16 Maret 2025

Revisi UU TNI dan Implikasinya: Bakamla bubar bila Masuk dalam Sistem Keamanan Laut sebagai Unsur Militer.

Revisi UU TNI dan Implikasinya: Bakamla bubar bila Masuk dalam Sistem Keamanan Laut sebagai Unsur Militer.

Jakarta 16 Maret 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)

Pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membuka kemungkinan Badan Keamanan Laut (Bakamla) masuk ke dalam sistem keamanan laut dengan status militer. Namun, keputusan ini memunculkan berbagai kontradiksi hukum dan kelembagaan, khususnya dalam sistem pertahanan negara yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dalam UU No. 3/2002, khususnya Pasal 7 Ayat (2) dan (3), telah ditegaskan bahwa ancaman militer menjadi tanggung jawab TNI sebagai unsur utama, sementara ancaman non-militer yang berupa pelanggaran hukum harus ditangani oleh aparat penegak hukum. Jika Bakamla masuk ke dalam sistem keamanan laut sebagai unsur militer, maka beberapa persoalan mendasar akan muncul.

Keamanan Laut dan Peran Militer

Keamanan laut merupakan bagian dari sistem pertahanan negara yang mencakup dua kategori ancaman utama:

  1. Ancaman Militer (Pasal 7 Ayat (2) UU No. 3/2002)
    • Ancaman dari kekuatan bersenjata asing atau domestik yang menggunakan kekuatan militer.
    • Termasuk dalam kategori ini adalah agresi militer, pelanggaran kedaulatan oleh kapal perang asing, dan konflik bersenjata di laut.
    • TNI Angkatan Laut (TNI AL) adalah unsur utama yang bertugas menghadapi ancaman ini.
  2. Ancaman Non-Militer (Pasal 7 Ayat (3) UU No. 3/2002)
    • Ancaman yang tidak berasal dari kekuatan militer, melainkan dari pelanggaran hukum seperti penyelundupan, perompakan, perikanan ilegal, dan pencemaran laut.
    • Ancaman ini memerlukan pendekatan penegakan hukum, bukan operasi militer.

Dengan pemisahan peran ini, TNI AL bertanggung jawab atas pertahanan laut dalam menghadapi ancaman militer, sementara aparat lain yang berwenang menangani pelanggaran hukum di laut.

Kontradiksi Kelembagaan: Tidak Mungkin Ada Dua Unsur Militer dalam Keamanan Laut

Jika revisi UU No. 34/2004 memasukkan Bakamla sebagai unsur militer dalam keamanan laut, maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan TNI AL, karena:

  1. TNI AL Sudah Memegang Peran Sebagai Unsur Utama dalam Pertahanan Laut
    • Sesuai Pasal 7 Ayat (2) UU No. 3/2002ancaman militer hanya boleh dihadapi oleh TNI, dalam hal ini TNI AL.
    • Jika Bakamla juga menjadi unsur militer, maka akan muncul konflik kewenangan dalam menghadapi ancaman militer di laut.
  2. Tidak Mungkin Ada Dua Institusi Militer yang Berdiri Sejajar dalam Keamanan Laut
    • Dalam sistem pertahanan negara, tidak boleh ada dua kekuatan militer dengan peran yang sama dalam satu domain.
    • Jika Bakamla menjadi militer, maka akan berbenturan langsung dengan TNI AL, yang secara hierarki lebih tinggi dalam sistem pertahanan negara.
  3. Keberadaan Bakamla Sebagai Militer Justru Tidak Efektif
    • Jika Bakamla memiliki status militer, maka fungsi dan tugasnya akan beririsan dengan TNI AL, sehingga justru menciptakan ketidakjelasan dalam rantai komando.
    • TNI AL sudah memiliki kemampuan penuh dalam operasi keamanan laut, patroli maritim, dan perlindungan wilayah perairan Indonesia, sehingga tidak ada urgensi bagi Bakamla untuk masuk sebagai kekuatan militer.

Implikasi: Jika Bakamla Menjadi Militer, Maka Sebaiknya Dibubarkan dan Kembali ke TNI AL

Jika Bakamla bersikeras masuk dalam sistem keamanan laut sebagai unsur militer, maka konsekuensi logisnya adalah Bakamla tidak perlu berdiri sendiri dan harus kembali ke dalam struktur TNI AL.

  1. Bakamla Tidak Bisa Berada Sejajar dengan TNI AL
    • Jika Bakamla menjadi militer, maka tidak mungkin memiliki status yang sejajar dengan TNI AL, karena dalam hierarki militer, hanya satu institusi yang berwenang dalam pertahanan laut, yaitu TNI AL.
    • Untuk menghindari konflik kewenangan, Bakamla sebaiknya dibubarkan dan dikembalikan menjadi bagian dari TNI AL, dengan mengintegrasikan personel dan asetnya ke dalam sistem pertahanan nasional.
  2. Bakamla Kembali ke Struktur TNI AL Akan Menghilangkan Tumpang Tindih Kewenangan
    • Dengan kembali ke TNI AL, operasi keamanan laut dapat lebih terkoordinasi tanpa ada dualisme institusi militer.
    • TNI AL tetap menjadi kekuatan utama di laut, sementara tugas pengawasan dan dukungan lainnya tetap bisa dilakukan dengan sistem yang lebih terintegrasi.
  3. Efisiensi dan Konsolidasi dalam Sistem Pertahanan Negara di laut 
    • Mempertahankan dua unsur militer di laut hanya akan menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan anggaran, sumber daya manusia, dan infrastruktur pertahanan.
    • Jika Bakamla kembali ke TNI AL, maka seluruh kapabilitas alut sistanya dapat dikonsolidasikan secara lebih efektif di bawah satu komando yang jelas.

Kesimpulan

Masuknya Bakamla ke dalam sistem keamanan laut sebagai unsur militer melalui revisi UU No. 34/2004 tidak ada manfaatnya, karena TNI AL adalah unsur utama dalam pertahanan laut sesuai dengan UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara.

Jika Bakamla ingin menjadi militer, maka tidak bisa berdiri sendiri tapi harus dibubarkan serta dikembalikan ke dalam struktur TNI AL. Tidak mungkin ada dua institusi militer yang berdiri sejajar dalam sistem keamanan laut, karena TNI AL adalah satu-satunya unsur pertahanan laut yang sah di Indonesia.

Sebagai kesimpulan, Bakamla sebagai unsur militer tidak memiliki tempat dalam sistem keamanan laut yang telah diatur dengan jelas oleh hukum nasional, sehingga akan lebih baik bila dibubarkan dan kembali ke dalam komando TNI AL daripada menciptakan dualisme yang berpotensi melemahkan sistem pertahanan negara di laut Indonesia.

*)KABAIS TNI 2011-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar