15 Juli 2023

AKANKAH DITJEN HUBLA JADI TUMBAL SAHWAT KEKUASAAN BAKAMLA UTK BERSTATUS COAST GUARD

AKANKAH DITJEN HUBLA JADI TUMBAL SAHWAT KEKUASAAN BAKAMLA UTK BERSTATUS COAST GUARD.

Jakarta 15 Juli 2008

oleh:

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH.

Bakamla tidak kenal lelah untuk mendapatkan status Indonesia Sea and Coast Guard. Setelah merasa bahwa pada kenyataannya PP 13/2022 tentang Penyelenggaran Keamanan Keselamatan dan Penegakan Hukum di wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia tidak bisa diemplementasikan, kini muncul ide untuk melakukan revisi UU 32/2014 ttg Kelautan. 

Revisi ini menjadi sangat luar brasa, karena tidak hanya merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan, tetapi juga membatalkan beberapa pasal yang ada pada UU 17/2008 tentang Pelayaran, lalu kemudian pasal itu dimasukan kedalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang akan dilaksanakan oleh Bakamla.

Sudah tentu kalau hanya merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan saja itu bisa saja dilakukan. Tetapi ketika revisi itu sekaligus membatalkan beberapa pasal yang ada didalam UU 17/2008 ttg Pelayaran itu yang menjadi hal yang luar biasa.

Pasal 7 ayat 2 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan, mengatur bahwa sesama Undang-undang memiliki kekuatan hukum yang sama. Sehingga sesama UU tidak bisa saling meniadakan. Misalnya materi yang ada pada UU A misalnya tidak bisa ditiadakan oleh materi yang ada pada UU B.  

Saat ini sedang ada upaya untuk merevisi UU 32/2014 ttg Kelautan.

Pasal yang direvisi itu antara lain :

 

1.        PASAL 72 A REV UU 32/2014 TTG KELAUTAN. 

Materi pasl 27 A pada revisi UU 32/2014 ttg Kelautan menjadi :


Pd saat UU ini berlaku ketentuan ps 1 angka 59, ps 276, ps 277, ps 278, ps   279, ps 280, ps 281 dan ps 283 UU 17/2008 ttg Pelayaran dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

            

Tanggapan :

Pasal ini bertentangan dengan prinsip pada pasal 7 ayat 2 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan,  sehingga pasal tidak bisa terlaksana karena sesama Undang-undang  sama kekuatan hukumnya. Artinya walaupun nantinya materi pasal 72 A UU 32/2014 ttg Kelautan seperti yang matari hasıl revisi itu, tetap saja ps 1 angka 59, ps 276, ps 277, ps  278, ps   279, ps 280, ps 281 dan ps 283 UU 17/2008 ttg Pelayaran tidak terpengaruh yang artinya tetap     berlaku. 

 

Misalkan saja, ini misalkan saja yah, apabila  pasal 278 UU 17/2008 ttg pelayaran itu tidak berlaku.  Padahal Pasal ini memberikan status PPPNS bagi ASN Hubla agar berwenang utk memeriksa, memberhentikan dan menyidik pelanggaran pidana pelayaran yang diatur pada pasal 116 UU 17/2008 ttg Pelayaran. Nah bila pasal ini tidak berlaku, maka ASN Kemhub dhi Dirjen Hubla  tidak berwenang lagi menyidik semua pelanggaran terhadap pasal pidana yang ada didalam UU 17/2008 ttg Pelayaran. Lalu kalau begitu utk apa adanya Ditjen Hubla ? 

Pencabutan pasal 278 UU 17/2008 ttg Pelayaran ini pada dasarnya sama saja dgn membubarkan Ditjen Hubla.  Karena wewenang utk memeriksa pelanggaran pidana pelayaran atas pelanggaran pada ps 116 UU 17/2008 ttg Pelayaran ada pada Dirjen Hubla. 

Apakah Ditjen Hubla akan dijadikan tumbal hanya untuk memenuhi sahwat kekuasaan Bakamla yang ingin berstatus Coast Guard ???

 

2.      PASAL 71 REV UU 32/2014 TTG KELAUTAN

         Ketentuan ps 71 ayat 2 dihapus dan ditambahkan baru setelah ayat (2) menjadi ayat (2a) sehingga berbunyi sebagai berikut :

             

(1) Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai kementrian perhubungan  tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dgn selesainya penyesuaian struktur organisasi, tata kerja, dan personal badan          keamanan laut berdasarkan UU ini dihapus.


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi bakamla diatur  dgn peraturan bakamla  

 

Tanggapan :

Pasal ini bertentangan dengan prinsip pada pasal 7 ayat 2 UU 12/2011 tentang Pembentukan  Peraturan perundang-undangan, sehingga pasal   tidak bisa terlaksana karena sesama Undang-undang  sama kekuatan hukumnya. Artinya walaupun nantinya materi pasal 71 ayat (2a) UU          32/2014 ttg Kelautan berbunyi : 


1) Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai kementrian perhubungan  tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dgn selesainya penyesuaian struktur organisasi, tata kerja, dan personal badan          keamanan laut berdasarkan UU ini dihapus.


Pelaksanaan pasal ini tidak bisa serta merta bisa terlaksana,  Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementrian  Perhubungan  tetap bisa menjalankan tugas dan fungsinya seperti biasa. 

Karena Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai  Kementrian  Perhubungan dibentuk oleh UU 17/2008 ttg Pelayaran bukan oleh UU 32/2014 ttg Kelautan.  Sesama UU kekuatan hukumnya sama kuatnya.

 

Misalkan saja, ini misalkan saja apabila Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementrian Perhubungan benar benar DIHAPUSmaka tidak ada lagi Direktorat di Ditjen Perhubungan laut yang tugasnya memeriksa, memberhentikan dan menyidik pelanggaran pidana pelayaran yang diatur pada pasal 116 UU 17/2008 ttg Pelayaran. Bila pasal ini tidak berlaku, maka tidak ada ASN Kemhub dhi Ditjen Hubla  tidak berwenang menyidik semua pelanggaran terhadap pasal pidana yang ada didalam UU 17/2008 ttg Pelayaran. Lalu kalau begitu utk apa adanya Ditjen Hubla ? Menghapus Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementrian  Perhubungan pada dasarnya sama saja dgn membubarkan Ditjen Hubla karena wewenang utk memeriksa pelanggaran pidana pelayaran atas pelanggaran pada ps 116 UU 17/2008 ttg Pelayaran pelaksananya adalah Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementrian Perhubungan.


3.         PASAL 63 A REV UU 32/2014 TTG KELAUTAN.

             Materi pasa 63 A hacia revisi UU 32/2014 tag Kelautan akan berbunyi sebagai berikut : 

  

Pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dlm ps 63   huruf f dilakukan oleh penyidik pada yg diangkat dan diberhentikan oleh  Bakamla

            

Tanggapan :

PENYIDIK itu adalah status yang diberikan oleh Undang-undang, bukan diberikan oleh seorang Kepala Badan. 

Pejabat tertinggi dalam UU 32/2014 ttg Kelautan, yang melaksanakan amanat oleh UU 32/2014 ttg Kelautan adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, bukan Kepala Bakamla. Sehingga kepala Bakamla TIDAK PUNYA KEWENANGAN UTK  MENGANGKAT PENYIDIK, apalagi ute melakukan penyidikan pidana  terjadi pada pelanggaran UU 17/2008 ttg Pelayaran.  

 

Mari kita lihat bersama Tugas dan fungsi Kementerian Kelautan, dan Perikanan.

 

Kementerian Kelautan, dan Perikanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kelautan, dan perikanan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Kelautan,  dan Perikanan menyelenggarakan fungsi:


1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kelautan,     dan perikanan.

2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan, dan Perikanan.

3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kelautan, dan Perikanan.

4. pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kelautan, dan Perikanan di daerah.

5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional

            

Nah sangat jelas bahwa Kementerian Kelautan, dan Perikanan tidak  berurusan dgn pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kapal   dilaut, atau pelanggaran terhadap UU 17/2008 ttg Pelayaran.            Dgn demikian materi revisi UU 32/2014 ttg Kelautan yang dilakukan itu  bertentangan dgn tugas dan fungsi Kementrian Kelautan dan  Perikanan.      

Didunia internasional, Kementrian Kelautan dan Perikanan berhubungan langsung dgn FAO. 

 

Materi dari revisi UU 32/2014 ttg Kelautan itu dibuat agar supaya Bakamla bisa menjadi Coast Guard yang ber hubungan dengan kapal-kapal yang berlayar. Kita semua tahu bahwa Coast Guard itu didunia internasional berhubungan dgn IMO, dan menteri yang berurusan dgn IMO adalah Menhub. Bagaimana mungkin Menteri berurusan dgn Kelautan dan perikanan mau berhubungan dgn IMO ? Menteri Kelautan dan perikanan itu berurusan dgn FAO, kapal dan penyidik  yang berurusan dgn FAO adalah PSDKP. Jadi sangat aneh bin ajaib bila Coast Guard diurus oleh menteri Kelautan dan Perikanan.

Itulah sebabnya kalau Bakamla ingin menjadi Cost Guard, maka bergabunglah dgn KPLP bersama sama mebnetuk Indonesia Sea and Coast Guard yang berdasarkan UU 17/2008 ttg Pelayaran.

Kita semua tidak menghendaki Ditjen Hubla dijadikan tumbal hanya utk memberikan status Coast Guard kepada Bakamla.

Pembentukan Indonesia Sea and Coast Guard dengan mud dilakukan melalui penggabungan Bakamla dan KPLP berdasarkan pasal 281 UU 17/2008 tentang Pelayaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar