6 Juli 2022

TERTIPU OLEH PT TMS, GUBERNUR SULUT DAN BUPATI SANGIHE TERANCAM TERLAPOR TURUT SERTA DLM TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN.

Jakarta 06 Juli 2022

Oleh : Laksda TNI (Purn) Solema B. Ponto, ST, SH, MH

Pada bulan Januari 2021, Kementrian Energi dan Dumber Daya Minteral atau ESDM mengeluarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe kepada PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS).

Berbekal Keputusan itu PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) mulai melaksanakan aktifitas pertambangan di Sangihe. Keputusan itu dimanfaatkan sebagai Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe, kemudian digugat oleh seorang ibu rumah tangga asal Sangihe, bernama Elbi Pieter. Gugatan itu didaftarkan di PTUN Jakarta, perkara No. 146/G/2021/PTUN-Jkt. 

Dalam fakta persidangan perkara No. 146/G/2021/PTUN-Jkt, pada pertimbangan hukum Majelis Hakim dan pada amar putusannya, menyatakan bahwa Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe, itu adalah kontrak karya.

Pengacara PT TMS, Pandeirot kepada Manadopost pun menyatakan bahwa Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe, itu adalah kontrak karya

“Karena surat tersebut merupakan hasil dari kontrak perdata yaitu kontrak karya. Yang mana Pemerintah Indonesia dalam kontrak tersebut telah berjanji untuk mengeluarkan izin usaha kepada PT TMS,” kata Pandeirot.

 

Mengalir dari pernyataan Pengacara PT TMS sangat jelas bahwa salah satu materi dari Kontrak karya itu adalah janji dari pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Izin Usaha kepada PT TMS. Hal ini membuktikan bahwa Kontrak Karya bukan Izin Usaha Pertambangan

 

Padahal selama ini semua aktifitas penambangan PT TMS dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe,

Arti dari Kontrak Karya.

Sejak tahun 2009 arti dari nomenklatur "Kontrak Karya" sudah harus merujuk kepada  UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal itu diatur pada 

Yang dimaksud dengan Kontrak Karya yang diatur pada Pasal 1 angka 6a UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara yang selengkapnya berbunyi :

 Kontrak Karya yang selanjutnya disebut KK adalah perjanjian     antara pemerintah                           dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia   untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral.

Jadi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe itu adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan PT TMS untuk melakukan kegiatan Usaha pertambangan Emas di Sangihe.

Usaha Pertambangan dapat dilakukan berdasarkan Perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat. Hal itu diatur pada pasal 35 ayat (1) UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara dselengkapnya berbunyi :

(1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari     Pemerintah Pusat.

Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha atau kegiatannya. Hal itu diatur pada pasal 1 angka 6c UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara.

Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 35 ayat (1) UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara dilaksanakan melalui pemberian : a. Nomor Induk Berusaha, b. Sertifikat Standar dan atau c. IZIN. Hal itu diatur pada pasal 35 ayat (2) UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara.

Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Kerja bukan IZIN.

IZIN terdiri atas, a. IUP, b. IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, d. IPR, e. SIPB, f. Izin Penugasan ; Izin Pengangkutan dan Penjualan, g. IUPJ, h. IUP untuk Penjualan.  Hal itu diatur pada pasal 35 ayat (3) UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sangat jelas bahwa dalam UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU 11/2020 ttg Cipta Kerja tidak ditemukan bahwa " Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Kerja" adalah sebagai IZIN . 

PT TMS Tidak Punya IZIN.

PT TMS pada dasarnya tidak memiliki IZIN. PT TMS hanya memiliki "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" yang merupakan Kontrak Karya yang menurut mereka itu adalah IZIN. Hal yang sama juga dipahami oleh Karo Hukum Sulut Flora Krisen bahwa itu ada IUP.  (Kontrak rasa IUP heheeh).

Kontrak rasa IUP itulah yang dipake PT TMS sebagai dasar pekerjaan fisik di lapangan untuk melaksanakan operasi produksi pertambangan emas. Artinya PT TMS melakukan aktifitas penambangan TANPA IZIN atau tanpa IUP. 

ANCAMAN Pidana Penjara bagi PT TMS.

 

Penambagnan tanpa IZIN Dilarang keras. Hal itu diatur pada Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, yang pada pokoknya MELARANG setiap orang melakukan kegiatan pertambangan tanpa IZIN. Barangsiapa yang melakukan pertambangan tanpa IZIN ada ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar. 

Oleh karena PT TMS tidak memiliki IZIN, (yang dimiliki adalah "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" ). Dengan demikian maka sangat jelas bahwa kegiatan PT TMS tergolong sebagai kegiatan pertambangan tanpa izin. Sehingga semua aktifitas PT TMS tersebut tidak saja harus dihentikan, tetapi juga harus dilakukan diproses hukum dan terancam pidana Penjara 5 tahun serta dendan Rp. 100 M. 

            Pasal 158 UU 3/2020  ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Minerba.

"Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah)". 

Gubernur Sulut, dan Bupati Sangihe terancam tertuduh turut serta melakukan tindak Pidana Penambangan.

PT TMS selama ini telah melakukan pembohongan publik. Mereka menyatakan bahwa  "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" itu adalah IUP. Padahal sangat jelas bahwa UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU 11/2020 ttg Cipta Kerja tidak mengatur bahwa "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" adalah IZIN.  Dengan demikian "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" bukan IZIN.  

Menurut pemahaman Karo Hukum Pemprov Sulut Flora Krisen,bahwa  "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" itu adalah IUP. Hal itu sangat terlihat pada pernyataannya kepada detik.com sebagai berikut :

"Karena mereka melakukan aktivitas di sana berdasarkan izin tambang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Bukan yang diterbitkan izin lingkungan ini, bukan izin lingkungan ini mereka beraktivitas," ujar Karo Hukum Pemprov Sulut Flora Krisen kepada detikcom, Sabtu (2/7/2022).

Sangat jelas yang dimaksud dengan izin tambang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat adalah  "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM.

Pemahaman Karo Hukum Pemprov Sulut Flora Krisen inilah secara formal menjadi pegangan Gubernur Sulut dan Bupati Sangihe,  untuk meyakini bahwa "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" itu adalah IUP. 

 

Dengan pemahaman seperti itu saya sangat yakin bahwa Gubernur Sulut serta Bupati Sangihe sangat mendukung pelaksanaan IUP itu. Kalau mereka tidak mendukung IUP itu maka mereka berdua dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100 Jt (Seratus juta rupiah), sebagaimana yang diatur pada pasal 162  UU 3/2020 ttg Perubahan atas UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

Setelah sekarang bahwa menurut pengadilan bahwa "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" itu adalah Kontrak Karya, bukan IUP, maka Gubernur Sulut dan Bupati Sangihe tidak wajib mendukung pelaksanaan  "Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya" .

 

Sekarang ini Gubernur Sulut dan Bupati Sanghe wajib memerintahkan aparat penegak hukum untuk menghentikan segala aktifitas PT TMS, karena mereka tidak memiliki IZIN. 

 

Apabila Gubernur Sulut dan Bupati Sangihe tidak mengambil langkah langkah untuk menghentikan aktifitas ilegal PT TMS itu, maka tidak tertutup kemungkinan keduanya bisa ikut terlapor turut serta dalam melakukan tindak pidana pertambangan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar