“Akibat Jika Putusan MK Tidak Dilaksanakan: Negara Hancur Bila Hukum Tertinggi Diabaikan”
Jakarta 17 November 2025
Oleh : Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH
Pendahuluan
Indonesia adalah negara hukum. Prinsip ini bukan slogan; ia adalah landasan seluruh sistem kenegaraan kita. Di dalam kerangka negara hukum, hanya ada satu lembaga yang diberi kewenangan menafsirkan dan menegakkan konstitusi secara final dan mengikat:
Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK adalah hukum itu sendiri.
Putusan MK adalah perintah konstitusi.
Putusan MK adalah batas yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, termasuk Presiden.
Namun, pertanyaan penting muncul:
Apa akibatnya jika putusan MK tidak dilaksanakan?
Jawabannya sangat tegas: konstitusi dilanggar, negara masuk ke zona ilegimitas, dan pejabat yang melanggar dapat dimintai pertanggungjawaban berat, termasuk Presiden.
Naskah ini menjelaskan akibat-akibat itu secara lengkap.
I. Kekuatan Putusan MK Menurut Konstitusi
UUD 1945 Pasal 24C ayat (1) dan (2) menyatakan:
- Putusan MK bersifat final
– tidak dapat dibatalkan, tidak dapat dikoreksi, tidak dapat diajukan banding atau kasasi. - Putusan MK mengikat secara umum (erga omnes)
– mengikat Presiden, DPR, MA, Polri, KPK, BNN, BNPT, dan seluruh warga negara.
UU No. 24 Tahun 2003 jo. UU No. 8 Tahun 2011 menegaskan:
- Putusan MK berlaku sejak selesai diucapkan (Pasal 47).
- Sifat final adalah mutlak (Pasal 58).
Ini berarti: ketidakpatuhan terhadap putusan MK sama dengan ketidakpatuhan terhadap UUD 1945.
II. Akibat Jika Putusan MK Tidak Dilaksanakan
1. Presiden atau lembaga terkait melakukan pelanggaran konstitusi
Ketika putusan MK tidak dijalankan, maka pejabat yang bertanggung jawab telah:
- melanggar UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) (negara hukum),
- melanggar kewajiban konstitusional (Pasal 4 ayat 1),
- melanggar sumpah jabatan (Pasal 9),
- membiarkan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.
Dalam hukum tata negara, ini disebut:
Constitutional Wrongdoing
(pelanggaran konstitusi melalui tindakan maupun pembiaran).
Ini bukan kesalahan administratif, tetapi pelanggaran dasar negara.
2. Presiden dapat diproses impeachment (pemakzulan)
Pasal 7A UUD 1945 menyebut tiga dasar pemakzulan:
- Pelanggaran hukum berat
- Perbuatan tercela
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
Ketika Presiden tidak melaksanakan putusan MK, maka:
- Presiden melanggar hukum, karena putusan MK adalah hukum;
- Presiden melakukan perbuatan tercela, karena membiarkan pejabat ilegal;
- Presiden tidak memenuhi syarat sebagai Presiden, karena tidak menjalankan kewajiban konstitusional.
Artinya:
Ketidakpatuhan terhadap putusan MK adalah alasan sah impeachment.
3. Semua tindakan pemerintah yang melanggar MK menjadi batal demi hukum
Jika norma atau penjelasan dibatalkan MK tetapi tetap dipakai, maka:
- seluruh keputusan administratif tidak sah,
- seluruh perintah atau kebijakan ultra vires (tanpa kewenangan),
- seluruh dokumen yang ditandatangani pejabat tidak sah gugur otomatis.
Contoh paling jelas:
Jika MK melarang polisi menduduki jabatan di luar struktur Polri, lalu pejabat itu tetap menjalankan jabatan:
- Tanda tangan pejabat ilegal,
- Surat keputusan ilegal,
- Surat perintah ilegal,
- Penyidikan, penetapan, penangkapan dapat dibatalkan di pengadilan.
Ini menciptakan kekacauan hukum nasional.
4. Pemerintah dianggap melakukan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (onrechtmatige overheidsdaad)
Jika putusan MK tidak dijalankan:
- pemerintah bertindak tanpa dasar hukum,
- pejabat menggunakan kewenangan yang sudah tidak berlaku,
- tindakan negara merugikan warga dan dapat digugat secara masif ke PTUN.
Kerugian negara, kerugian warga, bahkan kerusakan sistem penegakan hukum dapat menjadi beban tanggung jawab negara.
5. Kepercayaan publik terhadap negara runtuh
Negara hukum berdiri atas kepastian hukum.
Ketika putusan MK tidak dilaksanakan:
- negara kehilangan legitimasi,
- hukum dianggap permainan,
- institusi negara dianggap tidak kredibel,
- masyarakat tidak lagi percaya kepada negara.
Anda tidak bisa membangun negara hukum jika putusan tertinggi dalam hukum dilanggar.
III. Akibat Pada Pejabat yang Menjalankan Jabatan Secara Ilegal
Jika ada pejabat—misalnya Ketua KPK, Kepala BNN, atau Kepala BNPT—yang tetap menjabat padahal dasar hukumnya telah dibatalkan MK:
- pejabat itu ilegal,
- kewenangannya hilang,
- semua tanda tangannya tidak sah sejak tanggal putusan,
- perintahnya dapat dibatalkan,
- ia dapat diproses karena penyalahgunaan wewenang
(Pasal 421 KUHP: “pejabat yang menjalankan wewenang tanpa dasar hukum”).
IV. Kesimpulan
Putusan MK adalah perintah konstitusi.
Mengabaikan putusan MK bukan hanya melanggar hukum—itu melanggar negara itu sendiri.
Dampaknya:
- Pelanggaran Konstitusi
- Presiden dapat di-impeach
- Semua tindakan yang bertentangan dengan MK batal demi hukum
- Pemerintah dapat digugat ke PTUN
- Negara kehilangan legitimasi
- Pejabat yang melanggar menjadi pejabat ilegal
Dalam kata-kata paling sederhana:
Negara tidak boleh dipimpin oleh pejabat ilegal.
Jika Putusan MK tidak dilaksanakan, negara berjalan di atas fondasi yang tidak sah.
Dan pejabat yang membiarkan hal itu, termasuk Presiden, dapat dimintai pertanggungjawaban paling berat yang tersedia dalam konstitusi: impeachment.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar