SURAT TERBUKA DARI MASYARAKAT INDONESIA
MENOLAK PEMBENTUKAN AKADEMI INDONESIA COAST GUARD (AIDNCG)
Jakarta 10 November 2025
Kepada Yth:
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
di Tempat
Dengan hormat,
Kami, masyarakat Indonesia yang peduli terhadap arah pembangunan dan tata kelola pemerintahan yang baik, menyampaikan keprihatinan mendalam dan penolakan tegas terhadap rencana pembentukan Akademi Indonesia Coast Guard (AIDNCG) sebagaimana diusulkan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia melalui surat resmi kepada Kementerian PANRB pada November 2025.
Rencana ini menunjukkan ketidakpahaman mendasar terhadap sistem hukum, struktur kelembagaan negara, dan konsep pertahanan-keamanan laut Indonesia.
1. Indonesia Tidak Menganut Konsep Coast Guard
Dalam sistem hukum nasional, tidak ada lembaga yang disebut “coast guard.”
Negara ini telah mengatur seluruh fungsi penjagaan laut dan pantai melalui undang-undang yang jelas:
- Kementerian Perhubungan dengan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) berperan menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan pelabuhan sesuai UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (jo. UU No. 66 Tahun 2024);
- Polri memiliki kewenangan penegakan hukum di laut sesuai UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI;
- TNI Angkatan Laut bertanggung jawab atas pertahanan laut berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Tidak satu pun dari undang-undang tersebut menyebut atau mendelegasikan pembentukan lembaga bernama coast guard.
Maka, tidak ada dasar hukum bagi Bakamla untuk menciptakan sekolah “coast guard,” karena Indonesia tidak memiliki dan tidak membutuhkan lembaga coast guard.
2. Bakamla Bukan Lembaga Penegak Hukum
Bakamla dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014, bukan melalui undang-undang.
Dengan demikian, statusnya bukan lembaga penegak hukum, melainkan lembaga koordinatif untuk mengintegrasikan operasi keamanan laut antarinstansi.
Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan (PPNS) dan tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan penegakan hukum di laut secara mandiri.
Mendirikan akademi dengan tujuan mencetak “penegak hukum laut sipil” di bawah Bakamla sama saja dengan mengakali hukum dan menyesatkan arah kebijakan negara.
Langkah ini berpotensi menambah kekacauan kelembagaan di sektor maritim dan membuang anggaran negara tanpa manfaat nyata.
3. Akademi Baru Tidak Menjawab Masalah, Justru Menambah Beban
Saat ini Indonesia telah memiliki lembaga pendidikan kedinasan maritim yang lengkap:
- STIP Jakarta, Poltekpel Surabaya, dan Poltekpel Barombong untuk pelatihan teknis dan hukum pelayaran,
- AAL (Akademi Angkatan Laut) untuk pembentukan perwira pertahanan laut,
- serta berbagai lembaga pendidikan vokasi dan riset maritim lainnya.
Membentuk Akademi Indonesia Coast Guard hanyalah duplikasi kelembagaan tanpa arah, tanpa dasar, dan tanpa kebutuhan.
Yang lebih diperlukan saat ini adalah penguatan fungsi lembaga yang sudah ada, bukan menambah lembaga baru dengan peran yang tumpang tindih.
4. Pendirian Akademi Tanpa Landasan Hukum adalah Langkah Keliru
Pendidikan kedinasan hanya dapat dibentuk berdasarkan undang-undang, bukan oleh lembaga yang berdiri atas dasar peraturan presiden.
Apabila Bakamla memaksakan pembentukan Akademi Indonesia Coast Guard, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap prinsip legalitas (legality principle) dan bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik (good governance).
Kami masyarakat tidak dapat menerima jika anggaran negara digunakan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang tidak jelas arah, fungsi, dan dasar hukumnya.
5. Harapan dan Seruan
Kami menyerukan kepada:
- Menteri PANRB agar tidak menyetujui usulan pembentukan Akademi Indonesia Coast Guard,
- Presiden Republik Indonesia agar meninjau kembali keberadaan Bakamla yang sering menabrak batas kewenangan,
- DPR RI dan BPK RI agar melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran Bakamla, khususnya yang diarahkan untuk kegiatan di luar kewenangannya.
Kami menegaskan bahwa:
Indonesia tidak perlu Akademi Indonesia Coast Guard karena Indonesia tidak memiliki Coast Guard.
Apa yang diperlukan adalah penataan kelembagaan dan koordinasi yang cerdas, bukan pendirian sekolah yang memperluas kebingungan birokrasi.
Penutup.
Dengan segala hormat, kami meminta pemerintah tidak memperbodoh bangsa ini dengan kebijakan simbolik yang tidak berakar pada hukum dan kebutuhan nyata.
Bakamla seharusnya memperkuat kapasitas koordinasi, bukan berlomba membentuk lembaga pendidikan tanpa dasar.
Langkah seperti ini bukan mencerdaskan bangsa, melainkan menambah kebodohan kelembagaan.
Atas perhatian dan kebijaksanaan Menteri, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
a/n Masyarakat Indonesia Peduli Tata Kelola dan Hukum Laut Nasional
Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
(Surat terbuka ini disebarluaskan sebagai bentuk partisipasi publik untuk mendorong tata kelola kelembagaan negara yang taat hukum, efisien, dan berorientasi pada kepentingan nasional.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar