24 Februari 2025

Advokat: Penyelamat Bukti yang Terlupakan – Dan Mesti Diperjuangkan

Advokat: Penyelamat Bukti yang Terlupakan – Dan Mesti Diperjuangkan

Jakarta 24 Februari 2025

Renungan dipagi hari Soleman B. Ponto

Di sebuah ruang sidang yang megah, Pak Budi, advokat kawakan dengan jas licin dan dasi sedikit miring, berdiri gagah di hadapan hakim. Kliennya, seorang pria kurus bernama Jono, duduk dengan wajah tegang.

Jono sedang diadili karena tuduhan mencuri seekor kambing tetangganya. Masalahnya? Semua bukti yang diajukan penyidik mengarah kepadanya: sidik jari di pagar kandang, jejak sandal di lumpur, dan seorang saksi yang bersumpah melihat Jono membawa sesuatu berbulu ke rumahnya tengah malam.

"Tapi Pak Budi, saya nggak maling! Saya cuma lewat kandang itu pas malam hari buat nyari sinyal!" keluh Jono.

Pak Budi menghela napas panjang. "Masalahnya, Mas Jono, kalau kita cuma bergantung pada bukti dari penyidik negara, Mas ini bisa-bisa benar-benar dihukum. Makanya, saya turun tangan sendiri buat cari bukti tambahan!"

Dalam hatinya, Pak Budi paham betul bahwa sistem peradilan pidana saat ini berat sebelah. Penyidik negara, dalam hal ini polisi, memegang kendali penuh dalam mengumpulkan bukti. Advokat? Cuma bisa menunggu dan berharap bukti yang diberikan tidak merugikan kliennya. Sementara itu, di berbagai negara lain, seperti di Amerika Serikat dan Prancis, advokat bisa mencari bukti tambahan sendiri—kenapa di Indonesia nggak bisa?

Pak Budi akhirnya melakukan investigasi sendiri. Ia mewawancarai warga, memeriksa CCTV warung sebelah, dan akhirnya menemukan sesuatu yang mengejutkan: kambing yang diduga dicuri ternyata tidak pernah hilang!

Ternyata, si kambing nyasar ke belakang rumah Pak RT dan selama ini malah dirawat oleh istri Pak RT yang mengira itu kambing liar.

Hari persidangan tiba. Jaksa dengan percaya diri menyampaikan bukti-buktinya.

"Yang Mulia," kata jaksa, "kami punya bukti kuat. Sidik jari di pagar kandang adalah milik terdakwa, jejak kakinya cocok, dan saksi mata melihatnya membawa sesuatu tengah malam!"

Hakim mengangguk serius. Lalu, ia menoleh ke Pak Budi. "Pak Advokat, silakan memberikan pembelaan."

Dengan senyum penuh percaya diri, Pak Budi berdiri dan berkata lantang:

"Yang Mulia, ini contoh nyata kenapa advokat harus punya hak untuk mencari bukti tambahan sendiri. Penyidik negara hanya menemukan bukti yang mendukung dugaan mereka, tapi tidak melihat fakta lain. Maka dari itu, saya sendiri turun ke lapangan, mencari kebenaran, dan menemukan bahwa kambing yang katanya dicuri ini sebenarnya masih ada, sehat walafiat, dan selama ini tinggal di rumah Pak RT!"

Ruang sidang langsung riuh. Hakim mengangkat alis. Jaksa tersedak air minumnya.

"Yang Mulia," lanjut Pak Budi, "saya bahkan membawa kambing ini ke pengadilan sebagai bukti."

Hakim menatap jaksa dengan wajah lelah. "Baiklah, bawa masuk kambingnya."

Beberapa menit kemudian, seorang warga masuk sambil menggiring kambing berbulu tebal. Kambing itu tampak sehat dan sama sekali tidak terlihat seperti korban pencurian.

Pak RT maju ke depan dan bersaksi, "Yang Mulia, kambing ini memang nyasar ke rumah saya, bukan dicuri. Saya kira ini kambing liar, makanya saya kasih makan tiap hari."

Hakim menggeleng-gelengkan kepala dan akhirnya mengetukkan palunya. "Baiklah, dengan bukti tambahan ini, terdakwa Jono dinyatakan tidak bersalah!"

Jono langsung sujud syukur di lantai. Pak Budi tersenyum puas, sementara jaksa hanya bisa memijat pelipisnya.

Tapi, bayangkan jika advokat tidak bisa mencari bukti tambahan?

Jika advokat tidak diberikan hak untuk mengumpulkan bukti sendiri, Jono pasti sudah dihukum karena hanya ada bukti yang dikumpulkan penyidik negara. Apakah adil kalau hanya negara yang bisa menentukan bukti mana yang boleh dan mana yang tidak?

Makanya, mumpung KUHAP sedang direvisi, advokat harus diberi kewenangan untuk membawa bukti tambahan yang tidak ditemukan penyidik negara. Ini bukan sekadar tambahan aturan, tapi sebuah keharusan agar prinsip fair trial benar-benar terwujud.

Hakim pun mengangguk-angguk. "Saya setuju, Pak Advokat. Kalau advokat tidak bisa mencari bukti tambahan, bisa-bisa banyak orang tidak bersalah yang dipenjara hanya karena kurangnya perspektif dalam pembuktian!"

Jono mengangguk semangat. "Betul, Yang Mulia! Untung ada Pak Budi, kalau nggak, saya pasti udah jadi korban kambing hitam—secara harfiah!"

Sementara itu, si kambing yang ikut sidang hanya mengembik pelan, seolah berkata, "Kalau nggak ada advokat, aku juga bisa dituduh sebagai korban penculikan!" 😆

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar