4 Maret 2016

Deradikalisasi yang Mubasir

Oleh: Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH.


Terorisme, adalah sebuah kata yang sangat menakutkan orang banyak. Sesorang yang dicap sebagai pengikut paham terorisme, diburu, dan dibunuh karena dianggap dapat dapat mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah. Tiba-tiba, muncul kata "Deradikalisasi" yang dianggap sebagai mantera sakti untuk memberantas terorisme tidak hanya di Indonesia tetapi juga didunia Internasional.
Deradikalisasi, agama adalah penyebab terjadinya Terorisme.

Kalau ada kata Deradikalisasi tentunya ada pula pihak yang dianggap RADIKAL. Lebih jauh lagi, Radikal dibidang apa ? Sangat disayangkan bahwa anggapan Radikal ini lebih dialamatkan kepada para penganut "agama" sehingga gerakan Deradikalisasi ini secara otomatis dialamatkan kepada para penganut "agama" tersebut. Hal ini terbukti dengan adanya usulan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme agar para ulama diberi sertifikasi untuk mencegah ajaran radikal. Usulan itu mendapat tanggapan dari FPI yang beritanya selengkapnya dibawa ini.


JAKARTA (Arrahmah.com) - Usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar para pemuka agama (ulama) mendapatkan sertifikasi dari pemerintah ditanggapi keras oleh Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab. Menurut Habib Rizieq, usulan tersebut bentuk pelecehan terhadap ulama dan Islam.
"Usulan Sosiolog Unas dan rencana BNPT tentang perlunya sertifikasi           ulama dengan motivasi deradikalisasi Agama Islam adalah penghinaan                terhadap ulama, bahkan penistaan terhadap agama Islam," katanya  melalui pesan singkat kepada arrahmah.com, Sabtu (8/9).  

"Saya serukan segenap ulama untuk menolak keras usulan gila dan                     rencana edan tersebut. Dan saya serukan segenap umat Islam untuk siapkan diri melawan BNPT dan Densus 88-nya jika mereka menjadikan                    Islam dan Ulamanya sebagai musuh. Hidup Mulia atau Mati                          Syahid. Allahu Akbar!," lontar Habib Rizieq.

Sebelumnya Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, mengusulkan                       agar para        ulama mendapatkan sertifikasi dari negara. Menurut                       BNPT, sertifikasi da'i   dan ustad adalah salah satu cara mencegah                  ajaran radikal. Hal itu sudah dilakukan oleh negara Singapura dan               Arab Saudi. (bilal/arrahmah.com)[1]

Apabila Deradikalisasi ini digunakan untuk memberantas Terorisme, maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa adanya Deradikalisasi karena adanya AGAMA  yang menyebabkan terjadinya Terorisme.

Deradikalisasi bukan Unsur pembentuk Terorisme.
Sebagai ilustrasi, ketika kita akan membuat api, maka kita akan menggosok gosok kayu sampai panas., kemudian ditempat yang panas itu kita letakan bahan yang mudah terbakar seperti jerami dan meniupnya. Yang dilakukan itu sebenarnya adalah mempertemukan panas, hasil dari gosokan kayu, bahan bakar, jerami dan oksigen ketika kita meniupnya. Sehinga api itu akan menyala apabila ada 3 (tiga) unsur yang bertemu yaitu 1. Panas 2. Bahan bakar 3. Oksigen. ketiga unsur itu disebut Unsur Pembuat Api.

Sebaliknya bila akan memadamkan api yang sering kita lihat adalah menyiram api itu dengan air. Penyiraman ini pada dasarnya adalah untuk memisahkan panas dari dua bahan bakar dan oksigen.  Artinya untuk memadamkan api itu salah satu saja yang diambil, misalkan panas, api itu akan padam. Demikian juga bila bahan bakan yang diambil api akan padam. Untuk memadamkan api itu, kita bisa juga mengambil oksigennya saja. Tapi harus diingat, apabila api yang akan dipadamkan itu ada didalam ruangan tertutup dan kita juga sedang berada didalam ruangan itu, maka bila untuk memadamkan api itu oksigen yang diambil, disamping api akan padam , kita juga akan mati lemas karena kekurangan oksigen. Itulah sebabnya sangat jarang api dipadamkan dengan mengambil oksigen.

Apa yang terjadi pada Api terjadi juga pada terorisme. Bila untuk Api ada 3 (tiga) unsur pembentuk api, maka untuk terorisme ada 9 (sembilan) unsur pembentuk terorisme yaitu 1. Pemimpin 2. Tempat latihan 3. Net work (Jaringan) 4. Dukungan Logistik 5. Dukungan Keuangan 6. Training atau Pelatihan 7. Komando dan Pengendalian 8. Rekruitmen 9. Cohetion force atau daya pemersatu. Deradikalisasi tidak termasuk dalam unsur pembentuk Terorisme.

Padamkan Terorisme, ambil salah satu unsur pembentuk Terorisme, bukan dengan Deradikalisasi.
Bila untuk memadamkan api cukup dengan mengambil salah satu dari unsur pembentuk api, demikian juga untuk memadamkan Terorisme cukup dengan mengambil salah satu dari unsur pembentuk terorisme.  Misalkan unsur uang yang diambil, maka bila tidak ada uang yang cukup untuk membeli bahan peledak, maka tidak mungkin seorang teroris dapat melakukan pemboman.
Demikian pula bila untuk memadamkan api dengan mengambil oksigen akan mengakibatkan kita ikut mati atau menghasilkan masalah baru, maka ketika akan memadamkan Terorismepun  harus berhati hati pula ketika akan mengambil unsur Cohetion force atau daya pemersatu.

Cohesion forse atau daya pemersatu adalah rasa senasib dan sepenanggungan dari para anggota organisasi sehingga mereka merasa saling terikat satu dan lainnya.  Rasa keterikatan ini menjadi kuat apabila adanya kesamaan cara pandang diantara anggota organisasi itu. Ada bermacam macam daya pemersatu ini misalkan dari bidang Ideologi, contohnya, Pancasila, adalah daya pemersatu bangsa Indonesia. Dari bidang Politik, kesamaan cara pandang untuk mendapatkan kekuasaan menghasilkan partai-partai politik. Dari bidang Sosial, kebanggaan kedaerahan, merupakan daya pemersatu yang melahirkan OPM, GAM, dan RMS. Dari bidang ekonomi, rasa senasib karena pekerjaan yang sama menghasilkan serikat buruh , serikat pekerja dll. Tidak ketinggalan pula Agama, juga merupakan daya pemersatu. Semakin kuat daya pemersatu, semakin solid organisasi tersebut. Sebaliknya semakin lemah daya pemersatu semakin lemah pula suatu organisasi. Dengan demikian, bila ingin menghancurkan suatu organisasi, hancurkan terlebih dahulu daya pemersatunya.

Deradikalisasi pada dasarnya adalah suatu usaha untuk melemahkan daya pemersatu dengan merobah cara pandang yang radikal terhadap daya pemersatu agar menjadi menjadi lebih moderat.
Ketika Deradikalisasi digunakan untuk memberantas Terorisme, maka tidak terelakan, Deradikalisasi berhadapan langsung dengan Agama. Deradikalisasi dianggap sebagai upayua untuk melemahkan ajaran Agama. Hal ini disebabkan karena organisasi Terorisme pada umumnya menggunakan Agama sebagai daya pemersatunya.

Hal ini disebabkan karena daya pemersatu yang terkuat dan sering digunakan adalah AGAMA. Sehingga ketika cohetion forcenya yang diambil maka jadilah seakan akan AGAMA lah yang menyebabkan terjadinya TERORISME, sehingga diperlukan adanya Deradikalisasi. Oleh karena AGAMA bukan penyebab terjadinya terorisme, maka untuk memberantas Terorisme bukan dengan Deradikalisasi. 

Tujuan dari Deradikalisasi yang dilakukan selama ini adalah untuk merubah cara pandang seseorang dari agar terhadap agama   

Seradikal apapun paham seseorang terhadap AGAMA apapun bila dia tidak punya uang yang cukup, atau tidak punya tempat latihan atau tidak punya salah satu dari unsur pembentuk  Terorisme maka TERORISME TIDAK AKAN PERNAH TERBENTUK.

Itulah sebabnya untuk memadamkan atau memberantas TERORISME cukup dengan mengambil salah satu dari unsur pembentuk Terorisme selain dari Cohetion force.

Moderasi tidak bisa digunakan untuk memberantas Terorisme
Bila Moderasi, merupakan antitesis dari Deradikalisasi dan Radikalisasi ditujukan untuk memberantas terorisme, maka kedudukannya masih tetap berada pada jalur yang sama, yaitu pada cohetion force atau daya pemersatu, yang bila diambil akan menghasilkan masalah baru seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian Moderasi tidak bisa dilaksanakan bila tujuannya untuk memadamkan Terorisme atau untuk memberantas Terorisme.
Semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 29 Februari 2016

Penulis adalah KABAIS TNI 2011-2013


[1] http://coopasberita.blogspot.my/2012/09/sertifikasi-ulama-proyek-   zionis.html

1 komentar:

  1. Wajib Militer adalah hak rakyat. Cara terbaik untuk mendidik Warga Negara. TNI dan rakyat akan selalu manunggal. Melebur dalam satu jiwa demi hidupnya NKRI. Keinsyafan jiwa den rela berkorban untuk bangsa dan negara.

    BalasHapus