24 September 2025

Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 45

Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 45

Jakarta 24 September 2025

Oleh :Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB

A. Pendahuluan

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan salah satu alat negara yang secara eksplisit diatur dalam UUD 1945. Kedudukan ini menempatkan Polri sejajar dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan utama dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Namun, dalam praktik kelembagaan dan hukum, masih terdapat kelemahan yang dapat mengganggu profesionalitas dan loyalitas Polri terhadap rakyat.

Kelemahan itu tampak pada tiga aspek utama:

  1. Anggaran Polri tidak diatur secara tegas bersumber dari APBN, sehingga terbuka kemungkinan adanya pembiayaan dari pihak non-negara.
  2. Alih status anggota Polri ketika ditempatkan di luar struktur kepolisian masih memiliki celah hukum.
  3. Diskresi Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002, belum memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang ketat dan menempatkan kode etik sejajar dengan undang-undang.

Oleh karena itu, reformasi Polri diperlukan untuk memastikan Polri sepenuhnya menjadi alat negara yang berada di bawah kebijakan umum Presiden, dikoordinasikan oleh Menteri Pertahanan, serta bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel.

B. Landasan Konstitusional (UUD 1945)

  1. Pasal 30 ayat (2):
    "Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung."

            Norma ini menegaskan bahwa Polri, bersama TNI, adalah kekuatan utama dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Perbedaannya hanya pada sifat ancaman       yang dihadapi: TNI menghadapi ancaman militer, sedangkan Polri menghadapi     ancaman non-militer.

  1. Pasal 30 ayat (4):
    "Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum."

            Norma ini mengaskan bahwa konstitusi memberikan mandat jelas bahwa Polri bukan      hanya aparat penegak hukum, tetapi juga komponen utama dalam sistem          pertahanan keamanan nasional, khususnya    untuk menjaga keamanan dan          ketertiban masyarakat (kamtibmas).

C. Landasan Hukum (UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara)

  1. Pasal 4:
    "Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman."

            Norma ini mengatur bahwa Pertahanan negara dibentuk untuk mengatasi segala    macam ancaman, baik itu ancaman militer maupun             ancaman non-militer.

  1. Pasal 7 ayat (2):
    "Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung."

            Norma ini mengatur bahwa TNI adalah kekuatan utama dalam menghadapi ancaman        militer.

  1. Pasal 7 ayat (3):
    "Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman non-militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman, didukung unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa."

            Norma ini mengatur bahwa Untuk menghadapi ancaman non-militer, Polri adalah             unsur utama.

  1. Pasal 13 ayat (1):
    "Presiden berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahanan negara."

Norma ini mengatur bahwa Presiden yang berwenangn dan bertanggung jawad atas Sistim Pertanan Negara.

  1. Pasal 13 ayat (2):
    "Dalam pengelolaan sistem pertahanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menetapkan kebijakan umum pertahanan negara yang menjadi acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan sistem pertahanan negara."

            Norma ini mengatur bahwa Presiden memegang otoritas penuh atas kebijakan umum        pertahanan negara, termasuk kebijakan umum kamtibmas dan penegakan hukum oleh         Polri.

  1. Pasal 16 ayat (2):
    "Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara."

            Norma ini mengatur bahwa Menteri Pertahanan berfungsi membantu Presiden dalam        perumusan teknis.

  1. Pasal 16 ayat (6):
    "Menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh TNI dan komponen pertahanan lainnya."

            Norma ini mengatur bahwa anggaran Polri juga harus selaras dengan kebijakan     Menhan, karena Polri merupakan komponen pertahanan non-militer. Artinya anggran Polri harus berasal dari Menhan

  1. Pasal 25 ayat (1):
    "Pertahanan negara dibiayai dari APBN."

    Norma ini mengatur bahwa semua kebutuhan untuk pertahan negara baik itu untuk menghadapi ancaman militer maupun ancaman non militer semuanya berasal dari APBN

  2. Pasal 25 ayat (2):
    "Pembiayaan pertahanan negara ditujukan untuk membangun, memelihara, mengembangkan, dan menggunakan TNI serta komponen pertahanan lainnya."

            Norma ini mengatur bahwa Polri sebagai komponen pertahanan menghadapi ancaman      non-militer, seharusnya dibiayai hanya dari APBN. Tidak bolah ada biaya dari luar  APBN, misalnya tidak boleh ada hibah tanah dari swasta untuk membangun asrama. 

D. Landasan Hukum (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri)

            1. Kedudukan Polri di Bawah Presiden

            Pasal 8 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002:
            "Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden."

  Norma ini menegaskan bahwa secara kelembagaan, Polri tidak tunduk kepada    menteri, tetapi langsung kepada Presiden sebagai kepala negara dan kepala  pemerintahan.

            2. Kebijakan Umum Presiden dalam Pertahanan Negara

            Pasal 13 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002:
            "Presiden berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pertahanan        negara."

            Pasal 13 ayat (2) UU No. 3 Tahun 2002:
            "Dalam pengelolaan sistem pertahanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),      Presiden             menetapkan kebijakan umum pertahanan negara yang menjadi acuan bagi perencanaan,                             penyelenggaraan, dan pengawasan sistem pertahanan negara."

   Norma ini menjadikan Presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam            menetapkan kebijakan umum pertahanan negara termasuk kebijakan umum dalam       keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum

            3. Keterkaitan Logis

·      Karena Polri berada di bawah Presiden (UU Polri), maka segala arah kebijakan Polri tidak boleh dilepaskan dari kebijakan umum Presiden.

·      Karena Presiden menetapkan kebijakan umum pertahanan negara (UU Pertahanan), maka kebijakan umum Polri di bidang kamtibmas dan gakkum otomatis menjadi bagian dari kebijakan umum pertahanan negara.

·      Dengan demikian, Polri tidak boleh membuat kebijakan umum sendiri, melainkan tunduk pada kerangka kebijakan umum pertahanan negara yang ditetapkan Presiden.

            4. Implikasi Normatif

          Kebijakan Umum Kamtibmas = Kebijakan Umum Pertahanan Negara
          Polri menghadapi ancaman non-militer → termasuk dalam pertahanan negara. Jadi, kebijakan                umum kamtibmas dan gakkum yang dilaksanakan Polri adalah bagian dari kebijakan umum                    Pertahanan Negara.

         Koordinasi oleh Menhan
          Karena Menhan membantu Presiden merumuskan kebijakan umum pertahanan negara                           (Pasal 16 ayat (2) UU 3/2002), maka otomatis arah kebijakan Polri juga harus                                     dikoordinasikan oleh Menhan.

   Anggaran Polri
   Karena Menhan menetapkan kebijakan penganggaran (Pasal 16 ayat (6) UU 3/2002), maka      anggaran Polri seharusnya masuk dalam mekanisme Kementerian Pertahanan.

            Dengan begitu, jelas sekali jalur hukumnya:

            a. UU Polri: Polri di bawah Presiden.

            b. UU Pertahanan: Presiden tetapkan kebijakan umum pertahanan negara.

            c. Implikasi: Kebijakan umum Polri adalah bagian dari kebijakan umum                                   pertahanan negara Presiden.

E. Usulan Reformasi

1. Reformasi Anggaran

            Tidak ada pasal tentang anggaran Polri:
            Berpotensi menyebabkan ketergantungan pada sumber non-negara. Polri harus tunduk      pada mekanisme APBN melalui Menhan (Pasal 16 ayat (6) & Pasal 25 UU     3/2002).

Usulan Pasal Baru:
Pasal….

     (1) Polri dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari        Anggaran    Pendapatan dan Belanja Negara. sesuai kebijakan umum             pertahanan negara yang        ditetapkan Presiden."

   (2) Keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan      oleh   Kementrian Pertahanan.

2. Reformasi Alih Status.

Pasal 28 ayat (3):
Mengatur alih status, tetapi penjelasan memberi celah penempatan Polri aktif di lembaga lain.

Usulan Revisi:
"Anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar Polri setelah mengundurkan diri atau pensiun. Penugasan sementara hanya dimungkinkan untuk kepentingan negara yang bersifat teknis, terbatas, tidak menduduki jabatan struktural, dan tidak boleh bertentangan dengan tugas utama Polri."

3. Reformasi Diskresi.

Pasal 18:
Mengatur diskresi, tetapi memberi kewenangan luas tanpa batas definisi pejabat, tanpa mekanisme pelaporan, dan menempatkan kode etik sejajar dengan UU.

Usulan Revisi:

  1. “Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat Polri dalam keadaan yang sangat perlu, dengan dasar UU, dan dalam kerangka kebijakan umum pertahanan negara yang ditetapkan Presiden.”
  2. “Kode Etik Profesi Kepolisian berfungsi sebagai pedoman perilaku tambahan, tidak dapat menggantikan UU.”
  3. “Setiap penggunaan diskresi wajib dilaporkan segera kepada atasan langsung baik secara lisan maupun tertulis.”
  4. “Atasan langsung wajib mengevaluasi penggunaan diskresi dan dapat memberikan sanksi jika ditemukan penyimpangan.”

 

5. Reformasi Kebijakan

    Usulan Rumusan Baru dalam UU Polri

Pasal Baru:

     "Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Polri tunduk pada kebijakan umum           pertahanan negara yang ditetapkan oleh Presiden. Kebijakan umum Polri di bidang            kamtibmas dan penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan umum pertahanan negara. Perumusan dan penganggarannya dilakukan        melalui mekanisme Kementerian Pertahanan sesuai peraturan perundang-          undangan."

F. Penutup

Reformasi Polri harus dimulai dari UUD 1945 yang menegaskan Polri sebagai kekuatan utama dalam sistem pertahanan keamanan negara, diturunkan ke dalam UU No. 3 Tahun 2002 yang menempatkan Presiden sebagai penentu kebijakan umum pertahanan, lalu dipertegas dalam UU No. 2 Tahun 2002 dengan mengatur ulang tiga aspek penting: anggaran, alih status, dan diskresi.

Dengan reformasi ini:

  1. Anggaran Polri sepenuhnya berasal dari APBN melalui Menhan.
  2. Anggota Polri tidak bisa otomatis menduduki jabatan di luar Polri tanpa alih status.
  3. Diskresi Polri menjadi akuntabel dan selalu berada dalam bingkai hukum serta kebijakan umum Presiden.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar