17 September 2025

Mengapa Anggaran Polri Harus Melalui Kementerian Pertahanan

Mengapa Anggaran Polri Harus Melalui Kementerian Pertahanan

Jakarta 17 September 2025.
Oleh: Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB

Integrasi Pertahanan dan Keamanan dalam UUD 1945.

Konstitusi kita, UUD 1945, dengan tegas menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai kekuatan utama dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Hal ini tertuang dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945:

“Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.”

Dengan demikian, TNI dan Polri bukan dua entitas yang terpisah, melainkan bagian integral dari satu sistem yang utuh: Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).

Fungsi Pertahanan Negara: Menghadapi Segala Ancaman

Menurut Pasal 4 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, fungsi pertahanan negara adalah menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala bentuk ancaman.

  • Pasal 7 ayat (2): Dalam menghadapi ancaman militer, TNI menjadi komponen utama.
  • Pasal 7 ayat (3): Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan menjadi unsur utama — di sini Polri adalah garda terdepan untuk menghadapi ancaman kamtibmas.

Dengan kerangka ini, jelas bahwa Polri adalah bagian dari sistem pertahanan negara, hanya saja perannya difokuskan pada ancaman nonmiliter.

Peran Menteri Pertahanan: Menyatukan Militer dan Nonmiliter

Selanjutnya, Pasal 16 ayat (6) UU Pertahanan Negara menegaskan:

“Menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya.”

Frasa komponen pertahanan lainnya secara logis mencakup Polri, karena Polri ditetapkan oleh Pasal 7 sebagai unsur utama menghadapi ancaman nonmiliter. Artinya, Menteri Pertahanan berwenang menetapkan kebijakan penganggaran untuk Polri sebagai bagian dari sistem pertahanan negara.

Masalah Fragmentasi Anggaran

Dalam praktiknya, saat ini terdapat perbedaan jalur anggaran:

  • TNI: Anggaran melalui Kementerian Pertahanan.
  • Polri: Anggaran langsung dari APBN, tidak melewati Kementerian Pertahanan.

Kondisi ini melahirkan fragmentasi pertahanan-keamanan yang bertentangan dengan amanat konstitusi. Akibatnya:

  1. Kebijakan pertahanan negara timpang — Menteri Pertahanan tidak memiliki kendali penuh atas ancaman nonmiliter.
  2. APBN tidak efisien — karena pengelolaan anggaran pertahanan dan keamanan berjalan sendiri-sendiri.
  3. Integrasi Sishankamrata terganggu — padahal UUD 1945 menuntut adanya sistem pertahanan dan keamanan yang terpadu.

Urgensi Reformasi Anggaran Polri

Agar sistem pertahanan negara dapat berjalan sesuai UUD 1945 dan UU Pertahanan Negara, anggaran Polri harus dialirkan melalui Kementerian Pertahanan. Dengan demikian:

  • Menteri Pertahanan dapat menyusun kebijakan pertahanan negara yang komprehensif mencakup ancaman militer dan nonmiliter.
  • Presiden dapat menetapkan Kebijakan Umum Pertahanan Negara (Jakum Hanneg) yang sesuai dengan konstitusi.
  • APBN dikelola lebih efisien, transparan, dan akuntabel, sesuai Pasal 23 UUD 1945.

Kesimpulan

Menempatkan anggaran Polri di luar Kementerian Pertahanan bukan hanya soal teknis birokrasi, tetapi juga soal kepatuhan konstitusional. UUD 1945 menuntut adanya integrasi antara TNI dan Polri dalam satu sistem pertahanan dan keamanan negara.

Karena itu, revisi UU Polri mendesak dilakukan, dengan memasukkan norma bahwa:

“Segala biaya penyelenggaraan tugas Polri dibebankan pada APBN melalui Kementerian Pertahanan.”

Hanya dengan cara inilah, Indonesia dapat memiliki sistem pertahanan dan keamanan yang benar-benar utuh, efisien, dan sesuai dengan amanat konstitusi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar