15 Juli 2023

STATUS PENYIDIK UTK BAKAMLA TIDAK MUNGKIN DIDAPATKAN KARENA STATUS PENYIDIK DI LAUT TELAH HABIS TERBAGI

STATUS PENYIDIK UTK BAKAMLA TIDAK MUNGKIN DIDAPATKAN KARENA STATUS PENYIDIK DI LAUT TELAH HABIS TERBAGI

Jakarta 15 Juli 2023

oleh:

laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH

Keamanan laut menurut Bakamla.

Untuk memperlihatkan existensinya Bakamla berupaya  membuat kriteria tentang Keamanan laut serta ancamanannya. Dengan harapan tentunya ancaman itu hanya bisa diatasi oleh  Bakamla saja sehingga keberadaan Bakamla bisa dipertahankan. 

Aan , Kepalla Bakamla sering mengatakan, bahwa ada delapan bentuk ancaman faktual dan potensial terjadi di laut, yaitu pelanggaran wilayah, perompakan bersenjata, kecelakaan di laut, trans organized crime, "Illegal, Unreported, Unregulated Fishing" (IUUF), pencemaran di laut, terorisme di laut, dan invasi[1]

Jadi Keamanan Laut itu terganggu karena adanya delapan bentuk ancaman faktual dan ancaman potensial yang terjadi dilaut itu. 

Delapan bentuk ancaman faktual dan ancaman potensial yang terjadi dilaut itu pada dasarnya adalah pelanggaran hukum, atau pelanggaran terhadap UU.

Mari kita buktikan :

 

1. Pelanggaran wilayah. 

Pelanggaran wilayah kedaulatan laut merupakan pelanggaran terhadap UU 6/1996 tentang perairan Indonesia.

Pelanggaran  wilayah laut ZEE merupakan pelanggaran terhadap UU 5/1983 ttg ZEEI.

2.  Perompakan bersenjata merupakan pelanggaran atas UU 34/ 2004 ttg TNI.

3. Kecelakaan dilaut merupakan Pelanggaran atas UU 17/2008 ttg Pelayaran.

4. Trans organized crime  merupakan Pelanggaran atas UU no 6/ 2011 ttg keImigrasian.  

5. IIllegal, Unreported, Unregulated Fishing"   (IUUF) merupakan Pelanggaran atas UU no 45/ 2009 ttg perubahan atas UU no 31/ 2004 ttg Perikanan.

6. Penyidik Pencemaran di laut, merupakan Pelanggaran atas UU 17/2008 ttg Pelayaran.

7. Terorisme di laut merupakan pelanggaran Pelanggaran   atas uu 34/ 2004 ttg TNI.

8. Invasi merupakan Pelanggaran atas UU 34/ 2004 ttg TNI.

 

Nah terbukti bahwa pada 8 (delapan) ancaman faktual maupun ancaman potensial telah ada Undang-undangnya dengan demikian telah ada juga penyidiknya.

 

Para Penyidik pada 8(delapan ancaman faktual dan potensial) yang menurut Bakamla adalah sbb :

1. Penyidik pada wilayah kedaulatan diatur pada UU 6/1996 ttg Perairan Indonesia adalah Polri.

Penyidik pada wilayah laut ZEE,  diatur pada UU 5/1983 ttg ZEEI adalah TNI AL.

2.  Penyidik Perompakan bersenjata diatur pada UU 34/ 2004 ttg TNI, adalah TNI AL.

3. Penyidik pada Kecelakaan dilaut diatur pada UU 17/2008 ttg Pelayaran adalah PPPNS kementrian Perhubungan.

4. Penyidik pada Trans organized crime  diatur pada UU no 6/ 2011 ttg KeImigrasian adalah PPPNS Kementrian Keuangan.

5. Penyidik pada IIllegal, Unreported, Unregulated Fishing" (IUUF) diatur pada UU 45/ 2009 ttg perubahan atas UU 31/ 2004 ttg Perikanan adalah PPPNS Kementrian Kelautan dan Perikanan.  

6. Penyidik Pencemaran di laut, diatur pada UU 17/2008 ttg Pelayaran adalah PPPNS Kemhub.

7. Penyidik pada Terorisme di laut diatur pada UU 34/ 2004 ttg TNI.        

8. Invasi merupakan Pelanggaran atas UU 34/ 2004 ttg TNI yang untuk mengatasinya adalah tugas Pokok TNI.

 

Ternyata konsep Keamanan Laut yang disampaikan oleh Bakamla pada dasarnya adalah terjadinya  Pelanggaran Hukum dilaut. Untuk mengatasi ancaman-ancaman itu adalah dengan melakukan operasi penegakan Hukum di laut yang dapat  dilakukan oleh instansi terkait sesuai dengan  kewenangan yang diberikan oleh UU. Dengan demikian apa yang sampaikan Aan sebenarnya bukanlah hal baru. Semua ancaman faktual dan potensial yang merupakan pelanggaran Hukum itu telah ada UU nya dan telah ada pula penyidiknya yang akan menjalankan aturan itu.

Itulah sebabnya Bakamla TIDAK MENDAPAT STATUS PENYIDIK, karena semua ancaman  yang terjadi dilaut sudah ada Penyidiknya masing masing. Jadi sebenarnya keberadaan Bakamla tidak diperlukan lagi, karena kehadiran Bakamla bukan untuk menyelesaikan masalah, tapi justru akan menghasilkan masalah baru.

Dilaut Bakamla akan bertentangan dgn Polri, TNI, Kemhub, KemKP, dan KemKeu.


Kapal China dilaut.

Sering adanya kapal China dilaut ini sering dijadikan alasan Bakamla bahwa kapal China itu hanya bisa dihadapi bisa Bakamla.

Keberadaan kapal China itu ada dua kemungkinan, yang pertama adalah sebagai Kapal perang, yang kedua sebagai Kapal Coast Guard. Kalau sebagai kapal perang maka yang punya kewenangan untuk menghadapinya adalah TNI AL melalui operasi militer. Kalau yang datang adalah kapal Coast Guard China yang akan menghadapinya adalah KPLP. Mengapa harus KPLP ? Karena pelanggaran yang munchkin dilakukan bleh kapal Coast China adalah anuran yang diatur pada UU 17/2008 ttg Pelayaran. Misalnya membuang sampah dilaut. Kalau terjadi buang sampah dilaut, Bakamla bukan penyidik. Kalau ditinjau dari pengalaman operasi penegakan hukum dilaut, Bakamla saat ini baru berumur 9 tahun, sedangkan KPLP sudah berumur 87 tahun. Bahkan pada tahun 60 an bersama sama TNI AL berjuang pada operasi Ganyang Malaysia. Dengan perbandingan umur yang begitu jauh sudah pasti pengalaman KPLP dalam penegakan hukum dilaut jauh diatas Bakamla yang baru berumur  9 tahun. Jadi tidak benarlah bahwa keberadaan kapal China, hanya Bakamla yang bisa menghadapinya. Keberadaan kapal Coast Guard China lebih tepat bila  dihadapi oleh KPLP yang sudah banyak pengalamannya. 


Keamanan laut menurut UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia.

Sekarang mari kita tinjau Kemanan Laut melalui UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia.

Masalah Keamanan laut Indonesia  atau Perairan Indonesia diatur oleh UU 6/1996 tentang peraiaran Indonesia.

Hal yang berhubungan dgn Keamanan laut diatur oleh Ayat 1 pasal 24 UU nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang selengkapnya berbunyi :

 

(1) Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi hukum internasional lainnya, dan         peraturan perundang- undangan yang berlaku.

 

Mengalir dari Ayat 1 pasal 24 UU nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dapat diketahui bahwa Pengelolaan Keamanan laut dilaksanakan dengan cara melakukan Penegakan Kedaulatan dan Penegakan Hukum diwilayah perairan laut. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laut di Indonesia menjadi tidak aman karena adanya ancaman terhadap kedaulatan Indonesia di Laut dan adan ancaman terhadap pelanggaran hukum dilaut.

Atau dengan perkataan lain bahwa Keamanan Laut itu berhubungan dengan ancaman terhadap kedaulatan dilaut dan ancaman terhadap pelanggaran hukum dilaut.

 

Ancaman terhadap kedaulatan di Laut.

Kedaulatan dilaut dapat terancam karena adanya kapal-kapal perang negara asing yang melakukan aktifitas dwilayah laut Indonesia baik itu wilayah laut teritorial dan wilayah laut yurisdiksi.

Untuk mengatasi hal ini sudah diatur oleh UU 34/2004 ttg TNI bahwa untuk mengatasi ancaman kapal-kapal perang negara asing di Laut itu ada lah tugas dari kapal-kapal TNI AL.

 

Ancaman terhadap pelanggaran hukum dilaut.

Pelanggaran Hukum dilaut itu terjadi karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal yang berlayar di laut  Indonesia terhadap UU yang berlaku dilaut Indonesia.

 

UU yang berlaku di laut Indonesia saat ini antara lain :

 

1. Undang-undang nomor 1/1973 tentang Landasan Kontingen Indonesia.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak    dan Gas Bumi 11. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002  tentang Kepolisian    Negara RI.

12. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

13. Undang-Undang Nomor12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

14. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 

16. Undang-Undang Nomor Tahun 2014 tentang Perubahan   Atas     Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

17. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.

 

Dengan demikian kapal-kapal yang berlayar di laut Indonesia sangat mungkin akan melanggar UU yang berlaku dilaut Indonesia. Jadi  adanya pelanggaran terhadap UU itulah mengakibatkan laut menjadi tidak aman sehingga mengganggu Keamanan laut. Jadi masalah Keamanan Laut itu pada dasarnya adalah masalah Pelanggaran Hukum dilaut yang dilakukan oleh kapal-kapal yang berlayar dilaut.

 

Hal ini sesuai dgn apa yang tidak disadari oleh  Ka Bakamla bahwa Keamanan Laut pada dasarnya adalah masalah Pelanggaran Hukum dilaut

Kapal-kapal yang berlayar dilaut Indonesia hak dan kewajibannya diatur oleh UU 17/2008 ttg Pelayaran. Misalkan persuratan apa saja yang harus berada diatas kapal, alat navigasi yang ada diatas kapal. Bila alat komunikasi tidak sesuai dengan aturan yang tertulis pada UU 17/2008 ttg Pelayaran, maka kapal itu disebut tealah melanggarar Hukum, karena telah melanggar aturan yang diatur oleh UU 17/2008 ttg Pelayaran.

 

Kalau semua UU yang berlaku di laut telah ada penyidiknya masing-masing lalu Bakamla dilahirkan untuk mengatasi ancaman apa ? Itulah sebabnya bila memang tidak ada lagi ancaman yang belum diatur, maka sudah pada hakekatnya bahwa sebaiknya Bakamla segera bergabung dengan KPLP membentuk Coast Guard berdasarkan UU 17/2008 ttg Pelayaran.

Tidak perlu lagi mencari cari alasan untuk merevisi UU 32/2014 sebagai landasan pembentukan Coast Guard.  Tidak ada alasan lagi utk mengangkat Bakamla menjadi Penyidik. 

Bakamla bergabung dgn KPLP menjadi Coast Guard dgn menggunakan UU 17/2008 tentang Pelayaran sebagai dasar untuk membentuk Indonesia Sea and Coast Guard.






[1] https://www.republika.co.id/berita/qq1uub428/bakamla-akan-jadi-koordinator-keamanan-laut

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar