16 November 2025

“Karnaval Logika Ngawur: Ketika POLRI sebagai ALAT NEGARA Diseret-seret oleh Pendapat yang Salah Jalur”

 “Karnaval Logika Ngawur: Ketika POLRI sebagai ALAT NEGARA Diseret-seret oleh Pendapat yang Salah Jalur”

Kaki bukit Manoreh 16 November 2025
Oleh : Penyair tua, penjaga negeri


PROLOG: PAGI HARI DI REPUBLIK TERCINTA

Pagi itu, Republik Indonesia sedang adem-ademnya.
Burung berkicau, tukang sayur lewat,
dan grup WhatsApp keluarga sedang bertengkar soal batal puasa.

Tiba-tiba, dari televisi nasional, muncul berita:

“Sejumlah pakar memberikan pandangan terkait putusan MK tentang Polri.”

Rakyat langsung berseru:

“Ya Tuhan… siap-siap. Ini pasti seru.”

Dan benar saja—
yang muncul bukan sekadar pendapat,
tapi pendapat yang logikanya seperti sandal jepit ketiban motor: remuk tak berbentuk.

Di tengah kekacauan itu,
POLRI berdiri tegap sebagai ALAT NEGARA,
memandang langit dengan ekspresi:

“Apa salahku, kok jadi begini?”

Maka dimulailah cerita ini.

BAB 1: MUNCULNYA MUHAMAD RULLYANDI

— Sang Ahli ‘Bengkel Logika’

Rullyandi muncul dengan penuh percaya diri,
lengkap dengan setumpuk buku yang tebalnya mengalahkan batu bata.

Ia memulai pidatonya:

“Menurut saya, Polri bisa tunduk pada UU ASN.
Karena sama-sama sipil!”

Orang yang sedang minum kopi langsung tersedak.
Ibu-ibu PKK berhenti bikin pastel.
Tetangga sebelah mematikan kompor.

Salah satu rakyat bertanya:

“Miripnya di mana, Pak?”

Rullyandi tersenyum sambil membolak-balik kertas:

“Pokoknya mirip. Sama-sama sipil.”

Ini seperti bilang:

  • “Gajah sama sapi itu sama.
    Karena sama-sama makan rumput.”

Atau:

  • “Tank sama becak itu sama,
    karena sama-sama punya ‘tempat duduk’.”

POLRI sebagai ALAT NEGARA langsung berteriak dalam hati:

“Bapak mau bikin saya ikut diklat ASN? Besok saya disuruh isi SKP bulanan?”

Logika ini begitu dahsyat,
kalau dilempar ke dinding,
dindingnya nangis duluan.

BAB 2: MASUK MARGARITO KAMIS

— Sang Penemu ‘Celah Mistis’

Di panggung kedua,
Margarito tampil membawa kaca pembesar dan tongkat komando.

Dengan gaya seperti profesor alkemis, ia berkata:

“Ada ruang kosong dalam undang-undang! Polisi tetap bisa ditempatkan di luar struktur!”

MK yang menonton dari kejauhan berkata:

“Ruang yang mana? Kami sudah semen semua.”

Namun Margarito menunjuk ke langit:
“Di atas sana! Celah itu masih ada!”

Rakyat pun mendongak.
Yang terlihat hanya awan berbentuk singkong.

Logika ini begitu kreatif,
sampai-sampai beton bisa lewat uji kelenturan.

Polri sebagai ALAT NEGARA memegang kepala dan berkata:

“Pak, saya ini bukan semangka yang bisa dipotong di mana saja.
Saya ini lembaga negara dengan struktur.
STRUK-TUR.”

Rakyat mencatat:
“Logika Margarito hari ini seperti pintu yang dicari di tembok tanpa gagang.”

 

BAB 3: CHOIRUL ANAM DAN MANTRA ‘TERKAIT’

— Sang Penyihir Linguistik

Anam hadir memakai jubah hitam ala Gandalf,
tapi versi Gandalf yang dapat diskon 90%.

Ia memegang tongkat dengan tulisan besar: TERKAIT.

Lalu ia berkata:

“Asal terkait, boleh! Sah!”

Tiba-tiba Polri bisa ditempatkan di mana saja:

  • Kemenparekraf → terkait wisata aman
  • PLN → terkait listrik yang aman
  • BMKG → terkait cuaca kriminal
  • Dinas Kebersihan → terkait sampah hukum
  • Taman Safari → terkait keamanan harimau

Yang paling kacau:
Netizen sambil makan mie instan bergumam:

“Kalau begitu Polri bisa ditempatkan sebagai admin WA grup RT dong…
terkait ketertiban grup.”

Anam tersenyum, bangga dengan kreativitasnya.
Konstitusi di belakangnya langsung menutup muka:

“Tuhan, ini kata biasa. Bukan pasal sakti.”

POLRI sebagai ALAT NEGARA menatap langit dan berkata:

“Ya Allah… saya ini bukan jimat.”

 

BAB 4: JULIUS IBRANI

— Sang Seniman Nostalgia Hukum

Julius datang sambil membawa album foto 3 kilogram.
Ia membuka halaman demi halaman sambil berkata:

“Yang dulu sah, tetap sah! Tidak berlaku surut!”

Rakyat langsung kaget:

“Lho… Mas… Ini bukan kenangan masa pacaran.
Ini hukum negara.”

Putusan MK itu langsung berlaku.
Bukan kaya voucher All You Can Eat yang bisa ditawar dan diulang.

Rakyat tertawa ketika Julius berkata:

“Tidak bisa langsung dibatalkan. Trauma hukum nanti.”

POLRI sebagai ALAT NEGARA menepuk bahu Julius:

“Mas… kalau hukum pakai prinsip nostalgia,
saya besok bisa jadi Letnan Jenderal karena dulu pernah ikut paskibra.”

MK turun panggung sambil membawa air minum:

“Mas Julius… move on-lah. Negara tidak bisa jalan mundur.”

 

BAB 5: FATKHUL MUIN

— Sang Pemberi Tiket ‘Penegakan Hukum All Access Pass’

Fatkhul masuk sambil kibarkan tiket besar:

“Penegakan Hukum — Masuk Semua Zona.”

Menurut dia:

“Asal terkait penegakan hukum, Polri bisa di mana saja!”

Dan rakyat pun mulai berkhayal:

  • Polri di KUA → menegakkan hukum perjanjian suci
  • Polri di salon → menertibkan poni miring
  • Polri di minimarket → menjaga kasir dari kriminal ovalmart
  • Polri di kantor Kemenag → menjaga doa tetap on track
  • Polri di bioskop → menertibkan spoiler Marvel

POLRI sebagai ALAT NEGARA mulai stres:

“Saya ini alat negara, bukan stiker Avengers.”

Rakyat benar-benar terhibur:

“Kalau begini Polri bisa ditempatkan di langit sekalian.
Terkait awan yang mencurigakan.”

 

BAB 6: NASIR DJAMIL

— Raja Logika ‘Semua Sipil Sama’

Nasir masuk membawa dua kardus:
“KARDUS SIPIL 1” dan “KARDUS SIPIL 2”.

Tanpa berpikir panjang,
ia masukkan POLRI ke kardus sipil biasa,
sambil berkata:

“Sama saja. Sipil ya sipil.”

Yang menonton langsung pingsan setengah badan.

Ini seperti bilang:

  • Singa dan kucing itu sama → sama-sama punya bulu
  • Bom dan petasan itu sama → sama-sama meledak
  • Brimob dan Satpol PP itu sama → sama-sama pakai sepatu

POLRI sebagai ALAT NEGARA keluar dari kardus sambil protes:

“MAS… saya sipil yang memegang KEDAULATAN MEMAKSA NEGARA.
Saya bukan pegawai fotokopi!”

Rakyat tertawa sambil mengipas diri,
karena logika itu terlalu panas untuk otak manusia normal.

GRAND FINALE

MK Turun sebagai Hakim + Wasit + Pemadam Kebakaran

Setelah melihat parade logika paling lucu sedunia,
Mahkamah Konstitusi bangkit dari singgasana,
membawa palu suci.

Dengan satu ketukan keras:

DUGGGG!

MK berkata:

**“Sudah cukup komedinya.

POLRI adalah ALAT NEGARA.”**

“Tidak bisa ditempatkan di luar struktur.”

“Tidak bisa dikelompokkan sembarangan.”

“Tidak bisa didorong ke sana-sini seperti meja bekas kantor desa.”

POLRI menghela napas panjang:

“Terima kasih MK.
Akhirnya saya berhenti jadi korban eksperimen logika.”

Rakyat tepuk tangan:
“Akhirnya ada yang waras.”

Dan seluruh negeri tertawa puas,
karena kini jelas:

**Ketika logika salah jalur,

MK-lah yang membawa kita pulang kembali ke konstitusi.**

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar