19 November 2025

POLRI HANYA DI RUMAHNYA : UU ASN BERTEPUK SEBELAH TANGAN,

 POLRI HANYA DI RUMAHNYA : UU ASN BERTEPUK SEBELAH TANGAN,

PUTUSAN MK TAK BISA DITAWAR MENKUM.

Kaliurang 19 November 2025
Oleh : Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB

 

I. PENDAHULUAN

Hari ini, Republik Indonesia berdiri di persimpangan paling serius dalam sejarah tata kelola negaranya.
Ini bukan soal pasal.
Ini bukan soal jabatan.
Ini bukan soal kepentingan satu lembaga.

Ini soal apakah bangsa ini masih menghormati konstitusinya, atau kita sudah berubah menjadi bangsa yang menawar hukum demi kenyamanan politik.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 adalah tiupan genderang perang.
Bukan perang dengan senjata—tetapi perang menyelamatkan negara dari kekacauan struktural yang sudah terlalu lama dibiarkan.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, MK mengetukkan palu dan berkata:

**“POLRI AKTIF hanya boleh bertugas di dalam rumahnya sendiri: STRUKTUR POLRI.

DILUAR ITU—TERLARANG.
HENTIKAN SEKARANG JUGA.”**

Kalimat ini adalah proklamasi penertiban negara.
Kalimat yang mengembalikan kehormatan institusi.
Kalimat yang memulihkan batas kewenangan sebagaimana amanat UUD 1945.

Namun ironisnya, justru muncul pejabat yang mencoba menundamenawar, dan memelintir putusan MK.
Seolah-olah konstitusi bisa dinegosiasi.
Seolah-olah putusan MK adalah opini yang boleh disesuaikan.

Bangsa yang besar tidak membiarkan pejabatnya mempermainkan hukum.
Bangsa yang besar berdiri di belakang konstitusi, bukan di belakang tafsir pribadi menteri.

Karena itu, hari ini seluruh rakyat Indonesia harus berdiri tegak dan menyatakan:

**“KONSTITUSI TIDAK BISA DITAWAR.

KONSTITUSI HARUS DITEGAKKAN.
POLRI HARUS KEMBALI KE RUMAHNYA.”**

Inilah deklarasi perang kita—
perang melawan kekacauan struktural,
perang melawan lembaga yang keluar jalur,
perang melawan penundaan pelaksanaan putusan MK.

Dan perang ini dimulai dari satu kebenaran absolut:

Negara hukum hanya berdiri jika PUTUSAN MK dijalankan tanpa tawar-menawar.

**II. POKOK MASALAH

(“Di Sini Pertempuran Dimulai”)**

Kita harus melihat sumber kekacauan dengan jelas.
Ada tiga masalah utama yang saat ini menjadi ancaman integritas negara:

  1. Kekacauan Jabatan Polri Aktif yang Ditempatkan di Luar Strukturnya
  2. Dalih Menkum tentang Retroaktif dan Status “Yang Sudah Menjabat”
  3. Upaya Menunda Pelaksanaan Putusan MK dengan Alasan Tim Reformasi Polri

Mari bongkar satu per satu.

1. POLRI HARUS DI RUMAHNYA SENDIRI: STRUKTUR POLRI

Rumah Polri itu jelas, konstitusional, dan tidak bisa diganggu-gugat:

  • Mabes Polri
  • Polda
  • Polres
  • Polsek
  • Densus 88
  • Brimob
  • Polairud
  • Bhabinkamtibmas
  • Semua rantai komando internal Polri

Jika jabatan itu berada di bawah Kapolri → POLRI AKTIF BOLEH.

Itulah wilayah konstitusional Polri.
Di luar wilayah itu, Polri tidak boleh melakukan tugas struktural apa pun.

**2. WILAYAH TERLARANG BAGI POLRI AKTIF:

SEMUA YANG BUKAN STRUKTUR POLRI**

Setelah Putusan MK 114/2025, seluruh jabatan berikut TIDAK BOLEH diisi Polri aktif:

A. Lembaga Intelijen & Penegakan Hukum Sipil

– BIN
– KPK
– BNN
– BNPT
– PPATK

B. Seluruh Kementerian/Lembaga Sipil

– Imigrasi
– Bea Cukai
– Lapas / Ditjen PAS
– Basarnas
– OJK
– BSSN
– Kemenhub, Kemendagri, Kemenkumham
– Semua kementerian

C. Seluruh Jabatan ASN

– Pj Gubernur/Bupati/Walikota
– Sekda
– Kepala Dinas
– Camat
– Lurah
– Staf Ahli
– Semua jabatan eselon dan fungsional

Ini bukan sekadar larangan teknis.
Ini adalah pagar konstitusi.

Selama ini pagar itu dilompati, dan MK kini mengembalikan pagar itu ke tempatnya.

3. ALASAN “RETROAKTIF” MENKUM ADALAH KESESATAN HUKUM

Menkum berkata:

“Putusan MK tidak berlaku surut, biarkan yang sudah menjabat.”

Ini keliru dan menyesatkan publik.

Retroaktif hanya berlaku untuk perbuatan masa lalu, bukan jabatan yang masih berlangsung hari ini.

Jabatan Polri aktif di luar struktur adalah: Pelanggaran yang SEDANG TERJADI hari ini.

Maka putusan MK berlaku seketika. Tidak ada masa transisi. Tidak ada toleransi pelanggaran yang sedang berjalan.

Ini hukum dasar.
Dan Menkum seharusnya tahu.


4. ALASAN “LIMITATIF NANTI DIATUR TIM REFORMASI POLRI” ADALAH UPAYA MENUNDA PUTUSAN MK

Alasan ini sangat berbahaya.

Tim Reformasi Polri bukan MK.
Tim Reformasi bukan pembuat konstitusi.
Tim Reformasi tidak bisa membuka kembali apa yang sudah ditutup oleh MK.

Putusan MK berlaku sekarang, bukan setelah rapat tim reformasi selesai.

Titik.

**III. JALAN KELUAR NEGARA

(“Selesai dalam 4 Langkah Mudah Kalau Niatnya Benar.”)**

Untuk mengakhiri semua kekacauan, negara hanya perlu melakukan 4 langkah sederhana:

**LANGKAH 1

POLRI AKTIF DI LUAR STRUKTUR HARUS MEMILIH:

  1. Kembali ke Polri, atau
  2. Alih Status / Pensiun**

Ini tertib, damai, menghormati Polri, dan sesuai putusan MK.

Tidak ada opsi lain.

**LANGKAH 2

LEMBAGA SIPIL REKRUT ASN & MANTAN POLRI**

– ASN sipil bisa mengisi jabatan
– Polri yang alih status bisa mengisi
– Polri pensiun dini bisa mengisi
– ASN internal bisa naik jabatan

Ini membuat lembaga-lembaga sipil kembali profesional dan independen.

**LANGKAH 3

PRESIDEN TERBITKAN INPRES PENEGAKAN PUTUSAN MK**

Instruksi Presiden sederhana:

  1. Putusan MK 114/2025 dilaksanakan segera
  2. Larangan Polri aktif menjabat di luar struktur Polri
  3. Semua kementerian melapor dalam 7 hari
  4. Tidak menunda dengan alasan apa pun

Dengan itu, semua selesai.

**LANGKAH 4

TIM REFORMASI POLRI TETAP JALAN—TAPI BUKAN UNTUK MENUNDA MK**

Tim hanya membenahi internal Polri.
Bukan membuka celah Polri aktif keluar struktur lagi.

**PENUTUP:

“NEGARA INI HANYA BISA SELAMAT
JIKA KONSTITUSI MENJADI PANGIMA.”**

Putusan MK adalah garis batas negara.
Dan tidak ada pejabat—sekecil apa pun atau setinggi apa pun—yang boleh menawar konstitusi.

**POLRI harus kembali ke rumahnya.

UU ASN hanya bertepuk sebelah tangan.
Dan Menkum tidak berhak menunda putusan MK.**

Jika putusan MK dijalankan hari ini,
bangsa ini selamat.

Jika putusan MK ditawar,
negara ini akan chaos.

Dan Indonesia terlalu besar
untuk dikelola berdasarkan tafsir pribadi seorang menteri.

1 komentar:

  1. Sudah sangat jelas dan tidak perlu didiskusikan lagi bila ingin di negeri ini hukum sebagai Panglima.

    BalasHapus