4 Maret 2016

Moderasi dalam Pemberantasan Terorisme




Oleh: Laksda TNI (Purn) Soleman Ponto, ST, MH.
 
Terorisme, adalah sebuah kata yang sangat menakutkan orang banyak. Hal ini disebabkan karena para penganut paham terorisme, akan selalu membuat teror atau rasa takut yang luar biasa kepada setiap orang, yang umumnya dilakukan dengan cara menyerang dengan bom tempat-tempat umum agar jatuh banyak korban. Mereka dianggap menganut paham Radikalisme, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata radikalisme/ra·di·kal·is·me/ n 1 paham atau aliran yang radikal dalam politik; 2 paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; 3 sikap ekstrem dalam aliran politik[1]. Sementara itu, untuk mengembalikan mereka kejalan yang benar dilakukan dengan cara Deradikalisasi. Hal inilah yang menyebabkan adanya anggapan bahwa bila setiap radikalisme yang dilawan dengan Deradikalisme dikhawatirkan justru jadi pendulum dari ekstrem satu ke ekstrem lain. Akibatnya, masalah tak akan pernah selesai (Kompas 5 Juni 2016). 


Itulah sebabnya lahirlah pemikiran baru bahwa melawan radikalisme bukan dengan deradikalisme, tetapi dengan Moderasi. Apakah Moderasi dapat dimanfaatkan nantinya untuk memberantas Terorisme ? Itulah yang akan di analisa saat ini.

Kata ‘moderasi’, dengan merujuk pada pengertian dasarnya baik dari bahasa aslinya (Inggris) maupun dari KBBI, adalah mengacu pada kepada makna prilaku atau perbuatan yang wajar dan tidak menyimpang. Sementara kata moderasi dalam bahasa Arab paling tidak terkandung dalam tiga term: wasa¯, mizān dan ‘adl. [1] Wasa¯ berarti sesuatu yang memiliki dua ujung yang ukurannya sama. Namun secara umum, ia bermakna berada di tengah-tengah antara dua hal. [2] al-Wazn, dalam kontek moderasi adalah berlaku adil dan jujur dan tidak menyimpang dari garis yang telah ditetapkan. Sebab, ketidakadilan dan ketidakjujuran sejatinya merusak keseimbangan kosmos atau alam raya. [3]al-‘adl adalah hal yang menunjukkan sesuatu yang berada di tengah-tengah di antara dua titik ekstrim yang berlawanan.[2]

Unsur pembentuk Terorisme.
Untuk memberantas Terorisme maka harus diketahui terlebih dahulu unsur-unsur yang membentuk Terorisme. Dengan mengetahui unsur pembentuk Terorisme, akan mudah untuk memberantasnya.
Sebagai ilustrasi, ketika kita akan membuat api, maka kita akan menggosok gosok kayu sampai panas., kemudian ditempat yang panas itu kita letakan bahan yang mudah terbakar seperti jerami dan meniupnya. Yang dilakukan itu sebenarnya adalah mempertemukan panas, hasil dari gosokan kayu, bahan bakar, jerami dan oksigen ketika kita meniupnya.  Api itu akan menyala apabila ada 3 (tiga) unsur yang bertemu yaitu 1. Panas 2. Bahan bakar 3. Oksigen. Ketiga unsur itu disebut Unsur Pembuat Api. Sebaliknya bila akan memadamkan api yang sering kita lihat adalah menyiram api itu dengan air. Penyiraman ini pada dasarnya adalah untuk memisahkan panas dari dua unsur pembentuk lainnya yaitu bahan bakar dan oksigen.  Artinya untuk memadamkan api itu cukup dengan mengambil atau meniadakan salah satu dari unsur pembentuk api, misalkan panas, mak api akan padam. Demikian juga bila bahan bakar yang dihilangkan, api juga akan padam. Untuk memadamkan api itu, kita bisa juga menghilangkan oksigennya saja. Tapi harus diingat, apabila api yang akan dipadamkan itu berada didalam ruangan tertutup dan kita juga sedang berada didalam ruangan itu, maka bila untuk memadamkan api itu oksigen yang diambil, disamping api akan padam, kita juga akan mati lemas karena kekurangan oksigen. Itulah sebabnya sangat jarang api dipadamkan dengan mengambil oksigen, karena akan ada masalah baru .

Apa yang terjadi pada Api terjadi juga pada terorisme. Bila untuk Api ada 3 (tiga) unsur pembentuk api, maka untuk terorisme ada 9 (sembilan) unsur pembentuk terorisme yaitu 1. Pemimpin 2. Tempat latihan 3. Net work (Jaringan) 4. Dukungan Logistik 5. Dukungan Keuangan 6. Training atau Pelatihan 7. Komando dan Pengendalian 8. Rekruitmen  9. Cohetion force atau daya pemersatu.

Padamkan Terorisme, hilangkan salah satu unsur pembentuk Terorisme.
Bila untuk memadamkan api cukup dengan menghilangkan salah satu dari unsur pembentuk api, demikian juga untuk memadamkan Terorisme cukup dengan menghilangkan salah satu dari unsur pembentuk terorisme.  Misalkan unsur uang yang dihilangkan maka bila tidak ada uang untuk membeli bahan peledak, tidak akan mungkin seorang teroris dapat melakukan pemboman. Tanpa dukungan logistik yang memdai, para teroris tidak akan mendapatkan bahan peledak. Demikian pula bila unsur tempat latihan yang dihilangkan, maka para teroris tidak bisa berlatih untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Hubungan Moderasi dengan unsur pembentuk Terorisme
Bila Moderasi diharapkan nantinya akan dapat digunakan untuk memberantas Terorisme, maka Moderasi harus dapat menghilangkan salah satu dari 9 (sembilan) unsur pembentuk Terorisme. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu Unsur mana dari ke 9 unsur pembentuk Terorisme yang berhubungan langsung dengan Moderasi.

Dari arti kata telah diketahui bahwa Moderasi berhubungan perilaku yang wajar, jujur dan tidak menyimpang dari garis yang ditentukan. Dari 9 unsur pembentuk Terorisme unsur yang berhubungan erat dengan perilaku adalah cohetion force atau daya pemersatu.  Oleh karena Moderasi yang akan digunakan untuk Memberantas Terorisme, maka unsur pembentuk Terorisme yang akan dihilangkan adalah daya pemersatu atau Cohetion force.

Moderasi berhadapan dengan Agama
Ketika untuk memadamkan api yang dihilangkan adalah oksigen, maka kita juga akan ikut mati lemas. Artinya ada efek sampingnya atau ada masalah baru. Demikian pula ketika akan memadamkan atau memberantas Terorisme dengan menghilangkan unsur daya pemersatu atau Cohetion force maka akan ada masalah baru.

Cohesion force atau daya pemersatu adalah rasa senasib dan sepenanggungan dari para anggota organisasi sehingga mereka merasa saling terikat satu dan lainnya.  Rasa keterikatan ini menjadi kuat apabila adanya kesamaan cara pandang diantara anggota organisasi itu. Ada bermacam macam daya pemersatu ini misalkan dari bidang Ideologi, contohnya, Pancasila, adalah daya pemersatu bangsa Indonesia. Dari bidang Politik, kesamaan cara pandang untuk mendapatkan kekuasaan menghasilkan partai-partai politik. Dari bidang Sosial, kebanggaan kedaerahan, merupakan daya pemersatu yang melahirkan OPM, GAM, dan RMS. Dari bidang ekonomi, rasa senasib karena pekerjaan yang sama menghasilkan serikat buruh , serikat pekerja dll. Tidak ketinggalan pula Agama, juga merupakan daya pemersatu. Semakin kuat daya pemersatu, semakin solid organisasi tersebut. Sebaliknya semakin lemah daya pemersatu semakin lemah pula suatu organisasi. Dengan demikian, bila ingin menghancurkan suatu organisasi, hancurkan terlebih dahulu daya pemersatunya.

Melaksanakan Moderasi pada dasarnya adalah untuk melemahkan daya pemersatu dengan merobah perilaku mereka agar dapat mentaati aturan perundangan yang berlaku.  Ketika Moderasi digunakan untuk memberantas Terorisme, maka tidak terelakan, Moderasi berhadapan langsung dengan Agama. Moderasi akan dianggap sebagai upaya untuk melemahkan ajaran Agama. Hal ini disebabkan karena organisasi Terorisme pada umumnya menggunakan Agama sebagai daya pemersatunya.

Demikian juga dengan pelaksanaan Deradikalisasi, pada dasarnya adalah untuk melemahkan daya pemersatu dengan merobah perilaku mereka agar dapat mentaati aturan perundangan yang berlaku.  Ketika Deradikalisasi digunakan untuk memberantas Terorisme, maka tidak terelakan pula, Deradikalisasi juga akan berhadapan langsung dengan Agama. Deradikalisasi akan dianggap sebagai upaya untuk melemahkan ajaran Agama, karena organisasi Terorisme pada umumnya menggunakan Agama sebagai daya pemersatunya.

Kesimpulan.
Dengan demikian, ternyata bahwa penggunaan baik Moderasi maupun Deradikalisasi untuk memberantas Terorisme, dua-duanya akan menghasilkan masalah baru. Itulah sebabnya baik Moderasi maupun Deradikalisasi tidak dapat digunakan untuk Memberantas Terorisme. Pemberantasan terorisme dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu dari unsur pembentuk Terorisme kecuali daya pemersatu atau cohetion force.

Semoga bermanfaat.

* Tulisan ini disampaikan pada Seminar Nasional Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 29 Februari 2016. Penulis adalah KABAIS TNI 2011-2013

 

[1] http://kbbi.web.id/radikalisme
[2] https://hakiemsyukrie.wordpress.com/2014/02/05/moderasi-islam/

2 komentar:

  1. Yth.Laks.Ponto,,,salam hormat !!
    Saya merasa terhormat bisa memberi komentar di Blog bapak.
    Saya orang awam, mantan kopral satu TNI-AL yang pensiun dini (tidak perpanjang IDP) sejak 1996 dan sekarang
    berkarir wiraswasta yang mana sebelumnya juga berkarya di beberapa perusahaan asing (MNC)
    swasta. Sangat tertarik dengan ulasan tersebut diatas, bahwa rantai pasok dari kegiatan
    itu memang harus diputus untuk mereduksi kegiatan terrornya.
    Hal itu sudah menjadi reaksi hukum suatu negara dimana kegiatan terror itu berlangsung dinegaranya.
    Dan sepertinya tindakan itu adalah "hanya" memadamkan api api kecil yang tanpa diketahui adanya
    api yang lebih besar yang siap disulutkan kapan saja dan dimana saja.

    Oleh karenanya, ada hal yang sangat dilewatkan oleh para negara-2 korban terrorrist, yaitu bahwa sebenarnya terror
    itu adalah grand design oleh negara "kuat" yang berkepentingan, entah negara yang basis ekonominya
    kuat yang khawatir terganggu sustainibilitasnya, atau negara berbasis politik tertentu
    yang ingin meluaskan pengaruhnya karena juga alasan "kekhawatiran" akan terganggu. Atau oleh negara yang mempunyai
    kepentingan tertentu jangka panjang disuatu negara lainnya

    Kalau dilihat pada pelaku operator terror itu sendiri, saya melihat justru mereka adalah korban sesungguhnya
    dari grand design terrorist lintas negara tersebut. Mungkin ini juga sebagai pemikiran para pemikir negara
    khususnya negara kita Indonesia tercinta. Tentang langkah-2 reduktif dan antisipatif tentunya politik negara
    yang sangat perperan. Terima kasih sudah berkenan menerima comment saya Bapak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yth Bpk Usik Pitono,
      Saya sangat senang atas commentnya, dan saya sangat setuju dengan comment itu. Karena memang itulah yang sebenarnya segan terjadi, tapi sayangnya, tidak banyak orang yang bisa melihat dan merasakan fenomena itu. Para pejabat pemerintah pun asyik dengan mainannya sendiri tanpa memikir lagi bahwa untuk negeri ini diperlukan langkah bersama untuk mencapai tujuan bersama....

      Hapus