5 Juni 2024

PELESTARIAN BUDAYA DI ERA GLOBALISASI

 PELESTARIAN BUDAYA DI ERA GLOBALISASI

Jakarta 29 Juni 2024

Disampaikan pada seminar Fakutas Hukum Universitas Mpu Tantular

Oleh : 

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb


1.         Pendahuluan

Globalisasi adalah fenomena yang mempercepat interaksi dan integrasi antara masyarakat di seluruh dunia, didorong oleh kemajuan teknologi informasi, transportasi, dan komunikasi. Meskipun membawa banyak manfaat seperti pertukaran budaya dan pengetahuan, globalisasi juga menimbulkan tantangan serius bagi pelestarian budaya lokal. Tantangan ini meliputi ancaman homogenisasi budaya, kehilangan identitas lokal, dan terkikisnya tradisi serta nilai-nilai yang telah lama dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan menerapkan strategi yang efektif dalam melestarikan budaya di era globalisasi.

2.         Konsep Pelestarian Budaya

Pelestarian budaya melibatkan upaya aktif untuk menjaga, mempertahankan, dan menghidupkan kembali elemen-elemen budaya yang berharga dari suatu komunitas. Elemen-elemen ini termasuk tradisi, adat istiadat, bahasa, seni, dan nilai-nilai sosial yang membentuk identitas unik dari kelompok masyarakat tersebut. Pelestarian budaya bukan hanya tentang menjaga warisan masa lalu, tetapi juga tentang memastikan bahwa budaya tersebut dapat berkembang dan relevan di masa depan.

3.         Contoh Pelestarian Budaya

3.1       Pelestarian Bahasa Daerah

Bahasa adalah salah satu aspek terpenting dari identitas budaya. Untuk melestarikan bahasa daerah, program pendidikan dan pelatihan bahasa dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah dan komunitas lokal. Selain itu, penggunaan teknologi digital untuk membuat aplikasi belajar bahasa dan platform media sosial dapat membantu generasi muda belajar dan menggunakan bahasa daerah mereka dalam kehidupan sehari-hari.

3.2       Festival Budaya

Festival budaya merupakan cara yang efektif untuk mempromosikan dan melestarikan tradisi budaya. Dengan mengadakan festival tahunan yang menampilkan seni tari, musik, dan kuliner tradisional, masyarakat dapat merasakan dan menghargai kekayaan budaya mereka. Festival ini juga dapat menarik wisatawan dan meningkatkan kesadaran global tentang keunikan budaya lokal.

3.3       Museum dan Arsip Digital

Museum dan arsip digital memainkan peran penting dalam mengumpulkan, menyimpan, dan memamerkan artefak budaya. Dengan mendigitalisasi artefak dan dokumen budaya, informasi ini dapat diakses secara luas oleh masyarakat umum, peneliti, dan generasi mendatang. Museum juga dapat mengadakan pameran dan workshop untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya.

4.4       Komunitas Seni Tradisional

            Mendukung komunitas seni tradisional seperti grup tari, musik, dan kerajinan tangan                 adalah cara lain untuk melestarikan budaya. Dengan memberikan dukungan finansial                 dan logistik kepada komunitas ini, mereka dapat terus beroperasi dan mengajarkan                     keterampilan mereka kepada generasi muda. Selain itu, kolaborasi antara seniman                     tradisional dan seniman kontemporer dapat menghasilkan inovasi yang menjaga                         budaya tetap relevan.

5.         Filosofi yang Mendasari Pelestarian Budaya

Pelestarian budaya didasarkan pada beberapa filosofi utama yang menekankan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari identitas kolektif manusia.

5.1       Cultural Relativism

Filosofi ini mengajarkan bahwa semua budaya memiliki nilai dan keunikan yang harus dihormati dan dilestarikan. Cultural relativism menolak pandangan etnosentrisme yang menganggap satu budaya lebih unggul dari budaya lainnya. Dengan menghargai keragaman budaya, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis.

5.2       Philosophy of Cultural Continuity

Filosofi ini menekankan pentingnya menjaga kesinambungan budaya dari generasi ke generasi. Budaya bukanlah sesuatu yang statis; ia harus terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Namun, adaptasi ini harus dilakukan dengan cara yang tidak menghilangkan esensi dan nilai-nilai asli dari budaya tersebut.

6.         Landasan Teori Perkembangan budaya.

Perkembangan budaya dapat dijelaskan melalui berbagai teori ilmu sosial dan humaniora yang memberikan kerangka pemahaman tentang dinamika budaya dalam konteks globalisasi.

6.1       Teori Difusi Budaya

Teori difusi budaya adalah konsep yang menjelaskan bagaimana elemen-elemen budaya seperti ide, gaya, agama, teknologi, dan perilaku menyebar dari satu kelompok atau masyarakat ke kelompok atau masyarakat lain. Difusi budaya dapat terjadi melalui berbagai cara, termasuk perdagangan, penaklukan, migrasi, media, dan interaksi sosial. Pelestarian budaya membantu menjaga agar elemen budaya asli tidak hilang dalam proses ini dan memastikan bahwa budaya lokal tetap hidup dan berkembang.

6.2       Contoh-contoh Teori Difusi Budaya


6.2.1    Penyebaran Agama

    • Buddhisme: Agama Buddha yang berasal dari India menyebar ke berbagai wilayah di Asia, termasuk Tiongkok, Jepang, Korea, dan Asia Tenggara melalui jalur perdagangan, misionaris, dan penaklukan.
    • Islam: Islam menyebar dari Arab ke Afrika Utara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara melalui perdagangan, penaklukan, dan misionaris. Contoh nyata adalah penyebaran Islam di Indonesia melalui pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan India.

6.2.2    Penyebaran Teknologi

    • Teknologi Pertanian: Revolusi pertanian yang melibatkan teknik bercocok tanam, seperti irigasi dan penggunaan bajak, menyebar dari Mesopotamia ke Eropa dan Asia melalui interaksi perdagangan dan penaklukan.
    • Revolusi Industri: Teknologi dan ide-ide dari Revolusi Industri di Inggris menyebar ke seluruh Eropa, Amerika Utara, dan akhirnya ke seluruh dunia. Mesin uap, rel kereta api, dan teknologi manufaktur lainnya diadopsi oleh banyak negara yang ingin meningkatkan industrialisasi mereka.

6.2.3    Penyebaran Makanan dan Kuliner

    • Penyebaran Jagung dan Kentang: Tanaman jagung dan kentang yang berasal dari Amerika menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia setelah penemuan Amerika oleh Columbus. Tanaman ini menjadi bagian penting dari diet banyak masyarakat di seluruh dunia.
    • Sushi: Makanan tradisional Jepang, sushi, telah menyebar ke seluruh dunia dan menjadi bagian dari kuliner internasional. Restoran sushi dapat ditemukan di hampir setiap kota besar di dunia.

6.2.4    Penyebaran Mode dan Gaya Hidup

    • Jeans: Celana jeans yang berasal dari Amerika Serikat telah menjadi simbol mode global. Mulai digunakan oleh pekerja tambang, jeans sekarang dikenakan oleh orang-orang dari berbagai latar belakang sosial di seluruh dunia.
    • Yoga: Praktik yoga yang berasal dari India telah menyebar ke seluruh dunia dan diadopsi sebagai bagian dari gaya hidup sehat di banyak negara Barat. Studio yoga dan kelas yoga dapat ditemukan di banyak kota besar di seluruh dunia.

6.2.5    Penyebaran Musik dan Seni

    • Musik Jazz: Jazz yang berasal dari komunitas Afrika-Amerika di Amerika Serikat menyebar ke Eropa dan seluruh dunia, mempengaruhi berbagai genre musik lainnya dan menjadi bagian dari budaya musik global.
    • K-Pop: Musik pop Korea (K-Pop) telah menyebar secara global melalui media digital, menarik penggemar dari seluruh dunia dan mempengaruhi industri musik internasional.

Teori difusi budaya menunjukkan bagaimana elemen-elemen budaya dapat berpindah dan menyebar ke berbagai wilayah, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh budaya lokal. Proses difusi ini memperkaya keragaman budaya global dan menciptakan interaksi dinamis antara berbagai tradisi dan inovasi. Dengan memahami mekanisme difusi budaya, kita dapat lebih menghargai keragaman budaya yang ada dan bagaimana budaya kita terus berkembang dalam konteks globalisasi.


6.2       Teori Identitas Sosial

Teori Identitas Sosial dikembangkan oleh Henri Tajfel dan John Turner pada tahun 1979. Teori ini menjelaskan bagaimana individu mendefinisikan diri mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok sosial tertentu dan bagaimana identitas kelompok ini mempengaruhi perilaku dan sikap mereka terhadap kelompok lain. Teori ini menjelaskan bagaimana identitas kelompok dibentuk dan dipertahankan melalui simbol-simbol budaya, bahasa, dan tradisi. Identitas sosial sangat penting untuk memberikan rasa kebersamaan dan keanggotaan dalam suatu kelompok. Dengan melestarikan elemen-elemen budaya yang unik, komunitas dapat mempertahankan identitas mereka di tengah arus globalisasi

6.2.1    Contoh-contoh Teori Identitas Sosial

  1. Identitas Nasional
    • Gerakan Kemerdekaan: Selama perjuangan kemerdekaan Indonesia, rakyat Indonesia mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari satu bangsa, meskipun mereka berasal dari berbagai suku dan latar belakang budaya. Identitas nasional ini memotivasi mereka untuk bersatu melawan penjajahan dan meraih kemerdekaan.
    • Bangga Menjadi Orang Jepang: Orang Jepang seringkali mengidentifikasi diri mereka dengan nilai-nilai budaya dan tradisi Jepang, seperti etos kerja keras dan penghormatan terhadap senior. Identitas ini diperkuat melalui pendidikan, media, dan ritual budaya.
  1. Identitas Agama
    • Komunitas Muslim: Di banyak negara, individu yang beragama Islam mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari ummah (komunitas Muslim global). Identitas agama ini mempengaruhi cara mereka berpakaian, makanan yang mereka konsumsi, dan interaksi sosial mereka.
    • Gerakan Ekumenis: Dalam konteks Kristen, gerakan ekumenis berusaha untuk mempromosikan persatuan dan kerjasama antara berbagai denominasi Kristen, memperkuat identitas mereka sebagai bagian dari komunitas Kristen yang lebih luas.
  1. Identitas Etnis
    • Komunitas Tionghoa di Indonesia: Orang Tionghoa di Indonesia sering mempertahankan identitas etnis mereka melalui praktik budaya seperti perayaan Imlek, bahasa, dan kuliner. Identitas ini diperkuat melalui komunitas dan organisasi etnis.
    • Orang Maori di Selandia Baru: Orang Maori mempertahankan identitas etnis mereka melalui bahasa, seni (seperti tato tradisional moko), dan hak-hak tanah. Identitas ini diperkuat melalui pendidikan dan politik untuk memastikan warisan budaya mereka dihormati dan dilestarikan.
  1. Identitas Sosial Berdasarkan Kelas
    • Kelas Pekerja: Orang yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari kelas pekerja mungkin memiliki nilai dan perilaku yang berbeda dari mereka yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari kelas menengah atau atas. Identitas kelas ini dapat mempengaruhi pandangan politik, aspirasi ekonomi, dan interaksi sosial mereka.
    • Elite Sosial: Di beberapa masyarakat, anggota elite sosial mungkin mengidentifikasi diri mereka melalui akses eksklusif ke pendidikan, pekerjaan, dan gaya hidup tertentu. Identitas ini diperkuat melalui jaringan sosial, keanggotaan klub eksklusif, dan penggunaan simbol status.
  1. Identitas Gender
    • Gerakan Feminis: Identitas sebagai feminis mendorong individu untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan. Identitas ini dapat mempengaruhi pilihan karir, aktivitas politik, dan pandangan tentang peran gender dalam masyarakat.
    • Komunitas LGBTQ+: Orang yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari komunitas LGBTQ+ seringkali menemukan dukungan dan solidaritas dalam komunitas ini. Identitas ini diperkuat melalui organisasi advokasi, perayaan seperti Pride, dan jaringan sosial.

              Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari


  • Perilaku Pro-Sosial: Identitas sosial dapat mendorong perilaku pro-sosial, seperti saling membantu dan solidaritas dalam kelompok. Misalnya, komunitas yang kuat akan lebih mungkin untuk membantu anggotanya dalam situasi sulit.
  • Diskriminasi dan Konflik: Sayangnya, identitas sosial juga dapat menyebabkan diskriminasi dan konflik antar kelompok. Misalnya, prasangka dan stereotip negatif terhadap kelompok lain dapat menyebabkan ketegangan dan perpecahan sosial.

 

Teori Identitas Sosial memberikan fakta yang jelas untuk memahami bagaimana identitas individu dibentuk oleh keanggotaan mereka dalam kelompok sosial tertentu dan bagaimana identitas ini mempengaruhi perilaku dan sikap mereka. Dengan memahami dinamika ini, kita dapat lebih baik mengelola keragaman dan mendorong inklusi dalam masyarakat kita.

6.3.      Teori Modal Budaya (Cultural Capital)

Dikembangkan oleh dikembangkan oleh sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu. Teori ini menjelaskan bagaimana budaya dapat menjadi modal yang bernilai dalam membentuk identitas dan status sosial individu dan kelompok. Modal budaya mencakup pengetahuan, keterampilan, dan artefak budaya yang dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan sosial dan ekonomi. Pelestarian budaya memperkaya modal budaya yang dimiliki oleh suatu komunitas, sehingga mereka dapat lebih berdaya saing di tingkat global. Modal budaya dapat mempengaruhi 

6.3.1       Contoh-contoh Modal Budaya


6.3.1.1    Pendidikan dan Kualifikasi Akademik

    • Ivy League Education:  Seseorang yang memiliki gelar dari universitas Ivy League seperti Harvard atau Yale cenderung memiliki modal budaya yang tinggi. Gelar dari institusi-institusi ini sering dianggap sebagai simbol prestise dan kompetensi, membuka peluang karir yang lebih baik dan jaringan sosial yang kuat.
    • Sekolah Internasional: Anak-anak yang bersekolah di sekolah internasional dengan kurikulum berbasis internasional seperti I B atau A-Level sering kali memiliki keunggulan dalam mendapatkan pendidikan tinggi di luar negeri dan pekerjaan yang diinginkan.

6.3.1.2    Pengetahuan dan Keterampilan

    • Keterampilan Teknologi: Di era digital, keterampilan teknologi seperti pemrograman, desain grafis, dan analisis data menjadi modal budaya yang sangat berharga. Orang yang menguasai keterampilan ini memiliki peluang karir yang lebih luas dan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi.
    • Bilingual atau Multilingual: Menguasai lebih dari satu bahasa membuka banyak peluang di pasar kerja global. Misalnya, seseorang yang fasih berbahasa Inggris dan Mandarin memiliki keunggulan dalam bisnis internasional antara negara-negara Barat dan Tiongkok.

6.3.1.3    Gaya Hidup dan Kebiasaan Konsumsi

    • Konsumsi Seni dan Budaya: Orang yang terbiasa mengunjungi museum, galeri seni, teater, dan konser musik klasik cenderung memiliki modal budaya yang lebih tinggi. Pengalaman dan pengetahuan tentang seni dan budaya sering dianggap sebagai tanda pendidikan dan status sosial yang tinggi.
    • Kuliner dan Mode: Pemahaman dan apresiasi terhadap kuliner dan mode high-end juga dianggap sebagai bagian dari modal budaya. Orang yang memiliki pengetahuan luas tentang anggur, makanan internasional, dan fashion sering dianggap memiliki selera yang lebih halus dan berkelas.

6.3.4    Jaringan Sosial dan Koneksi

    • Klub Eksklusif: Keanggotaan dalam klub sosial atau olahraga eksklusif seperti country club dapat menjadi bentuk modal budaya. Anggota klub ini biasanya memiliki akses ke jaringan profesional dan sosial yang berpengaruh.
    • Organisasi Profesi: Keanggotaan dan partisipasi aktif dalam organisasi profesi seperti asosiasi dokter, pengacara, atau insinyur dapat meningkatkan modal budaya seseorang. Ini memberikan peluang untuk membangun koneksi, mengembangkan keterampilan, dan meningkatkan reputasi profesional.

6.3.5    Penampilan dan Manierisme

    • Etiket Sosial: Menguasai etiket sosial yang baik, seperti cara berpakaian, berbicara, dan berinteraksi dalam lingkungan profesional atau sosial, adalah bentuk modal budaya. Orang yang tahu bagaimana cara berperilaku dalam situasi formal sering kali dipandang lebih kompeten dan dapat dipercaya.
    • Presentasi Diri: Kemampuan untuk menyampaikan diri dengan percaya diri dan menarik dalam presentasi, wawancara, atau pertemuan bisnis adalah modal budaya yang berharga. Ini dapat meningkatkan peluang seseorang untuk sukses dalam karir dan hubungan sosial.

6.3.6   Dampak Modal Budaya

  • Mobilitas Sosial: Modal budaya dapat memfasilitasi mobilitas sosial vertikal, membantu individu naik ke kelas sosial yang lebih tinggi melalui pendidikan, pekerjaan, dan jaringan sosial.
  • Reproduksi Sosial: Modal budaya juga berperan dalam reproduksi sosial, di mana orang tua mentransfer modal budaya mereka kepada anak-anak mereka, memastikan bahwa generasi berikutnya mempertahankan atau meningkatkan status sosial mereka.

 

Teori Modal Budaya menyoroti pentingnya aset budaya dalam membentuk kesempatan hidup dan status sosial individu. Dengan mengenali dan memahami berbagai bentuk modal budaya, kita dapat lebih efektif dalam merancang kebijakan pendidikan dan sosial yang mendukung pemerataan kesempatan dan mobilitas sosial. Ini juga membantu individu menyadari nilai dari modal budaya yang mereka miliki dan bagaimana menggunakannya untuk mencapai tujuan hidup mereka.


7.         Tinjauan dari Perspektif Ilmu Hukum

Dari perspektif ilmu hukum, pelestarian budaya memerlukan kerangka hukum yang kuat untuk melindungi, mengatur, dan mempromosikan warisan budaya. Berikut ini adalah penjelasan tentang pelestarian budaya di era globalisasi dari sudut pandang ilmu hukum, prinsip hukum, teori hukum.


7.1       Teori Ilmu Hukum yang Mendukung Pelestarian Budaya


7.1.1    Teori Hukum Adat

    • Prinsip: Hukum adat adalah sistem hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adat, yang mengatur berbagai aspek kehidupan termasuk pelestarian budaya. Hukum adat mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang telah diwariskan secara turun-temurun.
    • Penerapan: Pengakuan dan perlindungan hukum adat melalui Pasal 18B UUD 1945 dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memungkinkan masyarakat adat untuk menjaga dan mengelola tanah serta budaya mereka sesuai dengan tradisi.
    • Contoh: Di Bali, hukum adat (awig-awig) mengatur pelaksanaan upacara keagamaan dan adat yang memastikan tradisi dan budaya Bali tetap terjaga dan dilestarikan.

7.1.2    Teori Hak Asasi Manusia (HAM)

    • Prinsip: Hak asasi manusia mencakup hak-hak budaya yang meliputi hak untuk menikmati budaya sendiri, menggunakan bahasa, dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya komunitas.
    • Penerapan: Indonesia menjamin hak-hak budaya melalui berbagai instrumen hukum nasional dan internasional yang diadopsi, seperti Konvensi UNESCO tentang Hak-Hak Budaya, serta melalui undang-undang nasional yang mengakui hak masyarakat adat dan budaya lokal.
    • Contoh: Perlindungan terhadap bahasa daerah melalui kurikulum pendidikan yang memasukkan pelajaran bahasa dan budaya lokal, seperti pelajaran bahasa Jawa di sekolah-sekolah di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

7.1.3    Teori Hukum Lingkungan

    • Prinsip: Hukum lingkungan mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk elemen-elemen budaya yang terkait dengan lingkungan, seperti situs-situs arkeologi dan ekosistem yang memiliki nilai budaya.
    • Penerapan: Konservasi situs budaya diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang mengatur identifikasi, perlindungan, dan restorasi situs-situs yang memiliki nilai sejarah dan budaya.
    • Contoh: Pelestarian Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia yang tidak hanya melibatkan restorasi fisik tetapi juga pengelolaan lingkungan sekitarnya untuk memastikan keberlanjutan situs tersebut.

7.1.4    Teori Hukum Ekonomi

    • Prinsip: Hukum ekonomi mengatur kegiatan ekonomi dan perdagangan, termasuk pemanfaatan dan perlindungan produk budaya yang memiliki nilai ekonomi.
    • Penerapan: Perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) seperti hak cipta dan indikasi geografis melindungi produk-produk budaya dari peniruan dan eksploitasi tanpa izin, memastikan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang menciptakan produk tersebut.
    • Contoh: Batik sebagai produk budaya Indonesia dilindungi oleh indikasi geografis, yang memastikan hanya produk batik asli dari daerah tertentu yang boleh menggunakan label tersebut, melindungi kualitas dan reputasi batik serta memberikan manfaat ekonomi bagi pengrajin batik lokal.

7.2       Prinsip Hukum yang Mendukung Pelestarian Budaya


7.2.1    Pengakuan dan Perlindungan Hukum Adat

    • Prinsip: Hukum adat diakui dan dilindungi oleh konstitusi dan undang-undang nasional, yang memberikan kekuatan hukum kepada masyarakat adat untuk mengatur dan melestarikan budaya mereka.
    • Contoh: Pengakuan hak ulayat (hak tanah adat) yang memungkinkan masyarakat adat untuk menjaga dan mengelola tanah serta sumber daya alam mereka sesuai dengan tradisi.

7.2.2    Hak Kebudayaan sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia

    • Prinsip: Hak kebudayaan diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia yang meliputi hak untuk menikmati budaya sendiri, menggunakan bahasa, dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya komunitas.
    • Contoh: Perlindungan bahasa daerah dan tradisi lokal melalui pendidikan dan program-program pemerintah yang mendukung pelestarian budaya.

7.2.3    Konservasi Situs Budaya

    • Prinsip: Konservasi situs budaya diatur oleh undang-undang yang mengatur identifikasi, perlindungan, dan restorasi situs-situs yang memiliki nilai sejarah dan budaya.
    • Contoh: Pelestarian bangunan bersejarah di Jakarta Kota Tua yang melibatkan restorasi dan pengelolaan lingkungan sekitarnya untuk menjaga keaslian situs tersebut.

7.2.4    Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

    • Prinsip: Perlindungan HKI melindungi produk-produk budaya dari peniruan dan eksploitasi tanpa izin, memastikan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang menciptakan produk tersebut.
    • Contoh: Perlindungan indikasi geografis untuk produk-produk budaya seperti batik, tenun, dan kerajinan tangan yang memastikan kualitas dan reputasi produk serta memberikan manfaat ekonomi bagi pengrajin lokal.

8.         Contoh Penerapan Hukum dalam Pelestarian Budaya di Indonesia


8.1       Pengakuan dan Perlindungan Hukum Adat

    • Contoh: Pengakuan hak ulayat masyarakat adat Dayak di Kalimantan yang memungkinkan mereka untuk mengelola hutan dan sumber daya alam mereka sesuai dengan tradisi dan hukum adat.

8.2       Hak Kebudayaan sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia

    • Contoh: Program pendidikan budaya yang memasukkan pelajaran bahasa dan tradisi lokal, seperti pelajaran bahasa Bali di sekolah-sekolah di Bali, yang meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap budaya lokal.

8.3       Konservasi Situs Budaya

    • Contoh: Pelestarian Candi Prambanan di Yogyakarta yang melibatkan restorasi fisik dan pengelolaan lingkungan sekitarnya untuk memastikan keberlanjutan situs tersebut.

8.4       Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

    • Contoh: Perlindungan indikasi geografis untuk kopi Gayo dari Aceh yang memastikan kualitas dan reputasi produk serta memberikan manfaat ekonomi bagi petani kopi lokal.


Dengan pemahaman dan penerapan prinsip teori dan ilmu hukum yang mengatur hubungan sosial serta pelestarian budaya, Indonesia dapat menjaga warisan budayanya tetap lestari dan berkembang di tengah era globalisasi.


9.         Implementasi Praktis

Implementasi strategi pelestarian budaya memerlukan kerjasama antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, komunitas lokal, dan sektor swasta. Berikut adalah beberapa langkah praktis yang dapat diambil:

9.1       Pembentukan Kebijakan dan Regulasi

Pemerintah dapat merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung pelestarian budaya, seperti undang-undang perlindungan warisan budaya, insentif pajak untuk kegiatan pelestarian budaya, dan program pendanaan untuk proyek-proyek budaya.

9.2       Edukasi dan Kesadaran Masyarakat

Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya melalui kampanye publik, program pendidikan, dan media massa. Kesadaran yang tinggi akan pentingnya budaya akan mendorong partisipasi aktif dalam upaya pelestarian.

9.3       Kolaborasi dan Kemitraan

Mendorong kolaborasi antara berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk lembaga pendidikan, organisasi budaya, komunitas lokal, dan sektor bisnis. Kemitraan ini dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat dalam upaya pelestarian budaya.9.Kesimpulan

10.    Kesimpulan.

Pelestarian budaya di era globalisasi adalah tugas yang penting untuk memastikan bahwa warisan budaya dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Dengan memahami filosofi dan teori yang mendasari pelestarian budaya, serta menerapkan strategi yang efektif, kita dapat menjaga kekayaan budaya kita tetap hidup dan relevan. Globalisasi tidak harus berarti homogenisasi; sebaliknya, ia dapat menjadi peluang untuk memperkaya dan memperluas pemahaman kita tentang keanekaragaman budaya manusia.

11.       Referensi


1.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

2.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan

3.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

4.    Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia (1972)

5.    Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (2003)

6.    Bourdieu, P. (1986). The Forms of Capital. In J. G. Richardson (Ed.), Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education (pp. 241-258). Greenwood.

7.    Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures: Selected Essays. Basic Books.

8.    Hobsbawm, E., & Ranger, T. (Eds.). (1983). The Invention of Tradition. Cambridge University Press.

9.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

11. UUD 1945 Pasal 18B.

12. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar