Pertentangan Perpol 10 Tahun 2025 dengan Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian
Jakarta 12 Desember 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.
Pendahuluan.
Terbitnya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 menimbulkan diskusi publik yang sangat luas. Peraturan ini mengatur pelaksanaan tugas anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di luar struktur organisasi Polri dan secara eksplisit menyebutkan 17 kementerian dan lembaga negara yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif.
Pada saat bersamaan, terdapat norma hukum yang sangat jelas dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 28 ayat (3), yang berbunyi:
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”
Dalam konstruksi hukum, pasal ini adalah norma yang bersifat limitative (pembatasan tegas), bukan norma yang bersifat fleksibel atau terbuka untuk penafsiran bebas.
Karena itu, publik perlu memahami secara akademik mengapa Perpol 10/2025 dipandang bertentangan dengan undang-undang, serta apa implikasinya bagi tata kelola negara hukum, fungsi kepolisian, dan demokrasi.
1. Norma Hukum dalam Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian Bersifat Tegas dan Mengikat
Secara hukum, Pasal 28 ayat (3) memberikan dua syarat mutlak agar anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar institusi Polri:
- mengundurkan diri dari dinas kepolisian, atau
- memasuki masa pensiun.
Kedua syarat tersebut menunjukkan bahwa jabatan di luar kepolisian hanya boleh diduduki oleh mantan anggota Polri, bukan anggota aktif. Norma hukum ini disusun untuk menjaga:
- profesionalisme kepolisian,
- batas antara ranah sipil dan kepolisian,
- menghindari konflik kepentingan, dan
- mencegah tumpang tindih kewenangan.
Dengan demikian, anggota Polri aktif tidak memiliki legal standing untuk menduduki jabatan di kementerian/lembaga apa pun.
2. Perpol 10/2025 Mengizinkan Polisi Aktif Mengisi Jabatan di 17 Kementerian/Lembaga
Perpol 10/2025 menyebutkan bahwa anggota Polri aktif dapat ditempatkan di:
- Kemenko Polhukam
- Kementerian ESDM
- Kemenkumham
- Direktorat Imigrasi dan Pemasyarakatan
- KLHK
- KKP
- Kemenhub
- BP2MI
- Kementerian ATR/BPN
- Lemhannas
- OJK
- PPATK
- BNN
- BNPT
- BIN
- BSSN
- KPK
Secara hukum, ketentuan ini bertentangan langsung dengan norma yang ditetapkan Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian.
Dengan kata lain, Perpol memperluas kewenangan Polri di luar batas yang ditentukan oleh undang-undang—suatu tindakan yang dalam hukum disebut sebagai pelanggaran hierarki norma (lex superior derogat legi inferiori).
3. Pertentangan Perpol 10/2025 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 114/PUU-XXIII/2025
Putusan MK No. 114 memiliki beberapa konstruksi hukum penting:
- Fungsi kepolisian hanya boleh dijalankan dalam struktur organisasi Polri.
- Penugasan anggota Polri ke luar struktur berpotensi menimbulkan dualisme komando, dan karena itu tidak boleh dilakukan.
- Putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding) bagi semua lembaga negara, termasuk Polri.
Dengan demikian, Perpol 10/2025 tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga bertentangan dengan putusan pengadilan konstitusi yang harus dihormati oleh seluruh organ negara.
4. Implikasi Akademik dan Tata Kelola Negara
a. Timbulnya Dualisme Komando
Anggota Polri aktif yang bekerja di kementerian/lembaga berada dalam dua garis komando:
- komando struktur Polri, dan
- komando kementerian/lembaga.
Dalam teori organisasi publik, dualisme komando adalah sumber utama kegagalan tata kelola pemerintahan.
b. Hilangnya Batas Fungsi Sipil dan Kepolisian
Secara konseptual, institusi kepolisian menjalankan coercive power (kekuatan koersif negara).
Memasukkan polisi aktif ke ranah kebijakan sipil berpotensi:
- mempengaruhi objektivitas birokrasi,
- mengaburkan kewenangan,
- meningkatkan risiko abuse of power.
c. Erosi Negara Hukum
Kepatuhan aparat penegak hukum terhadap undang-undang adalah fondasi utama negara hukum (rule of law).
Ketika peraturan internal justru bertentangan dengan undang-undang:
- kepercayaan publik melemah,
- supremasi hukum terganggu,
- preseden buruk terbentuk bagi lembaga lain.
5. Kesimpulan.
- Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian secara tegas melarang polisi aktif menduduki jabatan di luar struktur kepolisian.
- Perpol 10/2025 memperbolehkan hal yang dilarang undang-undang, dan karena itu bertentangan secara formil maupun materiil.
- Perpol ini juga bertentangan dengan Putusan MK No. 114, yang menegaskan konsep fungsi kepolisian dalam satu struktur komando tunggal.
- Secara akademik, Perpol ini berpotensi melemahkan negara hukum, menciptakan dualisme kewenangan, dan mengaburkan batas antara kekuasaan sipil dan kepolisian.
Dengan pemahaman akademik ini, masyarakat, pemerintah, dan pembuat kebijakan dapat melihat secara lebih jernih bahwa persoalan Perpol 10/2025 bukan sekadar masalah administratif, tetapi menyangkut integritas sistem hukum dan demokrasi Indonesia.
Kami Pemimpin Redaksi Star News Indonesia anggota PWI Drs TChristian LB STh. MM tidak setuju anggota Polri menyalahi Undang ungyang sudah ditetapkan Mahkamah Konstitusi
BalasHapus