5 Maret 2025

Demi Korupsi di BUMN, UUD 1945 pun Ditabrak

Demi Korupsi di BUMN, UUD 1945 pun Ditabrak.

Renungan tengah malam 5 Maret 2025 oleh Soleman B. Ponto, Detektiv Romantika

Di negeri yang katanya menjunjung tinggi hukum dan transparansi, tiba-tiba lahirlah Pasal 71 Ayat (3) UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang berbunyi:

“Pemeriksaan dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.”

💥 Artinya? Sekalipun terjadi korupsi besar-besaran di BUMN, kalau DPR tidak meminta pemeriksaan, maka BPK dilarang mengaudit!

🧐 Lah, kok bisa?
📢 BPK yang seharusnya bebas dan independen malah disandera izin DPR!
📢 Kalau DPR gak mau periksa, BUMN bisa bebas melakukan apa saja!

Dan yang lebih aneh lagi… UUD 1945 jelas-jelas bertentangan dengan aturan ini!

"Konstitusi vs. UU BUMN: Duel Hukum yang Jelas-Jelas Timpang!"

🟢 Pasal 23E UUD 1945 bilang:
 BPK adalah lembaga yang bebas dan mandiri.
 BPK berhak memeriksa keuangan negara tanpa perlu izin dari siapa pun.
 Pengawasan harus dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab.

🔴 Pasal 71 Ayat (3) UU No. 1 Tahun 2025 bilang:
 BPK gak boleh periksa BUMN kecuali DPR RI minta!
 Kalau DPR diam aja, BUMN tetap aman tanpa audit!
 BUMN bisa jadi zona nyaman untuk mereka yang ingin bermain proyek!

Lalu, siapa yang lebih tinggi, UUD 1945 atau UU BUMN? 🤔

Jawabannya jelas: KONSTITUSI LEBIH TINGGI! 🚨

Tapi kenapa bisa ada aturan yang berani menabrak UUD 1945?
Apakah ini sengaja dibuat supaya BUMN bisa bebas dari pengawasan?

"BUMN: Sekarang Bebas Korupsi dengan Perlindungan DPR?"

Coba bayangkan ada sebuah BUMN yang korupsi triliunan rupiah.

 BPK curiga dan ingin memeriksa? Gak bisa!
 Harus tunggu izin DPR dulu!
 Kalau DPR gak mau ngasih izin? Yaudah, gak ada pemeriksaan!

Sekarang, pertanyaannya: Kalau ada DPR yang punya kepentingan di BUMN itu, apakah mereka bakal kasih izin pemeriksaan?

🚨 Jangan-jangan ini memang dirancang supaya BUMN bisa lebih bebas “bermain” tanpa takut diaudit? 🚨

Sebab kalau DPR gak minta pemeriksaan, BPK cuma bisa diam saja, walaupun ada dugaan penyimpangan sebesar gunung!

Dan jangan lupa…
💰 Siapa yang paling sering berurusan dengan proyek-proyek BUMN?
💰 Siapa yang punya kepentingan dalam pembagian dana investasi dan proyek BUMN?
💰 Siapa yang sekarang jadi “tameng” supaya BPK gak bisa langsung periksa BUMN?

Jawabannya ada di depan mata👀

"Demi Korupsi, UUD 1945 pun Ditabrak!"

Biasanya, kalau ada undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, itu artinya undang-undangnya cacat hukum dan harus dibatalkan!

Tapi sekarang, UU BUMN malah menabrak konstitusi secara terang-terangan!

 BPK yang harusnya bebas malah dipasung izin DPR.
 BUMN yang seharusnya transparan malah jadi wilayah eksklusif.
 Kalau ada korupsi? Bisa diputuskan sendiri, mau diperiksa atau enggak!

Ini bukan sekadar aturan biasa. Ini adalah cara halus untuk menciptakan benteng perlindungan bagi pihak-pihak yang ingin bermain di BUMN tanpa takut diaudit!

Lalu, rakyat disuruh apa? Tutup mata? Tunggu mukjizat?

"Jalan Keluar? Judicial Review di Mahkamah Konstitusi!"

🚨 Pasal 71 Ayat (3) UU BUMN HARUS DIBATALKAN! 🚨

💥 Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan transparansi keuangan negara!

 Pasal ini harus diuji di MK.
 UU yang bertentangan dengan konstitusi harus dibatalkan.
 BPK harus kembali punya wewenang penuh untuk memeriksa BUMN tanpa izin DPR!

Karena kalau ini dibiarkan, BUMN bukan lagi alat negara untuk mensejahterakan rakyat, tapi jadi alat kepentingan untuk memperkaya segelintir orang!

Jangan biarkan korupsi dilegalkan dengan cara mencurangi konstitusi!
Selamatkan UUD 1945, batalkan Pasal 71 Ayat (3) UU BUMN! 
🚨🔥

 

Danantara, Sang Anak Emas, dan Misteri Pengawasan yang Dibatasi

Danantara, Sang Anak Emas, dan Misteri Pengawasan yang Dibatasi

Renungan pagi hari 5 Maret 2025, oleh Soleman B. Ponto, Detektif romantika

Di sebuah negeri yang katanya menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, hiduplah sebuah badan investasi bernama Danantara. Ia bukanlah badan biasa, karena ia diciptakan dengan mandat besar: mengelola kekayaan negara, mengurus aset BUMN, dan mengoptimalkan investasi untuk kepentingan bangsa.

Dari luar, Danantara terlihat megah, keren, dan ambisius. Tapi ada satu keanehan… ia punya perlindungan khusus dalam UU No. 1 Tahun 2025!

🛑 “Kalau BPK mau periksa Danantara, harus minta izin DPR dulu.” 🛑

Loh, ini aturan kok kayak tiket masuk konser eksklusif? Kenapa BPK, yang tugasnya memeriksa uang negara, harus dapat izin dulu buat masuk ke dapur Danantara?

"UUD 1945: Halo? Kok Saya Dilupakan?"

Di balik layar, UUD 1945 mulai gelisah. Pasal 23E UUD 1945 kan sudah jelas bilang BPK itu bebas dan mandiri dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara!

🧐 Tapi kenapa dalam UU BUMN yang baru, tiba-tiba BPK harus nunggu sinyal DPR dulu buat ngecek Danantara?

Apakah ini tanda-tanda bahwa Danantara adalah anak emas yang tak boleh disentuh tanpa izin khusus?

Atau ini cara baru supaya kalau ada dugaan korupsi, bisa dikondisikan dulu sebelum diperiksa?

"Ketika BPK Jadi Detektif yang Harus Tunggu Surat Perintah"

Bayangkan BPK adalah seorang detektif, siap menyelidiki kejahatan keuangan di negeri ini. Biasanya, kalau ada laporan mencurigakan, ia bisa langsung masuk, mencari bukti, dan mengungkap kebenaran.

Tapi kini, dengan aturan baru ini, BPK kayak detektif yang harus tunggu surat dari "bos besar" dulu sebelum bisa bergerak!

 "Pak, ada indikasi korupsi di Danantara!"
 "Oke, kita periksa. Tapi bentar, kita harus minta izin DPR dulu!"
 "Lah, kok gitu? Kalau DPR gak ngasih izin gimana?"
 "Ya gak bisa diperiksa, dong."

Makin aneh kan?

Di dunia nyata, kalau ada indikasi korupsi di perusahaan swasta atau BUMN biasa, BPK bisa langsung masuk dan audit keuangan mereka. Tapi kalau Danantara? Harus ada sinyal dulu dari DPR!

Dan yang bikin tambah curiga, bagaimana kalau DPR sendiri punya kepentingan di Danantara?

"Korupsi? Bisa Ditunda atau Malah Dilegalkan?"

Nah, kalau ada koruptor yang cerdas, aturan ini bisa jadi senjata pamungkas. Bayangkan kalau ada penyimpangan keuangan di Danantara, tapi selama DPR gak kasih izin, BPK gak bisa bertindak!

🚨 Artinya, ada waktu buat bersih-bersih dulu sebelum pemeriksaan dimulai! 🚨

Misalnya, kalau ada dana yang “nyasar” ke rekening pribadi pejabat tertentu, mereka bisa:
 Pindahkan dulu uangnya ke rekening lain.
 Ubah dokumen-dokumen supaya kelihatan rapi.
 Rekayasa laporan supaya gak ada kejanggalan.

Lalu, kalau akhirnya izin dari DPR turun, eh, datanya udah bersih! Dan akhirnya, hasil audit pun jadi:

📢 "Tidak ditemukan penyimpangan keuangan."

Bisa jadi ini bukan sekadar spekulasi, tapi celah hukum yang terbuka lebar!

"DPR: Pengawas atau Tameng?"

Dengan aturan ini, DPR seperti penjaga gerbang Danantara, yang bisa memutuskan kapan (atau bahkan apakah) pemeriksaan bisa dilakukan.

Dan di sinilah letak keanehannya:
🔍 Kenapa Danantara butuh proteksi khusus dari DPR?
🔍 Kenapa BPK gak bisa langsung memeriksa kayak di lembaga negara lainnya?
🔍 Siapa yang sebenarnya dilindungi dengan aturan ini?

Pertanyaan-pertanyaan ini membuka ruang spekulasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Kesimpulan: Konspirasi atau Kesalahan Fatal?"

Jika aturan ini tetap berjalan, berarti pengawasan terhadap Danantara bisa dipolitisasi.
 Kalau DPR ingin Danantara diperiksa, mereka kasih izin.
 Tapi kalau ada kepentingan tertentu, bisa aja mereka gak ngasih izin dan korupsi pun bisa berlangsung dengan tenang.

Apakah ini kesalahan fatal dalam perumusan UU?
Atau ini sengaja dibuat supaya ada "zona aman" bagi pihak tertentu?

Yang jelas, kalau aturan ini tetap berlaku, kita bisa bilang:

📢 "Selamat datang di negeri di mana pemeriksaan keuangan butuh izin khusus! Transparansi? Bisa ditunda! Korupsi? Bisa disesuaikan!" 🎭

 

3 Maret 2025

"Danantara: Rumah Kontrakan yang Nyaris Dijual Diam-Diam"

 "Danantara: Rumah Kontrakan yang Nyaris Dijual Diam-Diam"

Tepi Pantai Jakarta 3 Maret 2025

Renungan disiang hari oleh Soleman B Ponto, Detektiv Romantika

Di sebuah kampung bernama Negara Bahagia, ada seorang bapak tua bernama Pak Joko yang memiliki rumah besar peninggalan kakek buyutnya. Rumah itu besar sekali, penuh kamar, dan banyak yang kosong karena tidak digunakan dengan baik. “Sayang sekali kalau rumah ini tidak dimanfaatkan,” pikir Pak Joko.

Lalu datanglah seorang teman baiknya, Pak Boni, yang memberi saran:

"Pak Joko, kenapa nggak kita buat sistem kayak kontrakan elite? Daripada rumah ini diem aja, lebih baik kita undang investor. Kita sewakan kamar-kamar ini ke orang kaya, tapi jangan khawatir, kita tetap punya kuncinya kok!"

Pak Joko berpikir keras. "Ide bagus! Tapi nanti rumah saya malah dijual ke orang lain gimana?"

Pak Boni menjawab dengan penuh percaya diri, "Oh tenang, Pak! Kan kita pakai skema golden key! Meskipun mereka ngontrak di sini, kita tetap pegang kunci utama. Kita bisa veto kalau mereka mau ngapa-ngapain!"

Pak Joko pun setuju. Rumahnya kini diberi nama baru, "Danantara Villa", dengan janji bahwa ini bukan privatisasi, bukan penjualan rumah, hanya optimalisasi aset!

Tiba-tiba, Tamu Ngontrak Kok Jadi Pemilik?

Hari berlalu, kamar-kamar mulai disewakan ke orang-orang kaya dari luar kampung. Mereka datang dengan koper penuh uang dan janji-janji manis.

Salah satu penyewa bernama Tuan Wang, seorang pebisnis dari kampung tetangga yang sangat lihai dalam urusan investasi. Dia melihat ada banyak kamar di rumah itu yang bisa "dimanfaatkan lebih baik".

Karena punya banyak uang, Tuan Wang mulai menanam modal lebih banyak daripada pemilik asli rumah itu. Dia bantu renovasi, masukkan perabot mewah, dan suatu hari, dengan tenangnya dia bilang,

"Pak Joko, karena saya sudah investasi banyak di sini, gimana kalau saya punya hak lebih dalam mengelola rumah ini?"

Pak Joko sedikit terkejut, tapi Pak Boni yang jago bicara bilang, "Ah, tenang! Kita masih pegang kunci utama kok. Golden key!"

Tapi hari demi hari, Tuan Wang mulai mengatur rumah itu seperti miliknya sendiri. Dia menetapkan aturan baru, mengusir penyewa lama yang tak sejalan dengannya, dan mengendalikan siapa yang boleh masuk atau tidak.

Pak Joko mulai gelisah.

"Kok kayaknya saya yang punya rumah, tapi malah dia yang lebih berkuasa?"

Dulu Pernah Begini, Namanya Indosat

Pak Joko lalu teringat cerita lama dari kampung sebelah. Dulu, ada rumah besar bernama Indosat Mansion. Kampungnya butuh uang, lalu rumah itu disewakan ke investor luar dengan janji "kita tetap punya kontrol!".

Tapi akhirnya, rumah itu benar-benar berpindah tangan karena aturan yang ada terlalu lemah. Kunci utama yang katanya tetap dipegang negara ternyata tidak bisa mencegah keputusan strategis diambil oleh pemilik modal baru.

Akhirnya butuh puluhan tahun dan miliaran uang untuk membeli rumah itu kembali. Dan yang paling sakit, harganya jadi jauh lebih mahal dibanding saat dijual dulu!

Aturan yang Lemah: Golden Share yang Cuma Pajangan?

Pak Joko mulai memeriksa aturan kontrakannya dan menemukan sesuatu yang mengejutkan:

  1. Golden Key (Golden Share) ternyata cuma bisa digunakan untuk keputusan besar, tapi tidak bisa menghentikan penyewa dari mengatur rumah sesuka mereka.
  2. Investor yang punya modal besar bisa mengambil keputusan penting tanpa persetujuan pemilik asli, asalkan tetap sesuai dengan "aturan investasi".
  3. Jika pemilik rumah butuh uang, mereka bisa tergoda untuk menjual sebagian kamar tanpa menyadari bahwa lama-lama seluruh rumah bisa jatuh ke tangan orang lain.

Pak Joko pun sadar, kalau tidak hati-hati, Danantara Villa bisa bernasib sama seperti Indosat Mansion.

Akhir Cerita: Rumah Tetap Milik Pak Joko atau Pindah ke Tuan Wang?

Kini, Pak Joko menghadapi dilema. Haruskah ia tetap percaya bahwa kunci emasnya bisa melindungi rumahnya, atau haruskah ia lebih waspada dan memperketat aturan agar tidak kecolongan?

Sementara itu, di luar pagar, Tuan Wang tersenyum lebar, karena dia tahu bahwa modal besar bisa mengendalikan rumah itu, meskipun dia hanya penyewa.

Moral dari cerita ini?
🚪 Hati-hati dengan kontrakan yang terlalu fleksibel, bisa-bisa rumah sendiri malah pindah tangan! 🚪

 

2 Maret 2025

Danantara: Telur dalam Satu Keranjang siap menetas atau siap pecah ?

 "Danantara: Telur dalam Satu Keranjang siap menetas atau siap pecah ? "

2 Maret 2025 Sore hari dipinggir laut, diceritakan oleh : Soleman B. Ponto, pengarang cerita detektiv romantika.


Bab 1: Ide "Jenius" yang Malah Bikin Pusing

Di sebuah negara yang katanya penuh inovasi, hiduplah seorang menteri ekonomi super cerdas bernama Pak Dana.

Pak Dana punya ide brilian:
💡 "Daripada semua BUMN jalan sendiri-sendiri, kenapa nggak kita gabungin aja jadi satu? Hemat tempat, hemat manajemen, dan kalau ada investor asing yang mau beli saham, lebih gampang!"

Maka lahirlah Danantara, sebuah keranjang raksasa tempat semua telur BUMN dimasukkan jadi satu.

Di hari peresmian, semua orang di kementerian bersorak-sorai.
📢 "Danantara akan menyelamatkan ekonomi kita! Kini semua BUMN kita dalam satu kendali!"

Rakyat awalnya percaya, sampai muncul seorang Pak Tua Berpengalaman yang garuk-garuk kepala.

Pak Tua: "Lho, kalau semua telur kita taruh di satu keranjang, terus keranjangnya jatuh, bukannya pecah semua?"

Pak Dana: "Ah, Pak Tua jangan pesimis! Ini modernisasi!"

Pak Tua: "Lha, bukannya malah bikin ekonomi kita lebih rapuh? Kalau satu BUMN kena masalah, semua ikut hancur dong?"

Pak Dana mulai keringat dingin, tapi tetap tersenyum. "Tenang, Pak! Kita sudah pakai strategi investasi internasional, jadi tidak akan ada masalah!"


Bab 2: Tiba-Tiba Masalah Datang

Beberapa bulan kemudian…

Krisis ekonomi global melanda! Investor asing yang tadi berebut saham Danantara tiba-tiba kabur semua.

Saham Danantara anjlok kayak odol kejatuhan batu bata.

Danantara butuh uang buat bertahan, tapi nggak punya cadangan dana.

Karena Danantara adalah induk semua BUMN, dampaknya langsung terasa di seluruh negeri:

PLN: "Aduh, Danantara lagi susah, kita nggak dapat dana. Jangan kaget ya kalau listrik sering byar-pet!"

Pertamina: "Harga minyak dunia naik! Kita butuh suntikan dana! Eh, Danantara juga lagi tekor? Waduh!"

PT Kereta: "Bos, bensin mahal, kita naikin harga tiket aja ya?"

🎤 "DAMPAKNYA DIRASAKAN SELURUH RAKYAT!"

Rakyat mulai panik. Harga BBM, listrik, dan transportasi naik semua!


Bab 3: Pelanggaran Pasal 33 UUD 1945.

Pak Dana yang dulu percaya diri, sekarang duduk termenung.

Pak Dana: "Kenapa bisa begini ya? Kok Danantara malah jadi lubang hitam yang nyedot ekonomi kita?"

Pak Tua yang tadi sudah mengingatkan datang sambil tersenyum.

Pasal 33 UUD 1945 berbunyi:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pelanggaran yang terjadi:

·      Danantara memungkinkan investor asing memiliki saham dalam BUMN strategis – akibatnya, negara tidak lagi memiliki kendali penuh atas sektor penting seperti listrik, energi, dan perbankan.

·      Sektor vital yang seharusnya dikuasai negara malah menjadi instrumen investasi asing – negara tidak lagi bisa mengontrol harga layanan publik.

·      Keuntungan dari BUMN lebih banyak dinikmati oleh investor asing dibanding rakyat Indonesia – padahal sesuai Pasal 33 ayat (3), kekayaan alam harus digunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan pemegang saham asing.

Contoh Kasus: Privatisasi Indosat
Indosat dulunya merupakan BUMN telekomunikasi strategis. Namun setelah dijual ke asing, negara kehilangan kontrol atas kebijakan strategisnya. Saat krisis, pemerintah tidak bisa menggunakan Indosat sebagai alat komunikasi nasional.


Bab 4: Contoh Kasus Nyata di Dunia

1. Kasus Evergrande di China (2021)

Evergrande, perusahaan properti terbesar di China, menggabungkan banyak anak perusahaan di bawah satu holding.
Saat Evergrande gagal bayar utang, semua anak perusahaan ikut terdampak, menyebabkan krisis properti terbesar di China.
Efeknya? Ekonomi China terguncang, harga properti anjlok, dan pemerintah harus turun tangan menyelamatkan sektor perumahan.

Pelajaran: Jangan gabungkan semua aset dalam satu holding besar tanpa manajemen risiko yang jelas.

2. Krisis Lehman Brothers (2008)

Lehman Brothers, bank investasi terbesar di AS, memusatkan berbagai investasi dalam satu perusahaan.
 Saat bank ini bangkrut, efeknya menjalar ke seluruh dunia, menyebabkan krisis keuangan global 2008.
Efeknya? Banyak perusahaan keuangan dan industri di berbagai negara ikut bangkrut.

Pelajaran: Jangan membuat satu institusi terlalu besar untuk gagal (too big to fail), karena jika jatuh, semua ikut terdampak.

3. Privatisasi Air di Bolivia (2000)

Pemerintah Bolivia menyerahkan pengelolaan air kepada perusahaan asing.
Harga air naik 300%, rakyat tidak mampu membeli air bersih.
Efeknya? Kerusuhan nasional terjadi, privatisasi dibatalkan, dan pemerintah Bolivia kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Pelajaran: Jangan menyerahkan layanan publik kepada investor asing karena bisa menyebabkan kesulitan bagi rakyat.


Bab 5 : Pelajaran dari Teori Perang

Pak Dana mulai keringat dingin. Teori perang klasik sudah lama mengajarkan:

Sun Tzu bilang: 

·      Jangan letakkan semua pasukan di satu tempat. 

·      Sebar kekuatan supaya kalau ada yang kena, yang lain tetap bisa bertahan.

·      Pasukan Mongol selalu menyerang dari banyak sisi supaya lawan bingung dan nggak bisa menyerang balik dalam satu pukulan.

Bank dan perusahaan dunia menyebar investasinya supaya kalau satu bisnis rugi, yang lain masih bisa bertahan.

Lalu kenapa Pak Dana malah gabungin semua BUMN jadi satu?

Kesalahan besar Danantara dalam perspektif teori perang:

·      Menyatukan semua BUMN strategis dalam satu titik membuat ekonomi sangat rentan.

·      Jika satu bagian terkena krisis, seluruh sistem bisa runtuh dalam satu pukulan.

·      Negara kehilangan fleksibilitas dalam menghadapi ancaman ekonomi.


Bab 6 : Kesimpulan dan Pelajaran Berharga

Semoga, pemerintah sadar bahwa Danantara adalah bencana.

Kesalahan terbesar:

·      Satu kegagalan bisa menghancurkan semua BUMN sekaligus.

·      Kalau investor asing kabur, ekonomi nasional ikut runtuh.

·      Negara kehilangan kontrol atas aset strategisnya sendiri.

Pelajaran:

·      Jangan satukan semua BUMN dalam satu wadah. Kalau mau efisiensi, cukup buat koordinasi, bukan menyatukan kepemilikan.

·      Jangan biarkan asing terlalu banyak menguasai saham BUMN, karena mereka bisa pergi kapan saja.

·      Kaji ulang setiap kebijakan berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, teori perang, dan pengalaman dari krisis ekonomi dunia.

Dan terakhir, kalau Pak Tua garuk-garuk kepala lagimungkin lebih baik kita dengarkan dulu! 😆

 

"Pak Bejo, Utang, dan Solusi Ajaibnya"

"Pak Bejo, Utang, dan Solusi Ajaibnya"

Sebuah Renungan diawal bulan Maret 2025

Oleh : Soleman B. Ponto

Pak Bejo adalah pengusaha sukses (setidaknya menurut versinya sendiri). Dia punya banyak bisnis: ada bank, angkot, warung beras, toko pupuk, dan bahkan perumahan murah meriah (yang akhirnya lebih murah daripada yang dia bayangkan).

Tapi ada satu masalah besar. Pak Bejo terlalu baik hati.

Dia banyak mempekerjakan keponakan, saudara jauh, dan bahkan tetangga yang jago main kartu, tapi nggak jago kerja. Akibatnya, perusahaannya mulai merugi. Utangnya numpuk sampai kalkulator butuh istirahat.

Sampai akhirnya, para kreditur mulai mengetuk pintu.

Kreditur: "Pak Bejo, kapan utang ini dibayar?"

Pak Bejo: (sambil cengar-cengir) "Tenang, ada solusi ajaib!"

Daripada semua bisnisnya bangkrut satu per satu, Pak Bejo memutuskan menggabungkan semuanya jadi satu perusahaan baru bernama PT Cemerlang Sejahtera Bersama Abadi Makmur (CSBAM).

Kenapa namanya ribet? Karena kalau panjang dan keren, kelihatannya lebih meyakinkan.

Setelah mengumpulkan para kreditur, dia menawarkan ide brilian:

Pak Bejo: "Daripada utang nggak dibayar, gimana kalau saya ubah utang ini jadi saham? Jadi Bapak-Ibu semua nggak rugi, malah punya bagian di CSBAM! Nanti bisa dapat untung juga. Pokoknya win-win solution!"

Kreditur pun berpikir, daripada rugi total, mending dapat saham. Mereka setuju. Tapi ada satu hal yang tidak disadari oleh Pak Bejo: karena utangnya gede banget, sahamnya sendiri jadi makin kecil.

Lama-kelamaan, kreditur dan investor baru makin besar kepemilikannya. Saham Pak Bejo makin tipis, kayak lembaran tisu yang kena angin.

Sampai akhirnya, Pak Bejo sadar dia cuma jadi penonton di perusahaan sendiri.

Pak Bejo: "Lho, kok saya nggak punya kontrol lagi?"

Investor Asing: "Pak Bejo tenang aja, Bapak jadi komisaris aja, tapi tanda tangan doang ya, keputusan tetap kami yang buat!"

Sekarang, mari kita ganti "Pak Bejo" dengan "Indonesia", "CSBAM" jadi "Danantara", dan kreditur jadi "investor asing".

Indonesia punya banyak BUMN di berbagai sektor strategis seperti perbankan, transportasi, energi, pangan, dan konstruksi. Namun, karena terlalu banyak dikelola oleh orang-orang titipan yang kurang kompeten, BUMN mengalami kerugian besar.

Pemerintah akhirnya membuat solusi "win-win" dengan membentuk Danantara sebagai holding baru yang menggabungkan aset BUMN.

Lalu, utang-utang BUMN dikonversi menjadi saham di Danantara, yang kemudian diberikan kepada para kreditur dan investor asing.

Akibatnya:

  1. Kepemilikan negara makin berkurang, karena sahamnya terus terdilusi.
  2. Investor asing makin menguasai aset strategis, sementara Indonesia hanya jadi "pengelola simbolis."
  3. Keuntungan utama dinikmati investor asing, sementara rakyat tetap bayar tarif listrik, tol, dan layanan publik yang makin mahal.

Hingga akhirnya, Indonesia hanya jadi penonton di asetnya sendiri.

Referensi dan Dasar Hukum

  1. UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN
    • Undang-undang ini menjadi dasar pembentukan Danantara sebagai holding yang menaungi BUMN strategis.
  2. PP No. 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola BPI Danantara
    • Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa tujuan Danantara adalah untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI) dan menjadikannya mitra strategis bagi investor asing.
    • Pernyataan resmi dalam PP tersebut:

"Pemerintah telah melakukan perbaikan iklim investasi dan kemudahan berusaha untuk Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk ke Indonesia... Danantara memiliki karakteristik khusus yang dapat menjadikan lembaga ini sebagai mitra strategis bagi investor asing."

  1. Laporan dan Analisis Keuangan BUMN
    • Banyak BUMN strategis yang mengalami kerugian akibat beban utang dan inefisiensi manajemen.
    • Konversi utang menjadi saham dapat menyebabkan hilangnya kontrol negara atas aset strategis.

Moral Cerita

Jangan sampai suatu hari kita bangun tidur, terus sadar kalau negara ini udah bukan milik kita lagi. 🤦‍♂️💸

Lawan atau hanya jadi penonton? Keputusan ada di tangan kita!