12 April 2016

Carut Marut Penegakan Hukum di Bidang Perikanan



oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto ST, MH.

Belum hilang dari ingatan kita tentang insiden tanggal 21 Maret 2016antara Kapal Coast Guard China menabrak KM Kway Fey 10078, hasil tangkapan KP Hiu 11 di wilayah ZEE dan landas kontinen Indonesia, telah terjadi lagi penembakan Kapal Ikan Taiwan pada tanggal 23 Maret yang dilakukan oleh KP Hiu 4, milik Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Mengingat hal ini terjadi pada Kapal dari Kementrian Kelautan dan Perikanan dalam selang waktu yang sangat singkat, maka hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Mengingat insiden ini menyangkut pihak negara asing, maka untuk menanggapi insiden perlu dianalisa kembali sinkronisasi antara aturan perundangan nasional dan aturan perundangan internasional. 

Aturan perundangan yang dipakai sebagai landasan untuk menanggapi insiden ini adalah :
1.         Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan.
2.         Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
2.         United Nation Convention on Law Of the Sea 1982 yang dikenal dengan UNCLOS 82.
Adapun beberapa ketentuan yang berkaitan dengan penegakkan hukum bidang perikanan dilaut terdapat pada beberpa pasal dibawah ini.

1.         Undang-undang nomor  45 tahun 2009 tentang Perikanan.
            a. Pasal 66
                                        (1)  Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan.
                                        (2)  Pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.
      b. Pasal 66A
                  (1)  Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66                         merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang perikanan                         yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.
                  (2)  Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)                           dapat dididik untuk menjadi Penyidik Pengawai Negeri Sipil                                     Perikanan.
            b. Pasal 66C
                        (2) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)                            dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan kapal                            pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri.
            c. Pasal 69
                        (1)  Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan                                          pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam                                               wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
                        (4) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat                                  (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan                                                tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman                                           kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti                                         permulaan yang cukup.
            d. Pasal 71
                        (1)  Dengan Undang-Undang ini dibentuk pengadilan perikanan                                      yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak                                        pidana di bidang perikanan.
      e. Pasal 71A
                  Pengadilan perikanan berwenang memeriksa, mengadili, dan                               memutuskan perkara tindak pidana di bidang perikanan yang                                  terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik                                 Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia                               maupun warga negara asing.
      f. Pasal 76A
                  Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang                                 dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk                                   negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua                              pengadilan negeri.

      g. Pasal 76C
                  (1)  Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana                        perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dapat dilelang                       untuk negara.
                  (2)  Pelaksanaan lelang dilakukan oleh badan lelang negara sesuai                      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                  (3)  Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan tindak pidana                               perikanan disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan                     pajak.
2.         Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
            a. Pasal 276
                  (1)  Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan                                      keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan                        peraturan perundang-undangan di laut dan pantai. 

                  (2)  Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)                              dilakukan oleh penjaga laut dan pantai. 

                  (3)  Penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)                      dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara                                  teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. 

      b. Pasal 277 

                  (1)  Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam                           Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas:
                  a. melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan                            pelayaran; 
b.      melakukan pengawasan, pencegahan, dan                          penanggulangan pencemaran di laut; c. pengawasan dan              penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; 
d. pengawasan                    dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta                     eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; 
e. pengamanan                         Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan 
f.      mendukung                            pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di                   laut. 

                  (2)  Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam                           Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan                                     koordinasi untuk: 
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan                            umum penegakan hukum di laut; 
b. menyusun kebijakan dan                     standar prosedur operasi penegakan hukum di laut secara terpadu; 
                c. kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan                         pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan                    aktivitas masyarakat dan Pemerintah di wilayah perairan                              Indonesia; dan 
memberikan dukungan teknis administrasi di bidang                penegakan hukum di laut secara terpadu. 
Pasal 278 

      c. Pasal 278 

                  (1)  Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam                            Pasal 277, penjaga laut dan pantai mempunyai kewenangan untuk:                     
a. melaksanakan patroli laut;
b. melakukan pengejaran seketika                     (hot pursuit);
c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan            d. melakukan penyidikan. 

                  (2)  Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud                           pada ayat (1) huruf d penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas                         sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan                                   ketentuan peraturan perundang-undangan. 

                  (3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penjaga laut dan                   pantai diatur dengan Peraturan Pemerintah.
      d.
Pasal 279 

                  (1)  Dalam rangka melaksanakan tugasnya penjaga laut dan pantai                   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 didukung oleh prasarana               berupa pangkalan armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi                  di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat menggunakan kapal dan                  pesawat udara yang berstatus sebagai kapal negara atau pesawat                      udara negara. 

3.         UNCLOS.
             a. Pasal 56 UNCLOS tentang Hak-hak, yurisdiksi dan Kewajiban Negara Pantai dalam Zona Ekonomi Eksklusif.
                        1.         Dalam zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai :
                           (a)       Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan                       eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan                         alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas                   dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan               berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi                    dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi                          energi dari air, arus dan angin;
                           (b)       Yurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan                    yang relevan Konvensi ini berkenaan dengan :
                             (i)        pembuatan dan pemakaian pulau buatan,                          instalasi dan bangunan;
                              (ii)      riset ilmiah kelautan;
                             (iii)      perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
                           (c)       Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan                           dalam Konvensi ini.
                        2.         Di dalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi                                        kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dalam zona ekonomi                                 eksklusif, Negara Pantai harus memperhatikan sebagaimana                                     mestinya hak-hak dan kewajiban Negara lain dan harus bertindak                        dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.

            b. Pasal 73 UNCLOS tentang Penegakkan Peraturan Perundang-undangan        Negara pantai.

                        1.         Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak                                         berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi                         dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi                                    eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal,                 memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan,                       sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya                                     peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai                   dengan ketentuan Konvensi ini.
                        2.         Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus                              segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang                          layak atau bentuk jaminan lainnya.
                        3.         Hukuman Negara pantai yang dijatuhkan terhadap                                  pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di zona                         ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan, jika tidak                ada perjanjian sebaliknya antara Negara-negara yang                                 bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainnya.
     
      c. Pasal 77 UNCLOS Hak Negara pantai atas Landas Kontinen.

                  1.         Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas                                 kontinen untuk tujuan mengeksplorasinya dan mengekploitasi                                     sumber kekayaan alamnya.
                  2.         Hak yang tersebut dalam ayat 1 di atas adalah eksklusifnya                     dalam arti bahwa apabila Negara pantai tidak mengekplorasi                              landas kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya,                      tiada seorangpun dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan              tegas Negara pantai.
                  3.         Hak suatu Negara pantai atas landas kontinen tidak                                 tergantung pada pendudukan (okupasi), baik efektif atau tidak                          tetap (notinal), atau pada proklamasi secara jelas apapun.
                  4.         Sumber kekayaan alam tersebut dalam Bab ini terdiri dari                       sumber kekayaan mineral dan sumber kekayaan non hayati                                 lainnya pada dasar laut dan tanah di bawahnya, bersama dengan                    organisme hidup yang tergolong jenis sedenter yaitu organisme                   yang pada tingkat yang sudah dapat dipanen dengan tidak                                  bergerak berada pada atau di bawah dasar laut atau tidak dapat                      bergerak kecuali jika berada dalam kontak pisik tetap dengan                                    dasar laut atau tanah dibawahnya.

          d. Pasal 111 Hak Pengejaran Seketika (Right of hot pursuit)

                         1.         Pengejaran seketika suatu kapal asing dapat dilakukan                            apabila pihak yang berwenang dari Negara pantai mempunyai                              alasan cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah melanggar                      peraturan perundang-undangan Negara itu. Pengejaran demikian                       harus dimulai pada saat kapal asing atau salah satu dari sekocinya                     ada dalam perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial                  atau zona tambahan negara pengejar, dan hanya boleh diteruskan                        di luar laut teritorial atau zona tambahan apabila pengejaran itu              tidak terputus. Adalah tidak perlu bahwa pada saat kapal asing                  yang berada dalam laut teritorial atau zona tambahan itu                                   menerima perintah untuk berhenti, kapal yang memberi perintah                      itu juga berada dalam laut teritorial atau zona tambahan. Apabila                   kapal asing tersebut berada dalam zona tambahan, sebagaimana               diartikan dalam pasal 33, pengejaran hanya dapat dilakukan                               apabila telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak untuk                                   perlindungan mana zona itu telah diadakan.
                       
                        2.         Hak pengejaran seketika harus berlaku, mutatis mutandis                       bagi pelanggaran-pelanggaran di zona ekonomi eksklusif atau di                     landas kontinen, termasuk zona-zona keselamatan disekitar                          instalasi-instalasi di landas kontinen, terhadap peraturan                           perundang-undangan Negara pantai yang berlaku sesuai dengan                        Konvensi ini bagi zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen,                                   termasuk zona keselamatan demikian.

                        5.         Hak pengejaran seketika dapat dilakukan hanya oleh kapal-                     kapal perang atau pesawat udara militer atau kapal-kapal atau                                    pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas dan dapat                              dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah                   dan berwenang untuk melakukan tugas itu.

Pengawas Perikanan .
Ketentuan pasal 66 UU nomor 45/2009 tentang perikanan, mengatur tentang Pembentukan Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Pengawas Perikanan ini dalam melaksanakan tugasnya dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang diatur oleh Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009..
Pengadilan perikanan.
Berdasarkan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, telah dibentuk Pengadilan Perikanan yang bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan.
Pengadilan ini berwenang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing.
Pertentangan antara Pengawas Perikanan versus Pengadilan Perikanan
Kewenangan Pengawas Perikanan untuk penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing sebagaimana yang diatur oleh Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009 bertentangan dengan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yang memberikan kewenganan kepada Pengadilan Perikanan yang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing.
Disini sangat jelas bahwa setiap kapal asing yang ditangkap harus terlebih dahulu dibawa kepengadilan, baru kemudian diputuskan oleh pengadilan apakah kapal itu dibakar, ditenggelamkan atau dilelang.
Pertentangan Pengawas Perikanan versus UNCLOS
Penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing oleh Pengawas Perikanan juga bertentangan dengan pasal 73 ayat 2 UNCLOS yang mengatur bahwa Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya. Selain itu juga bertenangan dengan dengan pasal 73 ayat 1 UNCLOS yang mengatur bahwa peraturan perundangan negara pantai harus sesuai dengan UNCLOS.

Tugas Kapal Kesatuan penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
Untuk menjamin terlaksananya Keamanan dan Keselamatan pelayaran di laut,  berdasarkan pasal 276 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dibentuk Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.Tugas KPLP sebagaimana yang diatur oleh UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran adalah : a. melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; 
b. melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; c. pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; 
d. pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta        eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; 
e. pengamanan        Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan 
f.     mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut. 

Kewenangan Kapal KPLP
Kewengangan KPLP sebagaimana yang diatur pada pasal 278 ayat 1UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran adalah : a. melaksanakan patroli laut;
b. melakukan pengejaran seketika       (hot pursuit);
c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan d. melakukan penyidikan. 
Untuk melaksanakan kewenangan nya itu KPLP melaksanakan tugas    sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebaimana yang diatur oleh pasal 278 ayat 2 UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Status Kapal KPLP.
Dalam melaksanakan tugasnya, KPLP didukung oleh sarana prasaran berupa kapal negara dan pesawat udara negara sebagaimana yang diatur oleh pasal 279 ayat 1  UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Kapal Negara adalah kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya, sebagaimana yang diatur pada pasal 1 ayat 38 UU/17 tahun 2008 tentang Pelayaran.  
Tugas Kapal Pengawas Perikanan.
Pengawas perikanan ini dilengkapi dengan kapal sebagaimana diatur pada pasal 66 C UU nomor 45/2009 tentang Perikanan, yang dikenal dengan sebutan Kapal Pengawas Perikanan. Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Status Kapal perikanan.
Status Kapal Pengawas Perikanan adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan sebagaimana yang diatur oleh pasal 69 ayat 1 UU nomor 45 /2009 tentang Perikanan.
Tugas Kapal Pengawas Perikanan versus Tugas Kapal Kesatuan penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
Bila dikaitkan dengan hak berdaulat Indonesia di ZEE maka sangat terlihat bahwa kewenangan Kapal Pengawas Perikanan ini hanya menyangkut sumber kekayaan alam hayati saja atau hanya menyangkut badan air laut saja. Itulah sebabnya kapal ini sangat tidak efektif bila ditugaskan ke ZEE. Sedangkan tugas Kapal KPLP sangat lengkap, mulai dari hal-hal yang menyangkut :
    a.      Permukaan air laut,  yaitu melakukan pengawasan keselamatan dan            keamanan pelayaran; melakukan pengawasan, pencegahan, dan            penanggulangan pencemaran di laut; pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan     pertolongan jiwa di laut. 

    b.     Badan air laut, yaitu eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut
    c.      Dasar laut dan tanah dibawahnya yaitu pengawasan dan penertiban         kegiatan salvage,     pekerjaan bawah air, pengamanan         Sarana Bantu Navigasi-        Pelayaran;
Kewenangan Penegakan Hukum di ZEE.

Mengingat di ZEE hukum yang berlaku tidak hanya hukum nasional tetapi juga hukum internasional, maka ketentuan yang diatur oleh UNCLOS harus pula ditaati.

Hukum nasional.
Pasal 73 ayat 2 UU/45 tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa (2)  Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI. 
Dengan demikian menurut UURI Kapal Pengawas Perikanan dapat melakukan penegakan hukum di ZEE Indonesia.

Hukum internasional.
Pasal 73 ayat 1 UNCLOS menyatakan bahwa negara pantai dalam melakukan proses peradilan, perlu menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Jadi aturan perundangan Indonesia yang menyangkut ZEE tidak boleh bertentangan dengan UNCLOS.

Pasal 111 ayat 5 UNCLOS mengatur bahwa Hak pengejaran seketika atau hot pursuit dapat dilakukan hanya oleh kapal-     kapal perang atau pesawat udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan berwenang untuk melakukan tugas itu. Hot pursuit adalah pengejaran pelanggar hukum dilaut mulai dari laut teritorial, menuju ZEE, terus kelaut lepas dan berakhir diwilayah laut terirorial negara lain sebagaimana yang diatur oleh ketentuan pada Pasal 111 ayat 1 UNCLOS.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kapal yang berwenang untuk masuk ke wilayah ZEE adalah Kapal Perang dan kapal dalam dinas pemerintah yang dan berwenang untuk tugas itu. Artinya walaupun kapal pemerintah tapi tidak berwenang maka TIDAK BOLEH melakkan penegakan hukum di ZEE.

Bagi Indonesia ada dua kapal yang dapat diartikan sebagai  "kapal dalam dinas pemerintah" yaitu kapal KPLP dan Kapal Pengawas Perikanan. Akan tetapi dari Kewenagannya sangat jelas bahwa kewenagan kapal KPLP sangat luas dan flexible sedangkan kewenagan Kapal Pengawas perikanan hanya untuk bidang perikanan saja. Mengingat pelanggaran hukum yang sangat mungkin terjadi di ZEE tidak hanya bidang perikanan saja, maka kapal yang paling pas kewenangan untuk bertugas baik menurut hukum nasional dan hukum internasional di ZEE adalah kapal KPLP.

Walaupun menurut hukum nasional Kapal Pengawas Perikanan juga ditugaskan ke ZEE, tapi yang mengingat di ZEE ada kewajiban untuk tunduk kepada hukum internasional sebagaimana diatur pada Pasal 73 ayat 1 UNCLOS, maka mau tidak mau kapal yang dapat ditugaskan di ZEE hanya KRI dan Kapal KPLP.

Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.         Terlihat jelas bahwa dalam penegakan hukum dibidang Perikanan terjadi pertentangan intern hukum nasional yaitu antara Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009 yang bertentangan dengan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, dan pertentangan antara hukum nasional dengan hukum internasional yaitu antara Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009 bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 UNCLOS.
2.         Dalam penugasan kapal-kapal untuk menegakan hukum di ZEE terjadi pertentangan antara hukun nasional dan hukum internasonal yaitu antara Pasal 73 ayat 2 UU/45 tahun 2009 tentang Perikanan yang bertentangan dengan Pasal 111 ayat 5 UNCLOS.
3.         Untuk mendapatkan kepastian hukum dalam penegakan hukum dibidang perikanan khususnya di ZEE, maka Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan harus direvisi untuk disinkronkan dengan UNCLOS 82.

3 komentar:

  1. selamat sore, postingan bapak sangat membantu materi tesis yang sedang saya tulis. maaf, boleh saya meminta email bapak untuk bertanya lebih lanjud? terimaksih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. email saya solemanponto78@gmail.com

      Hapus
    2. HP dan WA saya 0818885933 silahakn dihubungi setiap saat.

      Hapus