23 Maret 2022

PASAL SELUNDUPAN MEMBANJIRI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PENYELENGGARAAN KEAMANAN, KESELAMATAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DAN WILAYAH YURISDIKSI INDONESIA DUNIA PELAYARAN INDONESIA SEMAKIN TERPURUK, INVESTASI TERANCAM GAGAL, HARGA BARANG MELAMBUNG TINGGI RAKYAT MENJERIT

Jakarta 23 Maret 2022

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH

Pada tanggal 11 Maret 2022 telah terbit Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum di wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia (PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI), yang mengatur tentang Tugas Bakamla dan kewenangan Bakamla.

 

Pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).

Pembentukan (PP) ini tidak bisa dilakukan sesuka hati, tapi ada aturan yang harus dipatuhi yaitu Pasal 12 UU 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. 

Pasal 12 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan selengkapnya berbunyi :

 “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya”.

Pada Penjelasan Pasal 12 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah dirobah dengn             UU 15 tahun 2019 dijelaskan bahwa yang     dimaksud dengan     “menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah UNTUK MELAKSANAKAN PERINTAH UNDANG-UNDANG atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang  yang bersangkutan. 

Sangat jelas diatur bahwa PP adalah untuk menjalankan undang-undang dan tidak boleh menyimpang dari materi pasal yang  ada pada Undang-undang yang menjadi rujukannya. 

Pada kolom "mengingat" dan "menimbang" PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI tertulis pasal 13 ayat (2) huruf c, pasal 62 haruf a, huruf b dan huruf c dan pasal 63 ayat (1) huruf c UU 32/2014  ttg kelautan. Artinya PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI adalah aturan turunan dari UU 32/2014 ttg Kelautan atau UU 32/2014 ttg Kelautan adalah rujukan dari PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI sehingga semua materi pasal yang ada dalam PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI harus berasal dari materi pasal UU 32/2014 ttg Kelautan.

Lalu bagaimana kalau ada materi pasal pada PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI yang tidak berasal dari UU 32/2014 ttg Kelautan ? Materi pasal yang tidak berasal dari UU 32/2014 ttg Kelautan itulah yang  disebut sebagai Pasal Selundupan.

Sebagai pasal yang diselundupkan tentunya arti yang sangat besar bagi orang yang menyelundupkannya. Dengan menggunakan pasal selundupan itu sang penyelundup akan mendapat keuntungan yang besar, sebaliknya orang lain akan menderita kerugian besar. 

Banyaknya pasal selundupan itu mengakibatkan penegakan hukum dilaut yang dilakukan berdasarkan PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI akan terganggu. Akibatnya asuransi angkutan barang akan melambung tinggi. Perusahaan Pelayaran akan semakin menderita, Investasi yang dilaksanakan oleh Kemenkomarinves  pasti akan terjerembab, karena harga jual hasil investasi akan menjadi mahal, tak ketinggalan pula, rakyat jelatapun akan menjerit karena harga barang-barang yang diangkut lewat laut akan melambung tinggi. Misalnya minyak goreng yang diangkut lewat laut pasti akan menjadi mahal.

Sebaliknya para konseptor PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI yang dengan sengaja memasukan pasal-pasal selundupan itu menari-nari kegirangan membayangkan keuntungan yang akan didapat. Bahkan dengan tidak malu malu datang ke DPR melaporkan terbitnya PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI yang ASPAL itu dengan harapan mendapat anggaran tambahan (Ketahuan ada maunya ). 

PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI disebut Asli karena ditandatangani oleh presiden, tapi juga disebut Palsu karena banyak pasal selundupan.

Pasal-pasal selundupan.

PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  memiliki 38 pasal. Dari ke 38 pasal itu, sedikitnya ada 15 pasal yang tidak berasal dari UU 32/2014 ttg Kelautan. Artinya ada 15 pasal selundupan.

Materi pasal-pasal selundupan.

1.         Pasal 1 angka 8, PKK&PHWPWYI  bahwa  Menteri adalah menteri yang
koordinasi, sisinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. (Menkopolhukam)

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Hal ini disebabkan karena pada Pasal 1 angka 14 UU 32/2014 ttg Kelautan mengatur bahwa Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Kelautan. (Menteri Kelautan dan Perikanan)

2.         Pasal 4 ayat 2 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

 

 "Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berperan sebagai koordinator kementerian/lembaga pada forum internasional di bidang keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang hubungan luar negeri,"                                           

 

Nah artinya Bakamla bermimpi untuk kembali menjadi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) sebagaiman yang diatur oleh Perpres 81 tahun 2005 tentang Bakorkamla.

Materi pasal 4 ayat 2 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI tidak ada sama sekali dalam materi pasal-pasal yang ada dalam UU 32/2014 tentang Kelautan. Sehingga keberadaannya merupakan hasil selundupan.

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa Bakamla adalah koordinator penegakan hukum dilaut. 

Koordinator institusi terkait pelanggaran hukum diperairan Indonesia adalah Kepolisian RI (POLAIR). Hal tersebut diatur oleh pasal 7 ayat  2 KUHAP yang selengkapnya berbunyi :

            "(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar   hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dalam         koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a".

Pasal 6 ayat (1) KUHAP selengkapnya berbunyi :

            a. Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia

b. Pejabat Pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh           undang-undang. 

Mengalir dari pasal 6 dan 7 KUHAP sangat jelas mengatur bahwa Polisi Negara Indonesia yang menjadi koordinator institusi yang terkait dengan penegakan hukum.

3.         Pada penjelasan pasal 4 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan "forum internasional" adalah forum kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dibidang keamanan, keselamatan dan penegakan hukum dilaut termasuk Asian Coast Guard Agencies Meeting (HACGAM) dan Coast Guard Summit.

 

Apa yang diatur pada penjelasan pasal 4 ayat (2) ini sama sekali tidak diatur pada UU 32/2014 ttg Kelautan. Bagaimana mungkin Bakamla yang bukan penegak hukum dan juga bukan Indonesia Coast Guard akan mewakili para Penegak Hukum Indonesia dan mengangkat diri sebagai Coast Guard Indonesia di forum Internasional ?? Akan sangat memalukan Indonesia bila Bakamla yang BUKAN PENEGAK HUKUM tapi akan mewakili para penegak hukum Indonesia. 

 

4.         Pasal 1O ayat (1) dan ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

 

(1) Patroli bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diselenggarakan oleh Badan dengan melibatkan Instansi Terkait dan Instansi  Teknis secara bersama-sama, terpadu, dan terintegrasi. 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa Bakamla dapat melibatkan instansi terkait dan instansi teknis secara terpadu dan terintegrasi. Bakamla yang bukan aparat penegak hukum hanya bisa berpatroli sendirian saja. Instansi teknis dan instansi terkait yang merupakan para penegak hukum ketika dilaut mereka tidak hanya berpatroli saja tapi juga melaksanakan kegiatan penegakan hukum sebagaimana yang diatur oleh KUHAP. Bakamla yang bukan penegak hukum akan aneh bin ajain bia akan memimpin para penegak hukum dilaut. 

5.         Pasal 1O ayat (2) dan ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :    

(2) Instansi Terkait dan Instansi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  menunjuk         personel beserta aset Patroli untuk melakukan Patroli bersama.

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa instansi terkait dan instansi teknis harus menunjuk personel beserta aset Patroli untuk melakukan Patroli bersama.            

6.         Pasal 11 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

"Segala pendanaan personel beserta aset Patroli Instansi Terkait dan Instansi     Teknis yang ditunjuk dalam melaksanakan Patroli bersama dialokasikan   pada anggaran Badan"

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa segala pendanaan personel beserta aset Patroli Instansi Terkait dan Instansi Teknis yang ditunjuk dalam melaksanakan Patroli bersama dialokasikan pada anggaran Bakamla. Hal ini pun bertentangan dengan sistim keuangan negara.  Pasal ini sangat berpotensi dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan korupsi uang negara. Dapat dibayangkan berapa besar jumlah bahan bakar, minyak pelumas dan pengeluaran lain lain yang akan dilaporkan Bakamla untuk membiayai instansi terkait dan instansi lainnya. perlu diingat, Bakamla pernah terkait kasus Korupsi satelit yang mengorbankan anggota DPR dan pati TNI AL lumasBakam lada dapat dengan

7.        Materi Pasal 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI semuanya tidak diatur dalam UU 32/2014 tyg Kelautan, sehingga otomatis menjadi pasal selundupan yng tidak memikili kekuatan hukum yang mengikat.

8.         Pasal 2O ayat (1) dan ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

            (1) Dalam rangka meningkatkan interoperabilitas dan kemampuan          personel pelaksana     Patroli, Badan melaksanakan latihan bersama dengan            Instansi Terkait dan Instsnsi Teknis paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6    (enam) bulan. 

 (2) Latihan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan instansi penegak hukum negara lain sesuai dengan perjanjian kerja sama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa Bakamla dapat melaksanakan latihan bersama dengan instansi terkait dan instansi teknis lainnya. Hal itu disebabkan karena Bakamla yang bukan penegak hukumnya pola operasinya pasti sangat berbeda dengan pola operasi para penegak hukum dilaut. 

Akan Sangat memalukan Indonesia bila Bakamla melakukan latihan bersama dengan para penegak hukum negara lain, karena Bakamla BUKAN PENEGAK HUKUM. Untuk latihan bersama dgn para instansi terkait dan instansi teknis di Indonesia saja Bakamla sudah tidak pantas (bukan level kalau istilah mileneal).

9.         Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 22 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

"(2) Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Badan sebagaimana       dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pengumpulan data dan informasi; b.   penindakan; dan
c. penyerahan hasil penindakan". 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa bakamla adalah Penegak Hukum. Bahkan materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP, karena pada KUHAP para penegak hukum tidak disebut dengan nama institusi, tapi dengan sebutan  Pejabat Pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. sebagaimana yang diatur pada pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP. 

10.         Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 23 ayat (1) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

 "(1) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22    ayat (2) huruf a     dilaksanakan untuk mencari, mengumpulkan, menemukan,   dan mengolah data dan informasi terhadap suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran peraturan perundang- undangan dan/ atau tindak pidana". 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa bakamla adalah Pengumpul data dan infrmasi untuk penegakan hukum. Pengumpuak data untuk penegakan hukum itu disebut Penyelidikan yang diatur oleh KUHAP. Dengan demikian materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP. 

11.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 23 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

 "(2) Dalam rangka pelaksanaan pencarian, pengumpulan, penemuan, dan  pengolahan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan  dapat melibatkan Instansi Terkait dan/ atau Instansi tehnis." 

12.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat  (5) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  selengkapnya berbunyi :

 (l) Penindalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b    dilakukan dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup atau tertangkap      tangan. 

 l2l Badan menyerahkan hasil penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat        (1) kepada instansi yang memiliki kewenangan penyidikan untuk   pelaksanaan proses hukum lebih lanjut.

 (3) Penyerahan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi        dengan hasil pemeriksaan, paling sedikit memuat: 

 a. laporan kejadian; b, gambar situasi pengejaran dan penindakan/peta oleat;      c. pernyataan tentang posisi kapal; d. surat perintah dan berita acara   pemeriksaan kapal, orang, dan muatan; e. berita acara penangkapan; f. surat       perintah dan berita acara membawa kapal dan orang; g. dokumentasi; dan
h.   berita acara serah terima kapa.l, perlengkapan kapal, orang, dan dokumen. 

(4) Penyerahan hasil sebasaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam        waktu segera kepada instansi yang memiliki kewenangan sesuar dengan ketentuan peratur€ur perundang-undangan. 

(5) Penyerahan hasil penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus      diserahkan                 secara lengkap dengan berita acara serah terima hasil    

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur bahwa bakamla memiliki kewenangan untuk melakukan proses penegakan hukum sebagaimana yang diatur pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat  (5) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. Selain itu, materi pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4) dan ayat  (5) PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI  adalah bagian dari proses penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP. Dengan demikian materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP. 

13.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, asal 25 ayat (1) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :  

 "(1) Instansi yang memiliki kewenangan penyidikan wajib menerima dan             menindaklanjuti hasil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c          sesuai dengan ketentuan peraturang undangan".

 Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur materi seperti yang tertulis pada pasal 25 ayat (1) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. Selain itu, materi pada Pasal 25 ayat (1) PP 13/2022 ttg KK&PHWPWYI  adalah bagian dari proses penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP. Dengan demikian materi pasal ini bertentangan dengan KUHAP. 

14.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, asal 25 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :  

"(1) Jika instansi yang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana      dimaksud pada ayat (1) menolak penyerahan dan/ atau tidak             menindaklanjuti hasil penindakan yang dilakukan Badan maka instansi    tersebut dalam waktu paling lambat 7 (tqjuh) hari sejak tanggal penyerahan     wajib melapor kepada Menteri disertai alasan hukum". 

Pada materi pasal ini sangat terlihat bahwa materi pasal ini diselundupkan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan.  Alasan pertama, yang dimaksud Menteri pada pasal ini adalah Menkopolhukam, padahal menurut Pasal 1 angka 14 UU 32/2014 ttg Kelautan mengatur bahwa Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Kelautan. (Menteri Kelautan dan Perikanan)

15.       Bab V Penegakan Hukum, yaitu, pasal 26 ayat 2 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :  

  "(2) Instansi yang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud        dalam Pasal 25 wajib memberitahukan secara tertulis perkembangan            penyelidikan dan/atau penyidikan kepada Badan". 

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Karena tidak ada satu pasalpun dalam UU 32/2014 ttg Kelautan yang mengatur materi seperti yang tertulis pada pasal 26 ayat (2) PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI. Disamping itu adalah hal yang sangat aneh bin ajaib bila para penyidik harus melaporkan proses hukum yang sedang berjalan kepada kepada Ka Bakamla yang bukan institusi penegak hukum dan para personilnya bukan penyidik. 

16.       Pasal 32 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI selengkapnya berbunyi :

 

  "Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi keamanan, keselamatan, dan       penegakan hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurusdiksi       Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan dan Instansi terkait".

Menteri yang dimasksud pada Pasal 32 PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI adalah Menkopolhukam sebagaimana yang diatur pada Pasal 1 angka 8,  PP 13/2022 ttg PKK&PHWPWYI  bahwa  Menteri adalah menteri yang
koordinasi, sisinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. (Menkopolhukam)

Sangat jelas bahwa materi pasal ini adalah pasal selundupan atau berasal dari luar UU 32/2014 ttg Kelautan. Hal ini disebabkan karena pada Pasal 1 angka 14 UU 32/2014 ttg Kelautan mengatur bahwa Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Kelautan. (Menteri Kelautan dan Perikanan)

Kesimpulan.

Dengan membajirnya pasal selundupan atau pasal yang berasal dari luar UU 32/2014 tag Kelautan, masuk  ke dalam PP 13 PKK&PHWPWYI maka dari perpektif hukum PP ini tidak punya kekuatan hukum yang mengikat. Akibatnya dapt dipastikan bahwa dalam pelaksanaannya akan banyak menimbulkan masalah hukum, sehingga penegakan hukum dilaut menjadi semakin tidak pasti. Bila selama ini yang melakukan penegakan hukum hanya terbatas kepada instansi terkait yang memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum, sekarang ini ditambah lagi dengan Bakamla yang "hanya sebagai koordinator" tapi ikut-ikutan melaksanakan penegakan hukum. Hal ini tentunya mengakibatkan naiknya biaya asuransi muatan kapal laut, yang kemudian akan disusul denan naiknya harga barang yang diangkut oleh kapal. Naiknya harga minyak goreng juga  dapat disebabkan karena naiknya biaya asuransi pengangkutan barang lewat laut. Para pengusaha Pelayaran akan semakin terpuruk akibat adanya ketidak pastian dalam penegakan hukum. Investasi yang dilakukan oleh Kemenkomarinves pun akan ikut terjerembab. karena hasil investasi tidak akan bisa dijual dengan harga murah. Rakyat akan menjerit-jerit .....

Lalu apakah hal ini dapat dibenarkan ???? 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar