23 Oktober 2015

Pemborosan Uang Negara Berbingkai Bela Negara


oleh: Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH.

Padatanggal 16 malam, TV One mengadakan siaran langsung perbincangan tentang Bela Negara, yang dihadiri antara lain Laksma TNI Faisal yang mewakili Kemhan dan dari perwakilan Komnas HAM. Hal menarik yang disampaikan oleh Laksama Faisal bahwa Bela Negara bukan Wajib militer, pelaksanaan dari Bela Negara dilaksanakan di suatu tempat seperti Rindam, dan para pesertanya mendapat uang saku. Juga dikatakan bahwa ini program sukarela. Ketika pembawa acara bertanya kepada Laksma Faisal,   apa wujudd ari "Bela Negara" .  Laksma Faisal menjawab bahwa segala sesuatu yang baik, misalnya seorang ibu di rumah mengajarkan anaknya agar berbuat baik, itu sudah merupakan Belanegara.

Halaman 3 harian Media Indonesia hari Kamis tanggal 15 Oktober 2015, memuat artikel dengan judul BELA NEGARA JADI KURIKULUM. Menristek Dikti mengatakan " Kami sudah bicarakan ini dengan Menhan. Secara tidak langsung, perguruan tinggi itu nantinya akan bekerja sama dengan Kodam setempat".

Menhan juga mengatakan bahwa presiden sudah akan melantik KADER BELA NEGARA yang berjumlah 4500 orang, dimana 45 kabupaten diwajibkan untuk mengirim 100 orang setiap kabupaten.

            "Selain membuka, presiden juga sekalian melantik kader-kader Bela       Negara yang berjumlah 4.500 orang dari 45 kabupaten dan kota di           Indonesia," ujar Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu,  di kantornya,      Senin (12/10). Dari 45 kabupaten/kota di Indonesia, masing-masing       diwajibkan            mengirimkan 100 orang. 100 orang tersebut nantinya akan         berasal dari    beragam profesi.
[1]

Mengingat program yang akan dilaksanakan adalah pembentukan KADER-KADER BELA NEGARA, maka hal ini secara otomatis akan terikat kepada ketentuan pasal 9 ayat 2 dan ayat 3  UU nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara berbunyi :

            (2) Keikutsertaan warga negara dalam UPAYA BELA NEGARA,    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:
a. pendidikan kewarganegaraan;
b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan
d. pengabdian sesuai dengan profesi.
(3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.
Jadi, menurut ketentuan pasal 9 ayat 2 UU nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, setiap warga negara untuk menjadi Kader-kader Bela Negara hanya dapat dilaksanakan melalui  :
            1.         PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.
            2.         PELATIHAN DASAR KEMILITERAN SECARA WAJIB.
            3.         PENGABDIAN SEBAGAI PRAJURIT TENTARA NASIONAL                                   INDONESIA SECARA SUKARELA ATAU WAJIB.
            4.         PENGABDIAN SESUAI DENGAN PROFESI
Pertanyaan saya adalah : APA YANG AKAN DILAKUKAN OLEH KEMHAN TERHADAP 100 JUTA ORANG ITU. APAKAH MEREKA AKAN MENDAPATKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ? ATAU MENDAPATKAN PELATIHAN DASAR KEMILITERAN SECARA WAJIB ? ATAUKAH MENGABDI SEBAGAI PRAJURIT TNI ? ATAU PENGABDIAN SESUAI DENGAN PROFESI ? TIDAK JELAS !!!!

Karena dengan hanya mendapatkan PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN seseorang itu sudah menjadi Kader Bela Negara. Bahkan seorang Dokter yang sudah MENGABDI SESUAI PROFESI juga sudah dapat dikatakan menjadi Kader Bela Negara. Demikian juga dengan MENGABDI SEBAGAI PRAJURIT TNI sudah merupakan Kader Bela Negara.

Sampai hari ini tidak ada penjelasan dari Kemhan seperti apa program Bela Negara yang akan mereka laksanakan. Bahkan Laksma TNI Faisal pun tidak mampu menjelaskan secara spesifik apa yang dimaksud dengan Bela Negara. Sepertinya Kemhan tidak mengerti Upaya Bela Negara menurut UU no 3/2002.

Bagi Menristek Dikti, HANYA dengan MEMASUKAN PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KEDALAM KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL itu sudah merupakan Pembentukan Kader Bela Negarasebagaimana yang diaturolehpasal 9 ayat 2 UU nomor 3/2002. Sudah pasti bahwa untuk MEMASUKAN KURIKULUM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAN KEDALAM KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL dapat dilakukan sendiri oleh Menristek tanpa bantuan Kodam. Itulah sebabnya menjadi aneh ketika Menristek Dikti menyatakan bahwa untuk membentuk Kader Bela negara akan bekerja sama dengan Kodam setempat.

Kodam secara formal akan terhubung dengan pembentukan Kader Bela Negara melalui PELATIHAN DASAR KEMILITERAN SECARA WAJIB, atau Wajib Militer dan PENGABDIAN SEBAGAI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA SECARA SUKARELA ATAU WAJIB.

Itulah sebabnya ketika Menristek Dikti menyatakan bahwa dalam upaya Bela negara maka yang terlintas adalah PELATIHAN DASAR KEMILITERAN SECARA WAJIB, atau Wajib Militer bagi mahasiswa.

Bila Kerjasama Menristek Dikti dan Kodam dilaksanakan untuk membentuk Kader BELA NEGARA, maka diperlukan adanyaUndang-undang sebagaimana yang diatur pada ketentuan pasal 9 ayat 3 UU nomor 3/2002 yang selengkapnya berbunyi :
            (3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan           dasar kemiliteran       secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan           profesi diatur dengan undang-undang

Hal ini disebabkan karena dalam hal Bela Negara, Kerjasama dengan Kodam secara formal hanya diperlukan apabila Menristek Dikti akan mengadakan Pelatihan dasar Kemiliteran secara Wajib,namun hal ini membutuhkan paying hokum Undang-undang sebagaimana  yang diatur oleh pasal 9 ayat 3 UU nomor 3/2002.

BagiMenristekDikti, Pelaksanaan Pendidikan Kewarga negaraan dapat dilakukan berlandaskan Undang-undang Pendidikan Nasional. Sehingga walaupun Undang-undang tentang Pedidikan Kewarganegaraan belum ada, tetapi Undang-undang Pendidikan Nasional dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan.

Itulah sebabnya bila kerjasama itu dalam rangka PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN di sekolah-sekolah dan kampus, maka Kerjasama dengan Kodam dapat saja dilakukan.

Menurut ayat 3 pasal 9 UU nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, mensyaratkan bahwa :
            (3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan           dasar kemiliteran       secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan           profesi diatur dengan undang-undang.
Artinya Keempat cara untuk membentuk Kader Bela Negara itu harus diatur dengan Undang-undang.  Tidak bisa dilaksanakan sesuka hati oleh Kemhan.
Jadi, yang dimaksud DIATUR DENGAN UNDANG-UNDANG adalah Keempat cara membentuk Kader Bela negara itu lah yang masing-masing harus diatur dengan undang-undangnya yaitu :
            1. Pendidikan Kewarganegaraan diatur dengan Undang-undang           tentang Pendidikan Kewarga Negaraan.
            2. Pelatihan Dasar Kemiliteran secara Wajib diatur dengan Undang-    undang tentang Pelatihan Dasar Kemiliteran secara Wajib.
            3. Pengabdian sebagai Prajurit Tenatara   Nasional Indonesia   secara sukarela atau wajib diatur dengan Undang-undang tentang     Pengabdian sebagai Prajurit Tenatara       Nasional Indonesia secara             sukarela atau wajib
            4. Pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan Undang-undang   tentang Pengabdian sesuai dengan profesi.

Itulah sebabnya pembentukan Kader Bela negara BUKAN DIATUR DENGAN UU BELA NEGARA. Mungkin yang dimaksudkan dengan Undang-undang Bela negara adalah Keempat Undang-undang itu.  Dari keempat undang-undang itu baru Undang-undang tentang Pengabdian sebagai Prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau wajib yang sudah ada, yaitu Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Sedangkan ketiga Undang-undang lainnya belum ada sama sekali.

Sehingga ketika membaca pernyataan Sekretaris Kabinet, bpk PramonoAnung yang dimuat koran media Indonesia tanggal 15 Oktober 2015,  bahwa pemerintah tengah menyiapkan konsep RUU Bela Negara sebagaimana yang diatu roleh Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan negara, sepertinya beliau belum memahami aturan bela negara yang diatur pada UU no 3 tahun 2002.  Tidakada RUU Bela Negara dalamUUnomor 2/2003, yang ada seharusnya adalah :
            1. RUU Pendidikan Kewarga Negaraan.
            2. RUU Pelatihan Dasar Kemiliteran secara Wajib.
            3. RUU Pengabdian sesuai dengan profesi

Sedangkan untuk Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional  Indonesia secara sukarela atau wajib sudah diatur oleh Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Dengan demikian, dalam hubungannya dengan belanegara, Kemhan hanya dapat melaksanakan WAJIB MILITER atau PELATIHAN PELATIHAN DASAR KEMILITERAN SECARA WAJIB. Hal itu disebabkan karena untuk PENDIDIKAN KEWARGANEGARAN sudah pasti dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan, untuk  PENGABDIAN SEBAGAI PRAJURIT TNI, sudah dilaksanakan oleh TNI, dan untuk PENGABDIAN SESUAI PROFESI sudah dilaksanakan oleh berbagai profesi yang ada di Indonesia, misalnya, dokter, guru, wartawan dll.

Jadi, saat ini walaupun belum ada Undang-undangnya dari 4 (empat) kegiatan pembentukan kader Bela Negara sudah ada 3 (tiga) kegiatan yang telah dilaksanakan sehari hari yaitu :

            1.         Pendidikan Kewarganegaraan oleh Menteri Pendidikan
            2.         Pengabdian sebagai Prajurit TNI oleh TNI
            3.         Pengabdian sesuai profesi sudah dilaksanakan oleh berbagai               profesi di Indonesia, seperti dokter, guru wartawan dll.

Hanya satu yang belum dilaksanakan yaitu kegiatan Wajib Militer atau Pelatihan Dasar kemiliteran yang dapat dilaksanakan oleh Kemhan.

Akan tetapi, menurut Laksma Faisal bahwa yang akan  dilakukan Kemhan saat ini bukan WAJIB MILITER, artinya program bela negara yang akan  dilakukan oleh Kemhan saat ini berada diluar dari ketentuan ayat 2 pasal 9 UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA yang artinya MELANGGAR UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA.

Laksma Faisal juga mengatakan bahwa para peserta akan dikumpulkan ditempat tertentu dan diberikan uang saku. Bila uang saku dan uang makan perorang tiap bulan sebanyak 5 juta perorang, maka untuk 4500 akan dibutuhkan Rp. 22.500.000.000 perbulan atau Rp 270 miliar per tahun. Angka itu masih akan berkembang karena untuk operasional pendidikan dll belum dihitung.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa program bela negara yang akan dilakukan oleh Kemhan HARUS DIBATALKAN dengan pertimbangan sebagai berikut :
            1.         Dari 4 (empat) kegiatan pembentukan kader Bela negara,         sudah 3 (tiga) kegiatan yang terlaksana  dengan menggunakan anggaran rutin dari kementrian yang terkait tanpa menimbulkan             kegaduhan. Tinggal satu kegiatan yang belum dilaksanakan      yaitu Wajib Militer, karena Undang-undangnya belum ada.

            2.         Kemhan membantah bahwa program bela negara yang akan    dilaksanakannya itu adalah Wajib militer, artinya Program yang          akan dilakukan oleh Kemhan bukan Wajib Militer sehingga  berada            diluar ketentuan yang diatur oleh Undang-undang nomor 3      tahun 2002 tentang Pertahanan             Negara, atau program bela negara             yang akan dilaksanakan  itu bertentangan dengan Undang-            undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan negara.

            3.         Besarnya uang negara yang harus dikeluarkan untuk     membiayai program bela negara KEMHAN yang TIDAK DIATUR       DENGAN UNDANG-UNDANG MINIMAL SEBESAR RP 270 milyard             pertahun        (belum termasuk anggaran operasional pendidikan)      yang akan dilaksanakan selama selama 10 (sepuluh) tahun, dapat dikatakan sebagai PEMBOROSAN BESAR-BESARAN uang negara             yang dapat     dikatagorikan sebagai korupsi yang dilegalkan.
           
 *) Kabais TNI 2011-2013

 Sebagian dari artikel ini juga telah dimuat oleh satuharapan.com dengan judul Soleman Ponto: Bela Negara Berpotensi jadi Korupsi yang Dilegalkan
 


[1]http://news.detik.com/berita/3042885/kemhan-masih-godok-ltigtgrand-designltigt-bela-negara-yang-diluncurkan-pekan-depan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar