11 Januari 2025

Coast Guard: Hanya Sebuah Nama, Esensinya adalah Penegak Hukum Berdasarkan Undang-Undang

Coast Guard: Hanya Sebuah Nama, Esensinya adalah Penegak Hukum Berdasarkan Undang-Undang

Jakarta 11 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.*)


Istilah Coast Guard pada dasarnya hanyalah sebuah nama yang digunakan di berbagai negara untuk menyebut lembaga penegak hukum di wilayah perairan. Namun, esensi dari lembaga tersebut adalah sebagai penegak hukum yang tugas dan kewenangannya diatur secara tegas melalui peraturan perundang-undangan. Fungsi utama Coast Guard mencakup pengawasan, penegakan hukum di laut, perlindungan lingkungan maritim, serta pengamanan jalur pelayaran dan kepentingan ekonomi negara.

Di Indonesia, fungsi dan tugas seperti yang diemban oleh Coast Guard di negara lain sudah secara jelas diatur dan dijalankan oleh beberapa institusi, terutama setelah penguatan Pengawas Pelayaran melalui Undang-Undang No. 66Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.


Pengawas Pelayaran Sudah Memenuhi Fungsi Coast Guard.

Berdasarkan Pasal 276–281 UU No. 66 Tahun 2023Pengawas Pelayaran telah diberikan kewenangan penuh untuk:

  1. Menjaga Keselamatan dan Keamanan Pelayaran melalui pengawasan, audit, dan inspeksi kapal.
  2. Penegakan Hukum di Laut dengan status sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pelayaran.
  3. Pengawasan Lingkungan Laut untuk mencegah pencemaran dan menjaga kelestarian ekosistem laut.
  4. Pengawasan Pelabuhan dan Sarana Pelayaran guna menjamin standar keselamatan dan keamanan.


Dengan kewenangan yang komprehensif ini, Pengawas Pelayaran secara fungsional sudah menjalankan peran yang serupa dengan Coast Guard di negara lain. Indonesia tidak membutuhkan lembaga baru, apapun namanya, karena hal tersebut hanya akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan berisiko merugikan efisiensi sektor pelayaran dan perekonomian nasional.


Pembentukan Lembaga Baru Berpotensi Menimbulkan Tumpang Tindih Kewenangan.

Penambahan lembaga baru di bidang keamanan laut, meskipun hanya perubahan nama menjadi Coast Guard, berisiko menciptakan tumpang tindih kewenangan dan konflik koordinasi. Dampak negatif yang mungkin timbul antara lain:

  1. Inefisiensi Birokrasi
    Banyaknya lembaga dengan tugas serupa akan memperlambat pengambilan keputusan di lapangan dan menghambat respon cepat terhadap situasi darurat.
  2. Konflik Kewenangan
    Tumpang tindih antara Pengawas PelayaranBakamlaTNI AL, dan Polairud akan memperbesar potensi konflik dalam penegakan hukum di laut.
  3. Meningkatkan Beban Anggaran
    Pembentukan lembaga baru memerlukan biaya besar, mulai dari infrastruktur, personel, hingga operasional. Ini merupakan pemborosan anggaran negara yang tidak diperlukan.
  4. Gangguan terhadap Dunia Usaha dan Perekonomian
    Tidak jelasnya kewenangan antar lembaga berpotensi membuat pelaku usaha di sektor pelayaran kebingungan dan terhambat dalam proses bisnis, yang pada akhirnya berdampak pada perekonomian nasional.


Bakamla Kehilangan Fungsi Akibat tumpang tindih Kewenangan.

Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibentuk melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan awalnya dimaksudkan sebagai lembaga yang mengintegrasikan pengamanan laut Indonesia. Namun, dalam praktiknya, Bakamla belum memiliki kewenangan penuh dalam penegakan hukum karena:

  1. Tidak Memiliki Kewenangan Penyidikan
    Bakamla tidak diakui sebagai PPNS sehingga tidak memiliki kewenangan melakukan penyidikan. Penegakan hukum di laut masih dipegang oleh TNI AL, Polairud, PSDKP dan Pengawas Pelayaran.
  2. Sulit dalam Koordinasi Lintas Lembaga
    Bakamla mengalami kesulitan berkoordinasi dengan TNI AL, Polairud, dan Ditjen Perhubungan Laut, karena posisinya bukan sebagai penyidik. 
  3. Overlapping dengan Lembaga Lain
    Fungsi Bakamla bertabrakan dengan tugas KPLPTNI AL, dan Polairud, sehingga kewenangannya menjadi tidak jelas dan tidak efektif.


Kondisi ini menjadi bukti bahwa membentuk lembaga baru tanpa kejelasan kewenangan hanya akan memperlemah efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di laut.


Penguatan Pengawas Pelayaran, Bukan Membentuk Lembaga Baru

Solusi terbaik untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di laut adalah dengan:

  1. Memperkuat Kewenangan Pengawas Pelayaran sebagai lembaga utama dalam pengawasan pelayaran dan penegakan hukum di bidang pelayaran.
  2. Mengoptimalkan Koordinasi Antarlembaga seperti TNI ALPolairud, Bea Cukai dan PSDKP  agar berjalan selaras dan saling melengkapi, bukan saling tumpang tindih.
  3. Efisiensi Anggaran dengan memaksimalkan lembaga yang sudah ada tanpa membentuk lembaga baru.
  4. Penegasan Regulasi untuk memastikan pembagian tugas yang jelas di antara instansi terkait.


Kesimpulan.

Istilah Coast Guard hanyalah sebuah nama. Esensinya adalah lembaga penegak hukum di laut yang bekerja berdasarkan undang-undang. Dengan disahkannya UU No. 66 Tahun 2023, Indonesia telah memiliki Pengawas Pelayaran yang berfungsi dan berwenang seperti Coast Guard. Pembentukan lembaga baru hanya akan menambah tumpang tindih kewenangan, memperburuk koordinasi, dan berpotensi menghambat kelancaran pelayaran serta perekonomian nasional.

Penguatan Pengawas Pelayaran sebagai lembaga utama sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pengawasan dan penegakan hukum di laut. Indonesia tidak memerlukan lembaga baru dengan nama apapun, termasuk Coast Guard.

*)Kabais TNI (2011-2013)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar