Tanggapan terhadap Pernyataan Pakar Keamanan Maritim Dr. Adrianus T. Luhukay & Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Aan Kurnia, : Evaluasi Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014
Jakarta 13 Februari 2024
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)
Tanggapan ini didasarkan pada berita yang dipublikasikan di situs resmi Bakamla Salatiga yang berjudul "Peran Bakamla dalam Peningkatan Keamanan Maritim Indonesia". Dalam berita tersebut, disebutkan bahwa Bakamla memiliki peran utama dalam menjaga keamanan maritim, menangani pencurian ikan, penyelundupan barang, bahkan hingga menghadapi ancaman terorisme di laut. Pernyataan ini dikemukakan oleh Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Aan Kurnia, dan pakar keamanan maritim, Dr. Adrianus T. Luhukay.
Namun, setelah dikaji berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, klaim yang disampaikan dalam berita tersebut tidak sesuai dengan kewenangan Bakamla yang telah diatur oleh hukum. Pernyataan ini dapat menyesatkan publik dan berpotensi menyebabkan kesalahpahaman di tingkat pengambil kebijakan, karena seolah-olah instansi lain tidak bekerja dalam menjaga keamanan maritim, padahal seluruh aspek keamanan laut sudah memiliki institusi yang lebih berwenang berdasarkan regulasi yang berlaku.
1. UU 32/2014: Bakamla Bukan Penegak Hukum
Dalam Pasal 59 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, disebutkan bahwa Bakamla dibentuk untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Namun, UU ini tidak memberikan kewenangan kepada Bakamla untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan hukum secara mandiri.
- Pasal 61 UU No. 32/2014 menyatakan bahwa Bakamla hanya bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan, tanpa kewenangan penegakan hukum.
- Pasal 62 huruf c UU No. 32/2014 menyebutkan bahwa Bakamla dapat melakukan pengawasan dan penindakan pelanggaran hukum, tetapi karena Bakamla bukan penyidik, maka ia tidak memiliki wewenang untuk menangkap, menyita, atau memproses hukum pelanggaran yang ditemukan di laut.
Karena itu, klaim bahwa Bakamla memiliki peran utama dalam menindak kejahatan maritim tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan UU yang berlaku.
2. Klaim Peran Utama Bakamla Mengabaikan Kewenangan Institusi Lain
Dalam berita yang dipublikasikan di situs Bakamla Salatiga, dinyatakan bahwa Bakamla menangani berbagai kejahatan di laut, termasuk pencurian ikan, penyelundupan barang, dan ancaman terorisme. Namun, peran-peran tersebut sebenarnya sudah menjadi tugas dari berbagai instansi lain yang memiliki kewenangan lebih kuat berdasarkan UU yang berlaku:
- Penyelundupan Barang: Kewenangan Bea Cukai (UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan)
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi lalu lintas barang di perairan Indonesia dan mencegah penyelundupan barang ilegal.
- Jika Bakamla menemukan kasus penyelundupan barang, ia tidak bisa bertindak sendiri, melainkan harus menyerahkannya ke Bea Cukai.
- Penyelundupan Manusia: Kewenangan Imigrasi dan Polairud (UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian)
- Direktorat Jenderal Imigrasi bertanggung jawab untuk menangani penyelundupan manusia dan perdagangan orang (TPPO).
- Korps Polisi Air dan Udara (Polairud) memiliki kewenangan dalam pengawasan serta penindakan terhadap kejahatan lintas negara di perairan Indonesia.
- Jika Bakamla menemukan kasus penyelundupan manusia, maka Bakamla hanya bisa melaporkannya ke Polairud atau Imigrasi.
- Keamanan dan Penegakan Hukum Maritim: Kewenangan TNI AL, Polri, KKP, dan KPLP
- TNI Angkatan Laut (UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI) memiliki tugas utama dalam menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia.
- Polairud (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian) memiliki kewenangan dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang terjadi di laut.
- Direktorat Jenderal PSDKP KKP (UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) bertanggung jawab dalam penindakan illegal fishing.
- Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP – UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran) bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran dan pencegahan pencemaran laut.
Dengan demikian, klaim bahwa Bakamla memiliki peran utama dalam menangani keamanan maritim adalah keliru dan mengabaikan peran instansi lain yang telah diatur dalam undang-undang.
3. Bahaya Informasi yang Salah tentang Peran Bakamla
Pernyataan dalam berita tersebut dapat menyesatkan opini publik dan para pengambil kebijakan, karena memberikan kesan bahwa hanya Bakamla yang bekerja dalam menjaga keamanan maritim, padahal kenyataannya tugas tersebut sudah terbagi dengan baik kepada berbagai institusi.
Jika pemimpin negara mendapatkan informasi yang salah, maka:
- Anggaran yang seharusnya dialokasikan ke TNI AL atau Polairud bisa dialihkan ke Bakamla secara tidak efektif.
- Koordinasi antar-instansi bisa terganggu karena Bakamla berusaha mengambil alih tugas yang bukan wewenangnya.
- Bakamla bisa bertindak di luar batas kewenangannya, yang dapat melanggar hukum dan menyebabkan ketidakpastian dalam sistem keamanan maritim.
Oleh karena itu, penting untuk meluruskan pemahaman bahwa Bakamla hanya memiliki fungsi patroli dan koordinasi, bukan sebagai penegak hukum utama di laut.
4. Kesimpulan: Pemahaman yang Salah tentang Bakamla Harus Diluruskan
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bakamla hanya bertugas sebagai patroli keamanan dan keselamatan, bukan sebagai penegak hukum utama di laut. Semua tugas yang diklaim oleh Bakamla dalam berita sudah menjadi kewenangan instansi lain yang lebih berwenang.
Pernyataan dalam berita situs Bakamla Salatiga yang menyebut Bakamla sebagai "benteng pertahanan utama negara dalam menghadapi berbagai ancaman di laut" adalah keliru dan bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Agar sistem keamanan maritim berjalan efektif:
- Bakamla sebaiknya dilikuidasi saja karena semua yang dikerjakannya sudah merupakan tugas dan kewenangan lembaga lain yang sudan ada. Dan Bakamla juga bukan penegak hukum. Memelihara Bakamla bagaikan memelihara satu kucing tanpa kuku.
- Pemerintah harus memastikan bahwa peran utama tetap dijalankan oleh TNI AL, Polri, KKP, Bea Cukai, dan KPLP sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Pemahaman yang salah mengenai Bakamla harus diluruskan agar kebijakan maritim Indonesia tetap efektif dan efisien.
Jika Bakamla tidak memiliki kewenangan yang unik dan hanya menciptakan duplikasi dengan instansi lain, maka keberadaannya harus dievaluasi kembali demi efektivitas dan efisiensi sistem keamanan maritim Indonesia.*)
Kabais TNI 2011-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar