL, Polairud, dan KKP tetap menjalankan tugas mereka secara efektif dengan atau tanpa data dari Bakamla.
Oleh karena itu, membiarkan Bakamla tetap melakukan patroli dan berbagi data justru akan memboroskan anggaran negara tanpa manfaat nyata.
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis di atas, tulisan mengenai strategi Bakamla dalam mengantisipasi dampak efisiensi anggaran mengandung beberapa kelemahan mendasar, antara lain:
- Salah persepsi mengenai tugas Bakamla, karena dalam UU No. 32/2014 Bakamla bukanlah lembaga utama dalam penegakan hukum, melainkan hanya mendukung instansi lain.
- Mengabaikan peran lembaga lain dalam menentukan nilai Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN).
- Strategi yang diusulkan tidak realistis, karena mengabaikan keterbatasan operasional dan kewenangan Bakamla.
4. Bakamla Tidak Perlu Patroli dan Tidak Perlu Berbagi Data untuk Efisiensi Anggaran
1. Tugas keamanan laut sudah terbagi dengan jelas di berbagai lembaga lain, sehingga Bakamla tidak perlu melakukan patroli.
2. Bakamla tidak memiliki kewenangan penindakan, sehingga patroli yang dilakukan tidak memiliki dampak nyata terhadap keamanan laut.
3. Setiap instansi sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih spesifik dan akurat, sehingga berbagi data dari Bakamla tidak memberikan manfaat tambahan bagi instansi lain.
5. Menghentikan patroli dan berbagi data Bakamla tidak akan menurunkan Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) karena tugas pengamanan laut tetap berjalan melalui instansi lain yang lebih kompeten
Dengan demikian, tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025” ini tidak dapat dijadikan dasar argumentasi bahwa efisiensi anggaran akan langsung berdampak pada keamanan laut nasional, karena ada faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh dan harus dipertimbangkan secara lebih luas.
Untuk lebih mengefisiensi anggaran akan lebih bagus lagi bila Bakamla digabung dengan TNI AL dibawa bendera UU 34/2004 tentang TNI.
*)Kabais TNI 2011-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar