25 Juni 2024

Penyelesaian Perkara Perebutan Kapal antara Pemilik Kapal dan Nakhoda Kapal

                                             Penyelesaian Perkara Perebutan Kapal antara 

Pemilik Kapal dan Nakhoda Kapal

Jakarta 24 Juni 2024

Oleh :

Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto ST, SH, MH, CPM, CParb


Sekarang ini di Pengadilan Negeri Batam sedang melaksanakan persidangan yang mengadili Nahkoda kapal MV Arman. Sidang belum selesai tapi telah beredar berira bahwa Nakhoda kapal yang mengaku sebagai pemilik kapal berniat akan menjual kapal serta muatannya tersebut. Untuk itulah menarik untuk dibahas apakah sang nahkoda bisa melaksanakan niatnya itu, 

Dalam perkara perebutan kapal antara pemilik kapal dan nakhoda kapal, penting untuk memahami secara mendalam aspek-aspek hukum yang mengatur kepemilikan kapal, hak dan kewajiban nakhoda, serta prosedur hukum yang berlaku. Berikut adalah penjelasan mengenai penyelesaian perkara ini serta pasal-pasal Undang-Undang yang mendukung:


1. Kepemilikan Kapal

Kepemilikan kapal diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran). Secara prinsip, pemilik kapal adalah pihak yang namanya tercantum dalam Sertifikat Kepemilikan Kapal. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • "Pemilik kapal adalah orang atau badan hukum yang menguasai kapal berdasarkanbukti kepemilikan yang sah."
  •  
  • Pasal 163 UU Pelayaran: Mengatur bahwa setiap kapal harus didaftarkan pada Register Kapal untuk mendapatkan bukti kepemilikan yang sah.

2. Peran dan Hak Nakhoda

Nakhoda kapal memiliki peran penting dalam operasional kapal, namun tidak secara otomatis memiliki hak kepemilikan atas kapal yang dinahkodainya. Hak dan kewajiban nakhoda diatur dalam beberapa pasal UU Pelayaran dan peraturan terkait lainnya:

  • Pasal 1 ayat (41) UU Pelayaran:

Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

3. Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa kepemilikan kapal dapat dilakukan melalui jalur peradilan atau mediasi. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil dalam penyelesaian perkara ini:

  1. Pemeriksaan Bukti Kepemilikan:
    • Pemeriksaan dokumen resmi seperti Sertifikat Kepemilikan Kapal dan pendaftaran kapal dalam Register Kapal sesuai bendera kapal. 
  2. Peran dan Bukti Pengelolaan oleh Nakhoda:
    • Nakhoda dapat mengajukan bukti bahwa ia telah mengelola dan mengoperasikan kapal, namun ini tidak serta merta memberikan hak kepemilikan.
    • Kontrak kerja antara pemilik kapal dan nakhoda dapat menjadi bukti penting dalam menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
  3. Proses Hukum:
    • Memeriksa bukti kepemilikan yang sah
    • Meninjau kontrak kerja dan perjanjian lainnya
    • Mendengarkan kesaksian dari kedua belah pihak
  4. Mediasi:
    • Upaya mediasi antara pemilik kapal dan nakhoda dapat dilakukan untuk mencapai penyelesaian yang adil dan damai.
    • Mediasi dapat difasilitasi oleh lembaga mediasi atau arbiter yang berkompeten.

5.   Pemeriksaan Bukti Kepemilikan Hakim harus memeriksa dokumen resmi yang menunjukkan kepemilikan kapal, seperti:

·       Sertifikat Kepemilikan Kapal

·       Pendaftaran kapal dalam Register Kapal 

6.   Pemeriksaan Kontrak dan Perjanjian Periksa kontrak kerja antara pemilik kapal dan nakhoda untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak ini akan membantu menentukan apakah ada ketentuan khusus yang memberikan hak kepemilikan kepada nakhoda.


4.         Apakah Nakhoda Bisa Berhak sebagai Pemilik Kapal?

Secara umum, nakhoda tidak memiliki hak kepemilikan atas kapal yang dinahkodainya kecuali terdapat perjanjian khusus yang menyatakan hal tersebut atau jika nakhoda membeli kapal tersebut dari pemilik kapal dengan bukti transaksi yang sah. Kepemilikan kapal ditentukan oleh bukti kepemilikan yang sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.


5.         Contoh Kasus Kasus: PT. Laut Biru vs. Nakhoda Agus.

 PT. Laut Biru, pemilik kapal "Nusantara Jaya," mengajukan gugatan terhadap nakhoda kapal, Agus, yang mengklaim bahwa ia memiliki hak atas kapal tersebut. Agus mengajukan bukti bahwa ia telah mengelola kapal selama 10 tahun dan merasa berhak atas kepemilikan karena kontribusi dan pengelolaannya.


Langkah Penyelesaian:

1.     Pemeriksaan Dokumen:

o   Sertifikat Kepemilikan Kapal atas nama PT. Laut Biru diperiksa dan dinyatakan sah.

o   Kontrak kerja antara PT. Laut Biru dan Agus diperiksa, menyatakan bahwa Agus adalah nakhoda tanpa hak kepemilikan.

2.     Pengadilan:

o   Pengadilan memutuskan bahwa bukti kepemilikan yang sah ada pada PT. Laut Biru.

o   Kontrak kerja tidak memberikan hak kepemilikan kepada Agus.

o   Agus diberikan kompensasi atas kontribusinya selama mengelola kapal, namun tidak diakui sebagai pemilik.

Putusan Pengadilan:

·       Kapal "Nusantara Jaya" tetap menjadi milik PT. Laut Biru.

·       Agus mendapatkan kompensasi finansial yang adil berdasarkan kontribusinya selama ini.


6. Kesimpulan Dalam perkara perebutan kapal antara pemilik kapal dan nakhoda, hakim harus mendasarkan putusannya pada bukti kepemilikan yang sah, kontrak kerja yang ada, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nakhoda, meskipun memiliki peran penting dalam operasional kapal, tidak berhak menjadi pemilik kapal tanpa adanya bukti kepemilikan yang sah atau perjanjian khusus yang menyatakan hal tersebut. Penyelesaian sengketa ini harus mempertimbangkan keadilan bagi kedua belah pihak, baik pemilik kapal maupun nakhoda. Dalam kontek perebutan kepemilikan kapal MT Arman, antara nakhoda dan para pihak yang merasa memiliki kapal itu, maka hakim dapat mempertimbangkan  menyerahkan kapal itu kepada Kedutaan Besar dari bendera kapal itu yaitu Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta

 

Invalid Laboratory Testing for Proving Seawater Quality Standards Changes

 Invalid Laboratory Testing for Proving Seawater Quality Standards Changes

Jakarta, June 25, 2024 


By: Laksda TNI (Ret.) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CP Arb


The ship MT Arman 114, which was sailing in the Exclusive Economic Zone (EEZ) of Indonesia, was detained by Bakamla. After waiting about four months, the ship was finally handed over to the Ministry of Environment and Forestry investigators, and subsequently to the Prosecutor's Office. 


The captain of the MT Arman 114, Mr. Machmud, was charged with violating Article 98 of Law No. 32/2009 on Environmental Protection and Management, which states: 

(1) Anyone who intentionally commits an act that results in exceeding the ambient air quality standard, water quality standard, seawater quality standard, or environmental damage criteria, shall be punished with a minimum of three (3) years and a maximum of ten (10) years imprisonment and a fine of at least IDR 3 billion (three billion rupiah) and at most IDR 10 billion (ten billion rupiah). 


According to this article, actions that do not result in exceeding the "seawater quality standard" are permissible, or it is permissible to discharge ship waste into the sea as long as the "seawater quality standard" is not exceeded.


Evidence in Court: 

To prove Mr. Machmud's guilt, the Ministry of Environment and Forestry investigators and the public prosecutor presented the results of a seawater sample test from Report No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 dated July 25, 2023, from the Large Laboratory for Oil and Gas Testing (LEMIGAS), Ministry of Energy and Mineral Resources, validated by Muh Kurniawan, Ph.D. (Head of the Analytical Team). The conclusions were: Visually, there was an observed oil layer on the contaminated sample. The testing of the contaminated seawater sample showed values above other standards: The seawater sample with the code ARM was proven to be contaminated by oil and grease, TPH, and phenol content. (This means oil and grease, tph and phenol content were proven) The seawater sample was analyzed using fingerprint analysis from sample code tier-1 to tier-4 to match the extracted oil spill from the contaminated seawater sample with five (five) comparison samples taken from inside the MT Arman 114. Among these five types of samples, one sample was declared to MATCH the oil contaminant/spill sample, namely the sample with code MT-ARM-4, which is Oil Sludge taken from the slope tank. This is consistent with the Fingerprint Identification Report of the Oil Spill Sample in the North Natuna Sea Number 023/DPMR.4.1/VII/2023 issued by the LEMIGAS Geochemistry Laboratory, concluding: The biomarker ratio indicates that the ARM oil spill sample has the same characteristics as the MT-ARM-4 sample. The observation of 15 diagnostic ratio data "Key" Biomarkers between the ARM oil spill sample and the MT-ARM-4 comparison sample showed that all diagnostic ratios have small differences (CD<14>)


Response to Evidence Presented in Court:


a.         First response evaluated from Paragraphs (2) and (3) of Article 20 of Law 32/2009 on Environmental Protection and Management:

The laboratory test results of the Seawater Sample in Report No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 dated July 25, 2023, from LEMIGAS, Ministry of Energy and Mineral Resources, validated by Muh Kurniawan, Ph.D. (Head of the Analytical Team), FAILED TO PROVE THAT THE DISPOSAL OF OIL WASTE BY MR. MACHMUD OR MT ARMAN CAUSED A CHANGE IN SEAWATER QUALITY STANDARD. The test results of the seawater sample proved that the oil waste found in the seawater sample was identical to the oil waste in the slope on board MT Arman. Thus, it is proven that the MT Arman Ship Disposed of Oil Waste in the Sea. In other words, the evidence presented in court only proves that Mr. Machmud disposed of oil waste at sea. But it was not proven that there was a change in seawater quality standard. 

The question is, was Mr. Machmud or the MT Arman Ship wrong when disposing of oil waste at sea?

I assure you that the actions of Mr. Machmud or the MT Arman Ship are NOT WRONG.

Paragraph (3) of Article 20 of Law 32/2009 on Environmental Protection and Management states that (3) Everyone is allowed to dispose of waste into the environmental medium. This means Mr. Machmud or the MT Arman Ship may dispose of waste into the sea according to paragraph 3 of Article 20 of Law 32/2009 on Environmental Protection and Management,

Mr. Machmud or the MT Arman Ship can only be blamed if it can be proven that the disposal of oil waste at sea resulted in a change in seawater quality standard or did not meet the environmental quality standard.

Since the sample test could not prove a change in seawater quality standard, Mr. Machmud or the MT Arman Ship must be legally released unconditionally.


b. Second response from the Legal Analysis of the Capture of the MT Arman 114 Ship:

  1. Element of the article. The important element of this article is every person and exceeding the seawater quality standard. In the context of MT Arman, there are two things: First: Mr. Machmud is accused of disposing of ship waste in the form of oil at sea Second: As a result of the disposal of oil waste according to Article 98 of Law 32/2009 on Environmental Protection and Management, two (two) things will happen, namely the seawater quality standard changes or the seawater quality standard does not change. To answer the first thing, I refer to Paragraphs (2) and (3) of Article 20 of Law 32/2009 on Environmental Protection and Management in full reads: (2) Environmental quality standards include: a. water quality; b. wastewater quality: c. seawater quality; d. ambient air quality e. emission quality; f. nuisance quality and g. other quality standards according to the development of science and technology. (3) Everyone is allowed to dispose of waste into the environmental medium with the requirements:
    1. meet environmental quality standards; and
    2. obtain permission from the Minister, governor, or mayor/regent according to their authority. 

Thus, the act of Mr. Machmud Disposing of Waste at Sea is not wrong, as long as the seawater quality still meets the environmental quality standard. In other words, Mr. Machmud can only be convicted if it can be proven that the result of the oil waste disposed of at sea by Mr. Machmud caused a change in seawater quality standard. 


c.         Third response from the Sea Water Sampling Procedure aspect

The seawater sampling procedure is regulated by the Minister of Environment and Forestry Regulation Number P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 on Standards and Competency Certification in the Environmental Field, which stipulates that officials conducting environmental sampling must have competency certification. This includes knowledge and skills in sampling procedures, handling, storage, and shipment of samples according to established standards. Article 4 of the Minister of Environment and Forestry Regulation Number P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 on Standards and Competency Certification in the Environmental Field reads in full: Samples not taken by certified officials can be considered invalid and materially, do not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence in court. 

The sample in court was received from the Commander of the National Ship Marore-322, Indonesian Sea Security Agency. This means the seawater sample was taken by the crew of the Marore ship. The document from Mr. Muh. Kurniawan, S.Si., MT., Ph.D. LEMIGAS, means that the sample was taken by officials from the Oil and Gas Agency. It needs to be checked whether the officials who took the seawater sample are certified or not. I am very sure that the ABK Marore does not have a seawater sample collection competency certificate. Likewise, LEMIGAS officials can be assured that they do not have competence, because their competence is in oil and gas sampling. If the officials are proven not to have a seawater sample collection certificate, then Mr. Machmud must be released because the sample submitted materially, does not meet administrative requirements so it cannot be used as evidence in court. 


d.         Response from the Method and Procedure aspect of taking seawater samples used as evidence in court

The laboratory test results used as evidence in court can be ensured to use a method issued by the Ministry of Energy and Mineral Resources, whereas the Method for testing seawater samples is regulated by the DECISION OF THE MINISTER OF STATE FOR THE ENVIRONMENT NUMBER: 115 YEAR 2003 ON GUIDELINES FOR DETERMINING WATER QUALITY STATUS. 

Article 2 of the Decision of the Minister of State for the Environment number: 115 of 2003 on the Guidelines for Determining Water Quality Status is clearly regulated that the method that must be used in determining Water Quality Status is the STORET Method or the Pollution Index Method. 

Article 2 of the Decision of the Minister of State for the Environment number: 115 of 2003 on the Guidelines for Determining Water Quality Status reads in full: (1) Determining water quality status can use the STORET Method or the Pollution Index Method. (2) Guidelines for determining water quality status using the STORET Method are carried out according to the guidelines in Annex I of this Decision. (3) Guidelines for determining water quality status using the Pollution Index Method are carried out according to the guidelines in Annex II of this Decision. 

Thus, taking seawater samples without using this method materially, does not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence. Furthermore, the procedure for using the method is also regulated. One that must be carried out is the water to be measured must be carried out periodically from time to time. 

II. Use Procedure Determining water quality status using the STORET method is carried out with the following steps:

Collect water quality data and water discharge periodically so as to form time series data. So it is very clear that the measurement of "seawater quality standard" cannot be done by just taking a momentary sample. But it must be done several times. That means you can't be arbitrary in measuring the 'seawater quality standard". Measurements carried out not in accordance with the DECISION OF THE MINISTER OF STATE FOR THE ENVIRONMENT NUMBER: 115 YEAR 2003 ON GUIDELINES FOR DETERMINING WATER QUALITY STATUS, materially, do not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence.


e.         Response from the aspect of the Laboratory that meets the competency standards for measuring seawater quality standards

In Indonesia, there are several accredited laboratories authorized to conduct seawater quality examinations. Here are some of these laboratories:

  1. PT Advanced Analytics Asia Laboratories (A3 Laboratories) o Accredited by the National Accreditation Committee (KAN) and registered with the Ministry of Environment and Forestry (KLHK). o They provide seawater testing services in addition to testing wastewater, clean water, and surface water).
  2. CDULab - PT Cito Diagnostika Utama o Accredited ISO/IEC 17025:2017 by KAN and registered at KLHK. o CDULab provides testing services for various types of water, including seawater, river water, and wastewater.
  3. PT Greenlab Indo Global o Accredited by KAN and registered at KLHK, and implements various quality and environmental management systems such as SNI ISO 14001:2015 and SNI ISO 9001:2015. o Greenlab has a scope for testing surface water, clean water, seawater, wastewater, and ambient air.
  4. PT AdhikariLab Indonesia o Accredited by KAN with ISO/SNI 17025:2017 and registered at KLHK. o Provides seawater testing services and other environmental parameters. The Large Laboratory for Oil and Gas Testing (LEMIGAS), Ministry of Energy and Mineral Resources is not included in the laboratories that have the competence to measure seawater quality standards. 

Thus, it can be concluded that the laboratory test results of the Seawater Sample in Report No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 dated July 25, 2023, from LEMIGAS, Ministry of Energy and Mineral Resources, validated by Muh Kurniawan, Ph.D. (Head of the Analytical Team), materially, do not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence. 


f.    Response from the aspect of the legal basis that must be used regarding the procedure for taking seawater samples for the purpose of proving changes in seawater quality standards in court in Indonesia.

The taking of seawater samples for the purpose of proving changes in seawater quality standards in court in Indonesia must comply with the regulations of the Minister of Environment and Forestry which regulate the environment and the procedure for proving seawater quality standards. Here are some regulations that are the legal basis for proving changes in seawater quality standards in court:

1.         Government Regulation Number 82 of 2001 on Water Quality Management and Pollution Control:

·      Regulates water quality management, including procedures for taking water samples to ensure compliance with established quality standards.

2.         Minister of Environment and Forestry Regulation Number P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 on Seawater Quality Standards: 

·      Establishes seawater quality standards for various purposes, including fisheries, recreation, and marine ecosystem protection.

3.         Indonesian National Standard (SNI): 

·      SNI 6989.59:2008 on Procedures for Taking Seawater Samples: Regulates the technical procedures for taking seawater samples that must be followed to ensure the accuracy and validity of the samples. 

·      SNI 06-2412-1991 on Procedures for Taking Water Samples: Provides general guidelines for taking water samples, including seawater.

4.         Government Regulation Number 46 of 2016 on Procedures for Conducting Marine Pollution Control: 

·      Regulates procedures for controlling marine pollution, including procedures for taking samples for monitoring and law enforcement purposes.

5.         Minister of Environment Regulation Number 6 of 2009 on Procedures for Taking Water Samples and Measuring Water Quality: o Regulates the procedures for taking water samples and measuring water quality that must be carried out by related agencies.

6.         Minister of Environment and Forestry Regulation Number P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 on Seawater Quality Standards 

·      Regulates the standard of seawater quality that must be adhered to to protect and maintain marine ecosystems and ensure that human activities do not cause pollution that damages. 

All these rules are regulated by the Minister of Environment and Forestry. However, the evidence used in court uses the regulations of the Minister of Energy and Mineral Resources. 

Thus, the laboratory test results of the Seawater Sample in Report No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 dated July 25, 2023, from LEMIGAS, Ministry of Energy and Mineral Resources, validated by Muh Kurniawan, Ph.D. (Head of the Analytical Team) materially, do not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence. 


g.   Response from the aspect of seawater parameters that must be measured to prove changes in seawater quality. 

The parameters of seawater that must be measured to prove changes in seawater quality are regulated by the Minister of Environment and Forestry Regulation Number P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 This regulation establishes seawater quality standards that must be adhered to for various purposes such as protecting marine ecosystems, fisheries, and recreation. 

The elements regulated in this regulation include various physical, chemical, and biological parameters that must be monitored to ensure seawater quality. Here are some of the main elements that are regulated:

1.         Physical Parameters: o Temperature: The temperature of seawater must be within a range that supports the life of marine biota. 

·      Turbidity: The turbidity level of seawater must be maintained so as not to obstruct the penetration of light needed by photosynthetic organisms. 

·      Total Suspended Solids (TSS): The concentration of suspended solids must be below the threshold set to prevent negative effects on marine biota and habitat.

2.         Chemical Parameters: 

·      pH: The pH value must be within a safe range for marine biota (usually between 7.5 and 8.5). o

·       Salinity: Salinity must match the natural conditions of the marine ecosystem in the area. 

·      Dissolved Oxygen (DO): The concentration of dissolved oxygen must be sufficient to support aquatic life (usually more than 5 mg/L). 

·      BOD (Biochemical Oxygen Demand): BOD must be below the threshold set to avoid significant oxygen reduction. 

·      COD (Chemical Oxygen Demand): COD must be within limits that do not disturb the balance of the marine ecosystem. 

·      Heavy Metals: The content of heavy metals such as mercury (Hg), lead (Pb), cadmium (Cd), and arsenic (As) must be below the threshold set to prevent toxicity. 

·      Nutrients (Nitrate and Phosphate): Nutrient concentrations must be controlled to prevent eutrophication that can cause algae blooms and damage the marine ecosystem.

3.         Biological Parameters: 

·      Pathogenic Microorganisms: The content of pathogenic microorganisms such as E. coli and total coliforms must be kept below the threshold that can endanger human health and marine biota. 

·      Phytoplankton and Zooplankton: The presence and type of phytoplankton and zooplankton are monitored to determine ecosystem conditions 

Sampling and Analysis Procedures o Laboratory Test of Seawater Sample in Report No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 dated July 25, 2023 from the Large Laboratory for Oil and Gas Testing (LEMIGAS), Ministry of Energy and Mineral Resources, validated by Muh Kurniawan, Ph.D. (Head of the Analytical Team), clearly does not measure the parameters regulated by the Minister of Environment and Forestry Regulation Number P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018, materially, does not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence.


h.   Response from the aspect of Sampling Competency Standards and Laboratory Competency Standards.

1.     Sample Collection: Sample collection must be carried out according to the relevant Indonesian National Standards (SNI), such as SNI 6989.59:2008 on Procedures for Taking Seawater Samples, to ensure the accuracy and reliability of the data.

2.     Laboratory Analysis: Seawater samples must be analyzed in a certified laboratory to ensure valid and accountable results. The laboratory must be accredited according to international standards such as ISO/IEC 17025. In the context of the MT Arman Ship, the seawater samples used as evidence in court were taken by the crew of the Marore ship, who are estimated not to be certified, and also measured or examined by a Laboratory that is not accredited as an accredited laboratory authorized to conduct seawater quality examinations. Thus, materially, they do not meet administrative requirements so they cannot be used as evidence. 


Conclusion Flowing from the responses above, it is clear that the LHKH Investigators and Public Prosecutors cannot prove that the "element of change in seawater quality standards" has been proven, so Mr. Machmud and the Ship must be released by law.

 

BUKTI DARI LABORATORIUM BALAI BESAR PENGUJIAN MINYAK DAN GAS BUMI LEMIGAS, KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL GAGAL MEMBUTIKAN TERJADINYA PERUBAHAN BAKU MUTU AIR LAUT.

 BUKTI DARI LABORATORIUM BALAI BESAR PENGUJIAN MINYAK DAN GAS BUMI LEMIGAS, KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL GAGAL MEMBUTIKAN TERJADINYA PERUBAHAN BAKU MUTU AIR LAUT.

Jakarta 25 Juni 

Oleh :

Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CP Arb

Kapal MT Arman 114 yang sedang berlayar di wilayah laut ZEE Indonesia ditahan Bakamla. Setelah menunggu sekitar 4 bulan, kapal itu akhirnya diserahkan kepada Penyidik Kementrian LIngkungan Hidup dan kehutanan, untuk selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaan.

Nahkoda kapal MT Arman 114, Bapak Machmud didakwa atas pelanggaran pasal Pasal 98 UU 32/2009 ttg Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan hidup. Selengkapnya bunyi pasal itu adalah sebagai beriktu :

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 

Menurut pasal 98 ini bahwa : perbuatan yang tidak mengakibatkan  terlampauinya "baku mutu air laut"boleh saja dilakukan. Atau boleh saja limbah kapal dibuang kelaut asal saja "baku mutu air laut" tidak terlampaui.

1.         Bukti di perngadilan.

Untuk membuktikan kesalahan Bapak Machmud, Penyidik KLHK dan Jaksa penuntut umum mengajukan Hasil uji laboratorium Atas Sampel Air Laut pada Laporan No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 tanggal 25 Juli 2023 dari Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral yang di sahkan oleh Muh Kurniawan, Ph.D (Ketua Tim Kelompok Analitik) dengan Kesimpulan :

Secara Visual teramati adanya Lapisan Minyak pada sampel yang terkontaminasi.

Hasil Pengujian terhadap sampel air laut yang terkontaminasi menunjukkan adanya nilai di atas mutu lain :

Sampel air laut dengan Kode ARM terbukti tercemar oleh parameter oil and grease, TPH dan kadungan fenol. (Artinya terbukti ada oil dan grease, tph dan kandungan feno)

Bahwa sampel Air Laut tersebut telah dilakukan Analisa fingerprint dengan Kode sampel tier-1 sampai Tier-4 untuk mencocokkan minyak tumpahan yang diekstrak dari sampel air laut terkontaminasi dengan 5 (lima) jenis sampel pembanding yang diambil dari dalam Kapal MT Arman 114. Di antara lima jenis sampel tersebut, terdapat satu sampel yang dinyatakan COCOK dengan sampel minyak kontaminan/tumpahan, yaitu sampel dengan kode MT-ARM-4 yang merupakan Oil Sludge yang diambil dari slope tank. Hal itu sesuai dengan Laporan Identifikasi Sidikjari Biomarka sampel Tumpahan Minyak di Laut Natuna Utara Nomor 023/DPMR.4.1/VII/2023 yang dikeluarkan oleh Laboratorium Geokimia LEMIGAS, dengan Kesimpulan:

Rasio Biomarker mengindikasikan bahwa sampel tumpahan minyak ARM mempunyai Karakteristik yang sama dengan sampel MT-ARM-4.

Hasil pengamatan terhadap 15 data Rasio Diagnostik Biomarka “Kunci” antara sampel tumpahan minyak ARM dengan sampel pembanding  MT-ARM-4, menunjukkan semua rasio diagnostik memiliki perbedaan yang kecil (CD<14>)

 

2.    Tanggapan atas Bukti yang diajukan di pengadilan.

 

a.         Tanggapan pertama ditinjau dari Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 20 UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan hidup

Ternyata hasil uji laboratorium Atas Sampel Air Laut pada Laporan No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 tanggal 25 Juli 2023 dari Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral yang di sahkan oleh Muh Kurniawan, Ph.D (Ketua Tim Kelompok Analitik), TIDAK BISA MEMBUKTIKAN BAHWA AKIBAT DARI PEMBUANGAN LIMBAH MINYAK OLEH BAPAK MACHMUD ATAU MT ARMAN TELAH MENGAKIBATKAN TERJADINYA PERUBAHAN BAKU MUTU AIR LAUT

Hasil pengujian sampel air laut ini membuktikan bahwa limbah minyak yang ditemukan disampel air laut identik dengan limbah minyak ada di slope dikapal MT Arman. Dengan demikian terbukti bahwa Kapal MT Arman Membuang limbah minyak dilaut.

Dengan perkataan lain bahwa bukti yang diajukan kepengadilan ini hanya membuktikan bahwa bpk Machmud membuang limbah minyak dilaut. Tapi tidak dibuktikan adanya perubahan baku mutu air laut.

Pertanyaannya adalah apakah bapak Machmud atau Kapal MT Arman itu salah ketika membuang limbah minyak dilaut ?

 

Saya pastikan perbuatan Bapak Machmud atau kapal MT Arman TIDAK SALAH.

 

Ayat (3) Pasal 20 UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan, mengatur bahwa  (3)  Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup.

Artinya Bapak Machmud atau Kapal MT Arman boleh membuang limbah kelaut menurut ayat 3 Pasal 20 UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan,

 

Bapak Machmud atau Kapal MT arman hanya bisa disalahkan apa bila dapat dibuktikan bahwa akibat pembuangan limbah minyak kelaut itu mengakibatkan perubahan baku mutu air laut atau tidak memenuhi baku mutu lingkungan hidup.

 

Karena uji sampel ini tidak bisa membuktikan telah terjadi perubahan baku mutu air laut, maka bapak Machmud atau Kapal MT Arman demi hukum harus dibebaskan tanpa syarat.

 

 

b.         Tanggapan kedua dari sisi Analisis Hukum pada Penangkapan Kapal MT Arman 114.


1.         Unsur dari pasal. Unsur penting dari pasal ini adalah setiap orang dan dilampauinya baku mutu air laut. 

Dalam kontek MT Arman maka disitu ada dua hal :

Pertama : Bapak Machmud didakwa membuang limbah kapal berupa minyak kelaut

Kedua :  Akibat dari pembuangan limbah minyak itu berdasarkan pasal 98 UU 32/2009 ttg Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan hidup ini akan terjadi 2 (dua) hal, yaitu baku mutu air laut itu berubahatau baku mutu air laut itu tidak berubah.

Untuk menjawab hal pertama saya merujuk pada Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 20 UU 32/2009 Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan hidup selengkapnya berbunyi :

(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi: a. baku mutu air; b. baku mutu air limbah: c. baku mutu air laut; d. baku mutu udara ambien e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan dan g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

(3)  Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: 

1.     memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan 

2.     mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 

Dengan demikian perbuatan bapak Machmud Membuang limbah dilaut itu tidak salah, sepanjang baku mutu air laut masih memenuhi standard mutu lingkungan hidup.

Dengan kata lain bahwa bpk Machmud hanya dapat dihukum apabila dapat dibuktikan bahwa akibat dari limbah minya yang dibuang kelaut oleh bapak Machmud telah mengakibatkan perubahan baku mutu air laut.

c.         Tanggapan ketiga dari sisi Tata cara Pengambilan sampel air laut.

Tata cara Pengambilan sampel air laut diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Standar dan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Lingkungan Hidup, mengatur bahwa petugas yang melakukan pengambilan sampel lingkungan harus memiliki sertifikasi kompetensi. Hal ini mencakup pengetahuan dan keterampilan dalam prosedur pengambilan sampel, penanganan, penyimpanan, dan pengiriman sampel sesuai dengan standar yang ditetapkan. 

Pasal  4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Standar dan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Lingkungan Hidup selengkapnya berbunyi :

Pengambilan sampel yang tidak dilakukan oleh petugas bersertifikat dapat dianggap tidak valid dan secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti di pengadilan.

Sampel dipengadilan diterima dari Komandan Kapal Nasional Pulau Marore-322, Badan Keamanan Laut RI. Artinya sampel air laut diambil oleh anak buah Kapal Pulau Marore.

Dokumen dari Sdr. Muh. Kurniawan, S.Si., MT., Ph.D. LEMIGAS, artinya yang mengambil sampel adalah petugas dari Lembaga Minyak dan Gas.     

Perlu diperiksa apakah petugas yang mengambil sampel air laut itu bersertifikat atau tidak. Saya sangat yakin kalau ABK Pulau Marore tidak memilik sertifikat kompetensi pengambilan sampel air laut. Demikian juga petugas dari lemigas dapat dipastikan bahwa mereka tidak memiliki kompetensi, karena kompetensi mereka pada pengamblian sampel minyak dan gas.

Bila petugas terbukti tidak memiliki sertifikat pengambil sampel air laut maka Bpk Machmud harus dibebaskan karena sampel yang diajukan secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti dipengadilan.


d.         Tanggapan dari sisi Metode dan Prosedur pengambilan sampel air laut yang dijadikan bukti dipengadilan.


Hasil uji laboratorium ini yang digunakan sebagai bukti dipengadilan dapat dipastikan menggunakan metoda yang dikeluarkan oleh kementrian Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, padahal untuk Metoda untuk menguji sampel air laut itu diatur oleh KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 115 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR.

Pada pasal 2 Keputusan Menteri Negara lingkungan hidup nomor : 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air diatur dgn jelas bahwa metoda yang harus digunakan dalam menentukan Status Mutu air adalah Metoda STORET atau Metoda Indeks Pencemaran

Pasal 2 Keputusan Menteri Negara lingkungan hidup nomor : 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air selengkapnya berbunyi :

(1)  Penentuan status mutu air dapat menggunakan Metoda STORET atau Metoda Indeks Pencemaran. 

(2)  Pedoman untuk menentukan status mutu air dengan Metoda STORET dilakukan sesuai dengan pedoman pada Lampiran I Keputusan ini. 

(3)  Pedoman untuk menentukan status mutu air dengan Metoda Indeks Pencemaran dilakukan sesuai dengan pedoman pada Lampiran II Keputusan ini. 

Dengan demikian pengambilan sampel air laut yang dilakukan tanpa menggunakan metoda ini secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti.

Selanjutnya diatur pula prosedur penggunaan metoda itu. Salah satu yang harus dilaksanakan ada air yang akan diukur itu harus dilakukan secara periodik dari waktu -waktu.

II. Prosedur Penggunaan
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara       periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

Jadi sangat jelas bahwa Pengukuran "baku mutu air laut" tidak bisa hanya dilakukan dengan mengambil sampel sesaat saja.  Tapi harus beberapa kali. Artinya tidak bisa sembarangan         dalam melakukan pengukuran 'baku mutu air laut".

Pengukuran yang dilaksanakan tidak sesuai dengan KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP        NOMOR : 115 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR, secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti.

 

e.         Tanggapan dari sisi Laboratorium  yang memenuhi standar kompetensi untuk mengukur baku mutu air laut.

Di Indonesia, terdapat beberapa laboratorium yang terakreditasi dan berwenang melakukan pemeriksaan kualitas air laut. Berikut adalah beberapa laboratorium tersebut:

1.     PT Advanced Analytics Asia Laboratories (A3 Laboratories)

o   Terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan teregistrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

o   Mereka menyediakan layanan pengujian air laut selain pengujian air limbah, air bersih, dan air permukaan​)​.

2.     CDULab - PT Cito Diagnostika Utama

o   Terakreditasi ISO/IEC 17025:2017 oleh KAN dan teregistrasi di KLHK.

o   CDULab menyediakan layanan pengujian untuk berbagai jenis air, termasuk air laut, air sungai, dan air limbah​.

3.     PT Greenlab Indo Global

o   Terakreditasi KAN dan teregistrasi di KLHK, serta mengimplementasikan berbagai sistem manajemen mutu dan lingkungan seperti SNI ISO 14001:2015 dan SNI ISO 9001:2015.

o   Greenlab memiliki ruang lingkup untuk pengujian air permukaan, air bersih, air laut, air limbah, dan udara ambien​. 

4.     PT AdhikariLab Indonesia

o   Terakreditasi oleh KAN dengan ISO/SNI 17025:2017 dan teregistrasi di KLHK.

o   Menyediakan layanan pengujian air laut serta parameter lingkungan lainnya​.

Laboratorium Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral tidak termasuk dalam laoratorium yang memiliki kompetensi untuk mengukur baku mutu air laut. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hasil uji laboratorium Atas Sampel Air Laut pada Laporan No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 tanggal 25 Juli 2023 dari Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral yang di sahkan oleh Muh Kurniawan, Ph.D (Ketua Tim Kelompok Analitik), secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti.


f.          Tanggapan dari sisi Landasan hukum yang harus digunakan terkait tata cara pengambilan sampel air laut untuk kepentingan pembuktian perubahan baku mutu ari laut di pengadilan di Indonesia.

Pengambilan sampel air laut untuk kepentingan pembuktian perubahan baku mutu air laut dipengadilan di Indonesia harus memenuhi aturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan  yang mengatur tentang lingkungan hidup dan prosedur pembuktian baku mutu air laut. 

Berikut adalah beberapa peraturan yang merupakan landasan hukumnya untuk pembuktian perubahan baku mutu air laut di pengadilan :


1.     Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air:

o   Mengatur tentang pengelolaan kualitas air, termasuk prosedur pengambilan sampel air untuk memastikan kepatuhan terhadap baku mutu yang telah ditetapkan.

2.     Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 tentang Baku Mutu Air Laut:

o   Menetapkan baku mutu air laut untuk berbagai keperluan, termasuk perikanan, rekreasi, dan perlindungan ekosistem laut.

3.     Standar Nasional Indonesia (SNI):

o   SNI 6989.59:2008 tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Air Laut: Mengatur secara teknis prosedur pengambilan sampel air laut yang harus diikuti untuk memastikan akurasi dan validitas sampel.

o   SNI 06-2412-1991 tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Air: Memberikan panduan umum mengenai pengambilan sampel air, termasuk air laut.

4.     Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pengendalian Pencemaran Laut:

o   Mengatur tentang tata cara pengendalian pencemaran laut, termasuk prosedur pengambilan sampel untuk keperluan pengawasan dan penegakan hukum.

5.     Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kualitas Air:

o   Mengatur tata laksana pengambilan sampel air dan pengukuran kualitas air yang harus dilakukan oleh instansi terkait.

6.     Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 tentang Baku Mutu Air Laut 

o   Mengatur standar kualitas air laut yang harus dipatuhi untuk menjaga dan melindungi ekosistem laut serta memastikan bahwa kegiatan manusia tidak mengakibatkan pencemaran yang merusa.


Semua aturan itu diatur oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Akan tetapi bukti yang digunakan dipengadilan menggunakan aturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral.


Dengan demikian hasil uji laboratorium Atas Sampel Air Laut pada Laporan No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 tanggal 25 Juli 2023 dari Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral yang di sahkan oleh Muh Kurniawan, Ph.D (Ketua Tim Kelompok Analitik) secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti.

g.         Tanggapan dari sisi parameter air laut yang harus diukur untuk membuktikan perubahan mutu air laut.

Parameter air laut yang harus diukur untuk membuktikan perubahan mutu air laut diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018

Peraturan ini menetapkan standar baku mutu air laut yang harus dipatuhi untuk berbagai tujuan seperti perlindungan ekosistem laut, perikanan, dan rekreasi. Unsur-unsur yang diatur dalam peraturan ini mencakup berbagai parameter fisika, kimia, dan biologi yang harus dipantau untuk memastikan kualitas air laut. Berikut adalah beberapa unsur utama yang diatur:

1.     Parameter Fisika:

o   Suhu: Suhu air laut harus berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan biota laut.

o   Kekeruhan: Tingkat kekeruhan air laut harus dijaga agar tidak menghalangi penetrasi cahaya yang diperlukan oleh organisme fotosintetik.

o   Padatan tersuspensi total (TSS): Konsentrasi padatan tersuspensi harus berada di bawah ambang batas yang ditetapkan untuk mencegah efek negatif pada biota laut dan habitat.

2.     Parameter Kimia:

o   pH: Nilai pH harus berada dalam kisaran yang aman untuk biota laut (biasanya antara 7.5 hingga 8.5).

o   Salinitas: Salinitas harus sesuai dengan kondisi alamiah ekosistem laut di wilayah tersebut.

o   Oksigen Terlarut (DO): Konsentrasi oksigen terlarut harus cukup untuk mendukung kehidupan akuatik (biasanya lebih dari 5 mg/L).

o   BOD (Biochemical Oxygen Demand): BOD harus berada di bawah ambang batas yang ditetapkan untuk menghindari pengurangan oksigen yang signifikan.

o   COD (Chemical Oxygen Demand): COD harus dalam batas yang tidak mengganggu keseimbangan ekosistem laut.

o   Logam Berat: Kandungan logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As) harus berada di bawah ambang batas yang ditetapkan untuk mencegah toksisitas.

o   Nutrien (Nitrat dan Fosfat): Konsentrasi nutrien harus dikontrol untuk mencegah eutrofikasi yang dapat menyebabkan ledakan alga dan merusak ekosistem laut.

3.     Parameter Biologi:

o   Mikroorganisme Patogen: Kandungan mikroorganisme patogen seperti E. coli dan total koliform harus dijaga agar tidak melebihi ambang batas yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan biota laut.

o   Fitoplankton dan Zooplankton: Keberadaan dan jenis fitoplankton dan zooplankton dipantau untuk mengetahui kondisi ekosistem Prosedur Pengambilan dan Analisis Sampel

o    

Uji laboratorium Atas Sampel Air Laut pada Laporan No. 01/LAP/DPMP/VII/2023 tanggal 25 Juli 2023 dari Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral yang di sahkan oleh Muh Kurniawan, Ph.D (Ketua Tim Kelompok Analitik), sangat jelas tidak mengukur parameter yang diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.3/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018, sehingga secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti.

h.         Tanggapan dari sisi Standart Konpetensi Pengambilan sampel dan standard Kompetensi Laboratorium.

1.         Pengambilan Sampel: Pengambilan sampel harus dilakukan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang relevan, seperti SNI 6989.59:2008 tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Air Laut, untuk memastikan keakuratan dan keandalan data.

2.         Analisis Laboratorium: Sampel air laut harus dianalisis di laboratorium yang bersertifikat untuk memastikan hasil yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Laboratorium tersebut harus terakreditasi sesuai dengan standar internasional seperti ISO/IEC 17025.


Dalam kontek Kapal MT Arman, sampel air laut yang digunakan sebagai bukti di pengadilan diambil oleh anakbuah kapal Marore yang diperkirakan tidak bersertifikat, dan juga diukur atau diperiksa oleh Laboratorium yang tidak terakreditasi sebagai aboratorium yang terakreditasi dan berwenang melakukan pemeriksaan kualitas air laut. Sehingga secara materil, tidak memenuhi syarat administrasi sehingga tidak bisa dipakai sebagai bukti.

Kesimpulan

Mengalir dari tanggapan diatas maka terlihat bahwa Penyidik LHKH dan Jaksa Penuntut Umum tidak bisa membuktikan adanya perubahan baku mutu air laut “ , sehingga Bpak Machmud dan Kapal harus dilepaskan demi hukum.